1. Pengertian Zat Pemacu Kemasakan (ZPK)
Zat Pemacu Kesehatan (ZPK) pada tebu atau caneripener merupakan suatu
bahan kimia yang dapat mempercepat kemasakan tebu, yaitu suatu mekanisme
dimana hasil fotosintesa dalam bentuk sukrosa disimpan dalam tebu. Penggunaan
ZPK biasanya ditujukan pada tebu yang secara fisiologis belum masak atau
mengalami penundaan kemasakan akibat berbagai faktor seperti kondisi tanah
kelebihan air dan kebanyakan pupuk nitrogen (N).
Percepatan proses kemasakan pada akhirnya akan berdampak terhadap
rendemen atau perolehan gula. Namun demikian, pemberian ZPK tidak bisa
meningkatkan rendemen diatas batas optimum yang dihasilkan tebu secara
alamiah. Bila secara alami suatu varietas tebu memiliki potensi rendemen 10%
pada umur 12 bulan, maka pemberian ZPK tidak akan menyebabkan rendemen
menjadi lebih dari 10%. ZPK diperlukan pada saat awal giling, terutama pada
hamparan tebu dengan komposisi kemasakan kurang baik atau didominasi oleh
varietas masak tengah dan masak akhir.
Pada awal musim giling dibutuhkan tebu masak awal relatif banyak, sementara
tebu varietas masak awal terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya
diaplikasikan ZPK. Sebenarnya secara alamiah kemasakan tebu bisa dipercepat
dengan cara mengeringkan tanah, menurunkan suhu sekitar perakaran,
membuat tanaman stres (kekurangan) hara atau memperpendek penyinaran
matahari. Akan tetapi, cara-cara tersebut relatif sulit dilakukan dan perlu waktu
relatif panjang. Iklim tropika seperti tanah di Indonesia sangat bertentangan
dengan kondisi yang dibutuhkan untuk proses pemasakan tebu secara alami.
Alternatif yang paling efektif adalah dengan menggunakan ZPK.
2. Pengaplikasian ZPK
Efektifitas ZPK tergantung kepada berbagai faktor seperti varietas tebu, jenis dan
takaran ZPK, dan kondisi lingkungan saat pemberian. Beberapa varietas tebu
sangat responsif terhadap pemberian ZPK, sementara varietas lainnya kurang
atau tidak responsif. Varietas yang responsif akan cepat masak dengan
pemberian ZPK, sebaliknya varietas yang tidak responsif tingkat kemasakan
sangat sedikit dipengaruhi oleh ZPK. Efek yang ditimbulkan dari pemberian ZPK
terhadap varietas semacam ini secara ekonomi lebih rendah dibanding dibanding
harga dan ongkos aplikasi ZPK.
Suatu ZPK yang efektif digunakan pada suatuvarietas belum tentu efektif
diaplikasikan pada carietas yang berbeda. Untuk itu suatu orientasi pendahuluan
dibutuhkan, apabila ingin mengetahui efektifitas suatu ZPK bagi varietas tebu
tertentu. Secara komersial di Indonesia saat ini beredar 4 jenis ZPK yaitu:
a. Roundup, dengan bahan aktif isoprophylamine glyphosate
b. Fusilade super, dengan bahan aktif fluazifop butyl
c. Touchdown, dengan bahan aktif sulfosate
d. Moddus, dengan bahan aktif terinexapac ethyl
Dosis glyphosate, fluazifop, sulfosate dan terinexapac athyl per ha tebu masing-
masing berkisar antara 250-280 g, 125-150 g, 0,6-0,7 liter dan 0,8-1 liter.
Umumnya ZPK digunakan secara individu dibeberapa negara produsen utama
gula seperti Australia dan Brazil, ZPK digunakan dalam bentuk campuran dari
beberapa jenis. Misalnya Fusilade dicampur dengan ethrel yang berbahan aktif
ethepon. Dosis ZPK sesuai anjuran diatas dilarutkan kedalam air bersih antara
40-80 liter per ha, kemudian ditambah surfactan (agral) sebanyak 0,1-0,5%. Jadi
bila suatu ZPK dilarutkan kedalam 50 liter air, maka jumlah surfactan
yang ditambahkan sebanyak 50 ml hingga 100 ml.
Jumlah surfactan untuk ZPK fusilade cukup 0,1%, sedangkan untuk roundup
sekitar 0,5%. Setelah dicampur kemudian diaduk-aduk hingga semua ZPK larut
dalam air. Sulfactan akan mempermudah pelarutan ZPK dalam air dan akan
membantu masuknya ZPK kedalam tanaman tebu. Campuran ZPK, air dan
surfactan dimasukkan ke dalam sprayer kemudian disemprotkan ke permukaan
daun tebu secara merata. Karena pada saat penyemprotan ZPK umur tebu diatas
9 bulan sehingga tanaman tebu relatif tinggi maka penyemprotan ZPK harus
menggunakan alat semprot yang telah dimodifikasi atau menggunakan pesawat
terbang kecil (ultralight). Di Jawa Timur, dimana pemilikan areal tebu petani
relatif sempit dan terpencar, maka penggunaan alat semprot manual (hand
sprayer) yang telah dimodifikasi tampaknya lebih sesuai. Alat semprot ini
dilengkapi dengan tangkai panjang (6-7 m) sehingga mampu menyemprotkan
ZPK dari permukaan tajuk tebu.
Efektifitas pemberian ZPK tergantung kepada kondisi lingkungan. Secara umum
pemberian ZPK akan efektif apabila kondisi lingkungan kurang mendukung proses
pemasakan tebu secara alamiah seperti tanah masih cukup lembab dan
kebanyakan pupuk nitrogen. Selain itu, beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pemberian ZPK antara lain:
a. Tanaman tebu dalam kondisi tegak dan kukuh umur antara 9-10 bulan
b. ZPK disemprotkan 4-6 minggu sebelum tebu ditebang dengan dosis yang
sesuai anjuran
c. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari (jam 6-9) agar terhindar dari angin
kencang
d. Penyemrpotan merata di seluruh tajuk tanaman
e. Hingga 6 jam setelah penyemprotan tidak turun hujan. Apabila hujan turun
sebelum waktu tersebut, maka ZPK yang menempel di daun akan tercuci air
hujan sehingga penyemprotan harus diulang
f. Pada saat tebu ditebang, maka bagian tanaman (pucuk) yang dibuang minimal
diatas daun keempat. Ini karena setelah penyemprotan ZPK, sukrosa hasil
fotosintesa disimpan kedalam batang tebu bagian atas.
3. Mekanisme Kerja ZPK
ZPK umumnya menghambat pertumbuhan meristem apikel (titik tumbuh) yang
menyebabkan penghambatan pertumbuhan vegetatif tebu. Energi gula yang
sebelumnya digunakan untuk tumbuh dialihkan atau disimpan kedalam batang
tebu sebagai sukrosa. Glyphosate akan menghambat aktivitas ensim yang terlibat
dalam sintesa 3 asam amino aromatik (phenilalanin, tripotan dan tirosin) yang
sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tebu. Dengan adanya penghambatan
terhadap enzim tersebut, ketiga asam amino tidak terbentuk sehingga tebu tidak
bisa tumbuh lagi. Glyphosate juga akan menghambat aktivitas enzim yang
merombak gula menjadi sumber energi bagi tebu. AKibatnya, gula lebih awet dan
banyak tersimpan dalam batang tebu.
4. Keuntungan dan Kerugian pemakaian ZPK
Berdasarkan berbagai laporan, pemberian ZPK bisa meningkatkan rendemen
antara 0,3 hingga 1,5 poin. Rata-rata keuntungan bersih yang diperoleh pada
penyemprotan ZPK yang efektif berkisar antara 1 hingga 2,5 juta rupiah per ha.
Akan tetapi beberapa laporan menyebabkan bahwa penggunaan ZPK dapat
menghambat pertumbuhan tanaman tebu keprasan. Ini karena efek ZPK dalam
menghambat tunas masih terbawa hingga tanaman keprasan. Umumnya efek
negatif fusilade terhadap keprasan lebih ekcil dibanding Glyphosate.
Di beberapa negara, penggunaan ZPK hanya diizinkan pada tanaman keprasan
terakhir, dimana pada tahun berikutnya diganti tanaman baru. Tebu yang
disemprot ZPK pucuknya tidak bisa dipakai sebagai bibit atau bahan tanam,
karena presentase pertumbuhan perkecambahan dari pucuk yang disemprot ZPK
sangat rendah. Lebih jauh, beberapa laporan menyebutkan bahwa residu ZPK
yang terbawa kelingkungan sekitar seperti air dan tanah bisa mengganggu
keseimbangan alam dan mencemari lingkungan. Untuk itu, berkonsultasilah pada
pihak-pihak tertentu terutama Dinas Perkebunan atau Dinas yang membidangi
perkebunan setempat guna pemahaman yang lebih luas dan benar mengenai
penggunaan ZPK.
Copyright : Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur