Seharusnya posting ini dilakukan kemarin, mengingat gerhana Bulan ini terjadi pada hari Kamis, 16 Juni 2011 yang bertepatan dengan tanggal 14 Rajab 1432 H (penanggalan Bulan), namun karena pergerakan untuk membuka blog ini sangat lamban, maka baru kali ini dapat terlaksana. Entah apa penyebabnya. Mungkin sinyal yang tak seberapa kuat.
Informasi tentang gerhana “nuansa masel” peroleh dari informasi seorang teman di facebook. Teman tersebut menginformasikan bahwa gerhana tersebut akan berlangsung pada pukul 1.05, Kamis dini hari. Namun kenyataannya gerhana Bulan tersebut baru mulai berlangsung 1.23WIB. Menurut stasiun televisi “Trans 7” Jakarta, gerhana ini berlangsung mulai pukul 1.23WIB sampai pukul 6.2WIB. “Gerhana ini merupakan gerhana Bulan terlama. Ketika itu jarak Bumi–Bulan sejauh 357.000km”, tambah Trans 7. Namun “nuansa masel” sendiri hanya sempat menyaksikan fenomena alam yang jarang terjadi ini hanya sekitar satu jam. Ketika itu bayang-bayang Bumi mencapai sekitar tiga per empat permukaan Bulan. “nuansa masel” juga menyempatkan untuk melaksanakan shalat sunat gerhana walau hanya sediri dan mungkin kurang sempurna.
Bulan adalah benda langit anggota Tata Surya yang menjadi pengiring planet (satelit alam) Bumi. Sebagai pengiring planet Bumi, Bulan akan selalu beredar mengitari Bumi dan bersama-sama Bumi, Bulan juga mengitari Matahari. Satelit alam ini beredar mengelilingi Bumi (berevolusi terhadap Bumi) dalam satu putaran memerlukan waktu selama 27 1/3hari. Sedangkan bersama-sama Bumi, Bulan mengelilingi Matahari dalam satu kali putaran (berevolusi terhadap Matahari) selama 354hari (satu tahun). Bulan tidak memiliki sumber cahaya sendiri. Sinar Bulan yang sering nampak dari Bumi hanyalah sinar pantulan dari Matahari. Berkaitan dengan hal-hal tersebut maka terjadilah gerhana.
Gerhana Bulan (Lunar Eclipse) terjadi ketika kedukukan Matahari–Bumi–dan Bulan dalam satu garis lurus. Kedudukan Bulan saat itu berhadap-hadapan (beroposisi) dengan Matahari dilihat dari Bumi. Pada posisi seperti itulah, kerucut bayangan inti Bumi (umbra) menutup atau mengenai permukaan Bulan yang luasnya hanya 1/6 luas Bumi itu, sehingga terjadilah gerhana Bulan total. Ketika gerhana Bulan total, keadaan langit gelap karena seperti yang disebutkan di atas, Bulan memang tidak memiliki sumber cahaya sendiri. Cahaya yang ada hanya pantulan dari sinar Matahari. Gerhana Bulan ini dapat dilihat oleh seluruh penghuni Bumi yang ketika itu mengalami malam hari.
Bagi umat muslim, ketika terjadi gerhana (baik gerhana Bulan atau gerhana Matahari) disunatkan untuk melakukan shalat gerhana (shalat kusuf) sebagaimana banyak hadits yang menjelaskan hal itu. Salah satu hadist itu berbunyi, “Apabila kamu melihat gerhana, maka bersembahyanglah sebagaimana shalat fardlu yang biasa kamu kerjakan” (H.R. Ahmad dan Nasa-i). Mengapa umat Islam disunatkan untuk melakukan shalat gerhana? Dasarnya sabda Rasulullah S.A.W. yang artinya, …..”Sesungguhnya Matahari dan Bulan itu adalah dua macam tanda dari sekian banyak tanda-tanda kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla. Terjadinya gerhana Matahari atau Bulan itu bukanlah karena kematian seseorang atau kehidupannya. Maka dari itu, jika kamu melihatnya, segeralah mengerjakan shalat” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Keterangan gambar:
Gambar ini merupakan gambar proses awal dari gerhana Bulan total yang terbaik dari foto-foto yang diambil. Sebagian di antaranya buram karena Bulan tertutup awan. Maklum, kamera yang digunakan hanya sebuah kamera saku yang memiliki optical zoom 5x berkekuatan 8,1 megapiksel. Itupun kamera pinjaman. Kameranya bermerek ‘Sony tipe DSC-W 150. Gambar ini menunjukkan sebagian besar permukaan bulan masih nampak bercahaya. Nampak cahaya terluarnya berwarna biru di sepanjang lengkungan Bulan. (Dari berbagai sumber).