Tips Sukses Budidaya Udang Windu

 Budidaya Udang




1. Pemilihan lokasi budidaya
Pantai merupakan daerah terendah dari suatu aliran sungai. Akibatnya, kualitas air tawar di daerah hilir atau di lokasi tambak menjadi rawan terhadap pengaruh negatif dari daerah hulu, seperti endapan sedimen, hanyutan pestisida, dan polutan industri atau polutan rumah tangga. Dengan kata lain, pengelolaan air yang tidak baik di daerah hulu dapat berakibat buruk pada daerah hilir. Persoalan ini menunjukkan bahwa pengelolaan daerah pantai tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan daerah hulu. Karena itu pembangunan tambak budidaya udang windu hendaknya didukung oleh persyaratan seperti berikut ini:
– Tambak dibangun di luar wilayah padat penduduk dan industri.
– Lokasi tambak bukan kawasan hutan suaka alam, hutan wisata, dan hutan produksi.
– Tambak memiliki sumber air yang memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya.
– Tambak memiliki saluran irigasi yang memenuhi syarat agar air tersedia secara teratur, memadai, dan terjamin.
– Sumber air tawar tidak berasal dari air tanah (sumur bor) karena penggunaan air tanah dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian, yakni terjadinya instrusi air laut (peresapan air laut ke perairan tawar) yang menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah.

2. Pemilihan induk
Induk betina yang dipilih harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
– Berat lebih dari 50 gram.
– Kandungan telur tinggi.
– Sudah matang telur (terlihat dari warna abu-abu di punggung).
– Bentuk tubuh normal, tidak cacat.
– Bersih dari kotoran dan parasit.

Sedangkan persyaratan induk jantan adalah sebagai berikut:
– Berat lebih dari 40 gram.
– Kaki jalan kedua tidak terlau besar.
– Tidak agresif.
– Bentuk tubuh normal, tidak cacat.
– Bersih dari kotoran dan parasit.

3. Pakan induk
Udang windu bersifat nocturnal, artinya aktif mencari makan dan beraktivitas pada malam hari atau pada suasana gelap. Sebaliknya, pada slang hari aktivitasnya menurun dan lebih banyak membenamkan dirinya di dalam lumpur atau pasir. Makanan udang windu bervariasi, baik jenis maupun komposisinya, tergantung dari umurnya. Namun, umumnya udang bersifat karnivora (pemakan hewan). Makanannya berupa hewan-hewan kecil, seperti invertebrate (hewan tidak bertulang belakang) air, udang kecil, kerang (bivalvae), dan ikan kecil.

Udang yang dibudidayakan di tambak bisa diberi pelet. Induk udang memerlukan makanan alami yang mempunyai kandungan kolesterol tinggi yang berasal dari kerang-kerangan dan krustase lain (kepiting). Jenis makanan ini diperlukan untuk mempercepat proses pematangan telur.

4. Teknik pemijahan
Di alam, udang windu muda banyak ditemukan di perairan payau dengan salinitas rendah, seperti di muara sungai tempat pertemuan antara air laut dan air tawar. Setelah dewasa kelamin, udang windu akan menuju perairan laut dalam yang kondisi airnya jernih dan tenang dan menjadikan tempat tersebut untuk berkembang biak.

Kondisi yang demikian juga diperlukan jika udang windu dipijahkan di luar habitat aslinya, misainya di tempat pembenihan (hatchery) udang windu. Pemijahan udang windu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pemijahan ikan.

Udang windu akan matang kelamin pada umur 1,5 tahun dan siap melakukan tugasnya untuk berkembangbiak. Pada saat itu, berat tubuhnya mencapai 90-120 gram/ekor.

Perkawinan udang windu umumnya berlangsung pada malam hari. Ada kecenderungan, pada saat bulan purnama terjadi pemijahan massal udang windu yang sudah matang kelamin.

Pemijahan terjadi tatkala udang jantan mengeluarkan spermatozoa dari alat kelamin jantan (petasma) kemudian memasukannya ke dalam alat kelamin (telichum) udang betina. Setelah terjadi kontak langsung, induk betina akan nengeluarkan sel telur sehingga terjadilah pembuahan. Telur hasil pembuahan ini akan melayang di dasar perairan laut dalam. Selanjutnya, telur yang sudah menetas akan menjadi larva yang bersifat planktonik (melayang) dan akan naik ke permukaan air.

Dalam satu kali musim pemijahan, seekor induk betina menghasilkan telur sebanyak 200.000-500.000 butir. Setelah telur menetas, larva udang windu mengalami perubahan bentuk beberapa kali seperti berikut ini:
– Periode nauplius atau periode pertama larva udang. Periode ini dijalani selama 46-50 jam dan larva mengalami enam kali pergantian kulit.
– Periode Zoea atau periode kedua. Periode ini memerlukan waktu sekitar 96-120 jam dan pada saat itu larva mengalami tiga kali pergantian kulit.
– Periode mysis atau periode ketiga. Periode ini memerlukan waktu 96-120 jam dan larva mengalami pergantian kulit sebanyak tiga kali.
– Periode post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai sub-stadium post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode ini, udang lebih menyukai perairan payau dengan salinitas 25-35 ppt.
– Periode juvenil atau periode kelima. Juvenil merupakan udang muda yang menyukai perairan dengan salinitas 20-25 ppt. Periode udang dewasa. Periode ini berlangsung setelah periode juvenil hingga udang siap berkembang biak. Setelah matang kelamin dan matang gonad, udang dewasa akan kembali ke laut dalam untuk melakukan pemijahan. Udang dewasa menyukai perairan payau dengan salinitas 15-20 ppt.

Sumber : http://www.lintasberita.com/go/1141381




Bagikan ke teman: