TEKNIK BUDIDAYA IKAN NILEM

 Uncategorized




 

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketersediaan benih sebagai unsur yang mutlak dalam budidaya. Usaha budidaya tidak cukup bila hanya mengandalkan benih secara alami, karena bersifat musiman seperti ikan nilem (Osteochilus hasselti) yang ditemukan hanya pada awal musim hujan. Penyediaan benih tidak hanya dalam jumlah yang cukup dan terus-menerus, tetapi diperlukan mutu yang baik serta tepat sasaran.  jalan dengan perkembangan teknologi diberbagai bidang ilmu termasuk bidang perikanan, budidaya ikan sedang mengarah ke berbagai budidaya intensif. Intensifikasi di bidang perikanan menuntut adanya ketersediaan benih dalam jumlah dan mutu yang memadai secara kontinyu. Kontinyuitas ketersediaan benih tersebut membutuhkan kegiatan pembenihan yang intensif pula. Pembenihan yang intensif membutuhkan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, penggalian ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kegiatan praktikum di lapangan bagi mahasiswa perikanan.
Pemijahan dapat dilakukan dengan cara alami atau buatan. Pemijahan alami dimaksudkan pemijahan yang dilakukan secara alami antara jantan dan betina di dalam media pemijahan. Sedangkan pemijahan buatan dilakukan di luar media pemijahan, biasanya dilakukan dengan bantuan manusia atau dengan stripping (pemijahan). Saat ini, telah dijual dipasaran hormon gonadotropin yang dibuat dari ekstrak kelenjar hipofisa, ikan salmon dengan nama dagang ovaprim produksi Syndel Co, Vancoaver, Canada.
Adanya keberhasilan penemuan ekstrak hormon tersebut dapat memacu terjadinya peningkatan proses pemijahan. Sehingga, dalam usaha kegiatan pemijahan ikan akan memberikan dan meningkatkan hasil benih ikan yang berkualitas.
1.2. Tujuan
  1. Melatih keterampilan teknik mahasiswa kaitannya dengan aplikasi hormon untuk kegiatan pemijahan ikan.
  2. Mempraktekkan dan mengaplikasikan teori yang didapat di lapangan.
  3. Melatih kemampuan analisis mahasiswa untuk membaca dan memahami fenomena sesungguhnya yang terjadi di lapangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mfologi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang hidup di sungai – sungai dan rawa – rawa. Ciri – ciri ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas. Ciri – cirinya yaitu pada sudut – sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut – sungut peraba. Sirip punggung disokong oleh tiga jari – jari keras dan 12 – 18 jari – jari lunak. Sirip ekor berjagak dua, bentuknya simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari – jari keras dan 5 jari – jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari – jari keras dan 13 – 15 jari – jari lunak. Jumlah sisik – sisik gurat sisi ada 33 – 36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memenjang dan piph, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, serta bintim hitam besar pada ekornya merupakan ciri utama ikan nilem. Ikan ini termasuk kelompok omnivora, makanannya berupa ganggang penempel yang disebut epifition dan perifition (Djuhanda, 1985).
2.2. Klasifikasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) menurut Saanin (1968) diklasifikasikan dalam:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Craniata
Class : Pisces
Subclass : Actinopterygi
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Species : Osteochilus hasselti
2.3. Kualitas Air
Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5 – 6 ppm, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan yaitu ≤ 1 ppm (Willoughby, 1999). Menurut Susanto (2001) suhu yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara 18 – 280C, dan untuk pH berkisar antara 6,7 – 8,6. Sedangkan menurut PBIAT Muntilan (2007), untuk kandungan ammonia yang disarankan adalah 0,5 ppm.
2.4. Reproduksi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Reproduksi pada ikan dikontrol oleh kelenjar pituitari yaitu kelenjar hipotalamus, hipofisis – gonad, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya pengaruh dari lingkungan yaitu temperatur, cahaya, cuaca yang diterima oleh reseptor dan kemudian diteruskan ke sistem syaraf kemudian hipotalamus melepaskan hormon gonad yang merangsang kelenjar hipofisa serta mengontrol perkembangan dan kematangan gonad dalam pemijahan (Sumantadinata, 1981).
Reproduksi merupakan kemampuan indivudu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun ukurannya kecil, sehingga sintasan rendah. Sebaliknya ikan memiliki telur sedikit, ukurannya besar. Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi lingkungnya (Fujaya, 2004).
Pemijahan adalah proses perkawinan antara ikan jantan dan ikan betina yang mengeluarkan sel telur dari betina, sel sperma dari jantan dan terjadi di luar tubuh ikan (eksternal). Dalam budidaya ikan, teknik pemijahan ikan dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu:
  1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan manusia, terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon),
  2. Pemijahan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah di kolam,
  3. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping atau pengurutan (Gusrina, 2008).
2.5. Induk Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Menurut Sumantadinata (1981) ikan betina matang kelamin dicirikan dengan perut yang relatif membesar dan lunak bila diraba, dari lubang genital keluar cairan jernih kekuningan, naluri gerakan lambat, postur tubuh gemuk, warna tubuh kelabu kekuningan, dan lubang genital berbentuk bulat telur agak melebar dan membengkak. Sedangkan ciri ikan jantan yang sudah matang kelamin yaitu mudah mengeluarkan sperma (milt) jika perutnya diurut (stripping), naluri gerakkannya lincah, postur tubuh dan perut ramping, warna tubuh kehijauan dan kadang gelap, lubang urogenital agak menonjol serta sirip dada kasar dan perutnya keras.
Ovulasi adalah proses keluarnya sel telur (oosit) yang telah matang dari folikel dan masuk ke dalam rongga ovarium atau rongga perut (Nagahama, 1990 dalam Gusrina, 2008). Menurut Gusrina (2008) pelepasan telur terjadi akibat:
  1. Telur membesar,
  2. Adanya kontraksi aktif dari folikel (bertindak sebagai otot halus) yang menekan sel telur keluar,
  3. Daerah tertentu pada folikel melemah, membentuk benjolan hingga pecah dan terbentuk lubang pelepasan hingga telur keluar (enzim yang berperan dalam pemecahan diding folikel: protease iplasmin kemudian diikuti oleh hormon prostaglandin F2a (PGF2a) atau chotecholamin yang merangsang kontraksi aktif dari folikel).
Telur ikan nilem (Osteochilus hasselti) banyak mengandung kuning telur yang mengumpul pada suatu kutub, tipe telur yang demikian dinamakan Telolechital (Sumantadinata, 1981). Ditambahkan pula oleh Djajareja dkk (1977) dalam Triyani (2002) warna telur ikan ini transparan dan bersifat demersal (terbenam di dasar perairan). Sementara menurut Soeminto dkk (1995) dalam Triyani (2002) telur ikan ini diameter berkisar antara 0,8 mm – 1,2 mm.
Menurut Cassie dan Effendie (1979) berat rata – rata dan panjang total untuk ikan nilem diantaranya:
  1. Berat rata – rata induk betina 200,7 gram, panjang total rata – rata induk betina 28,7 cm, dan
  2. Berat rata – rata induk jantan 187,3 gram, panjang total rata – rata induk jantan 28,2 cm.
2.6. Hormon Ovaprim
Hormon merupakan suatu senyawa yang ekskresikan oleh kelenjar endokrin, dimana kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu yang tidak memiliki saluran (Zairin, 2002). Kelenjar endokrin pada ikan menurut Lagler et al. (1962) dalam Gusrina (2008) terdapat beberapa organ antara lain adalah pituitari, pineal, thymus, jaringan ginjal, jaringan kromaffin, interregnal tissue, corpuscles of stannus, thyroid, ultibranchial, pancreatic islets, intestinal tissue, intestitial tissue of gonads dan urohypophysis.
Hormon juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas pada ikan. Dosis hormon yang diberikan sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai ekonomis jika pemberian hormon dosisnya terlalu rendah maka akan menyebabkan proses sex reversal yang berlangsung kurang sempurna (Zairin, 2002).
Ovaprim adalah campuran analog salmon GnRH dan Anti dopamine dinyatakan bahwa setiap 1 mL ovaprim mengandung 20 mg sGnRH-a (D-Arg6-Trp7, Lcu8,Prog-NET) – LHRH dan 10 mg Anti dopamine. Ovaprim juga berperan dalam memacu terjadinya ovulasi. Pada proses pematangan gonad GnRH analog yang terkandung di dalamnya berperan merangsang hipofisa untuk melepaskan gonadotropin. Sedangkan sekresi gonadotropin akan dihambat oleh dopamine. Bila dopamine dihalangi dengan antagonisnya maka peran dopamine akan terhenti, sehingga sekresi gonadotropin akan meningkat (Gusrina, 2008).
2.7. Penyuntikan Induk
Menurut Sutisna dan Sutarmanto (1995), teknik penyuntikan dengan arah jarum suntik membuat sudut 600 dari ekor bagian belakang dan jarum dimasukkan sedalam kurang lebih 1,5 cm. Hal ini ditujukkan supaya ovaprim benar – benar masuk ke bagian organ target. Pada saat dilakukan penyuntikan sebaiknya ikan dibungkus dengan jarring agar tidak lepas. Pada ikan yang lebih besar biasanya penyuntikkan dilakukan lebih dari satu orang, yakni orang pertama memegang ekor dan kepala, sedangkan orang yang lainnya menyuntikkan hormon ovaprim. Santoso (1997) menambahkan penyuntikan disarankan mengarah ke bagian depan (arah kepala) ikan, agar tidak mengenai organ bagian pencernaan dan tulang ikan. Apabila mengenai organ tersebut maka proses penyuntikkan tidak akan memacu kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon GnRH dalam proses pemijahan (tidak terjadinya proses pemijahan).
Teknik penyuntikan hormon pada ikan ada 3 yaitu intra muscular (penyuntikan kedalam otot), intra peritorial (penyuntikan pada rongga perut), dan intra cranial (penyuntikan di kepala) (Susanto, 1999). Dari ketiga teknik penyuntikkan yang paling umum dan mudah dilakukan adalah intra muscular, karena pada bagian ini tidak merusak organ yang penting bagi ikan dalam melakukan proses metabolisme seperti biasanya dan tingkat keberhasilan lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya. Menurut Muhammad dkk (2001) secara intra muscular yaitu pada 5 sisik ke belakang dan 2 sisik ke bawah bagian sirip punggung ikan.
III. METODOLOGI PRAKTEK
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Teknik Pemijahan Ikan dengan Ovaprim dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 12 November 2008 pukul 15.00 sampai dengan selesai. Tempat di laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakulas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
3.2. Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bak plastik pemijahan, aerator, selang aerator, batu aerator, suntikan, pisau, talenan, tabung reaksi, gelas ukur, akuades, tissue, alkohol. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan nilem (Ostiochilus hasselti) dan ovaprim.
3.3. Cara Kerja
  1. Disiapkan ikan jantan dan betina pada akuarium yang telah disiapkan.
  2. Diambil larutan hormon ovaprim dengan menggunakan alat suntik sesuai dengan dosis yang sudah ditentukan.
  3. Diambil ikan betina dengan tangan dan diusahakan jangan lepas, kemudian larutan ovaprim yang sudah ditambahkan dengan akuades sehingga didalam alat suntik menunjukkan banyaknya ovaprim dan akuades 2 cc.
  4. Ikan yang sudah dipegang, dengan hati-hati alat suntik ditusukkan pada bagian punggung ikan antara sirip punggung jari-jari yang ketiga dan jarak 3 sisik ke bawah.
  5. Alat suntik dimasukkan pada bagian bawah sisik, hal ini dilakukan agar ikan tidak stress.
  6. Disuntikan hormon ovaprim yang bercampur dengan akuades ke dalam ikan dengan kemiring ± 600 (sudut).
  7. Untuk ikan betina dosis yang diberikan untuk suntikkan pertama dari dosis 2 cc ovaprim dan akuades sebanyak 1,2 cc, sedangkan untuk suntikkan yang kedua apabila ikan tidak berhasil memijah setengah bagian dari dosis keseluruhan.
  8. Setelah ikan diberikan suntikkan hormon ovaprim, ikan betina diletakkan kembali ke dalam akuarium yang telah disiapkan.
  9. Selanjutnya ikan jantan diambil seperti halnya yang dilakukan pada ikan berina, namun untuk dosis ikan betina pada penyuntikkan pertama diberi dosis 0,8 cc, dan apabila penyuntikkan pertama gagal memijah, maka sama halnya seperti ikan betina yaitu untuk penyuntikkan yang kedua sebagian dari dosis keseluruhan.
  10. Setelah proses penyuntikkan, diamati 6 jam kemudian. Apabila tidak terjadi pemijahan maka dilakukan penyuntikkan untuk kali kedua dan diamati lagi setelah 6 – 8 jam kemudian.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Tabel 1. Hasil penyuntikkan ovaprim
No.
Jenis Kelamin
Waktu penyuntikan
Penyuntikan ke-
Dosis
Keterangan
1.
Jantan
Betina
15.00
15.00
1
1
0,8 cc
1,2 cc
Setelah 6 jam kemudian belum terjadi pemijahan
2.
Jantan
Betina
21.15
21.15
2
2
0,4 cc
0,6 cc
Setelah 6-8 jam kemudian terjadi pemijahan untuk ikan jantan dan betina.
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum teknik pemijahan ikan nilem (Osteochilus hasselti) yang disuntik dengan ekstrak hormon ovaprim secara alami, setelah penyuntikan pertama dengan dosisi ikan betina 1,2 cc, sedangkan untuk ikan jantan 0,8 cc. Dalam jangka waktu 6 jam kemudian tidak terhadi pemijahan. Dimana faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses penyuntikan ovaprim terhadap ikan resipien antara lain, dapat meliputi kesehatan ikan, keadaan ikan apakah tidak stress, kondisi air, suhu dimana ikan tersebut tinggal, cara penyuntikkan ovaprim dan kesterilan alat yang digunakan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Fujaya (2004) yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan (eksternal) seperti hujan, habitat, oksigen terlarut, daya hantar listrik, suhu, cahaya, kimia dan fisika air, waktu (malam hari) dan lain – lain. Kondisi lingkungan ini mempengaruhi kontrol endokrin untuk menghasilkan hormon – hormon yang mendukung proses perkembangan gonad dan pemijahan. Ditambahkan pula oleh Stacey (1984) bahwa faktor internal yang mempengaruhi pemijahan adalah pendorong dan penghambat hormon gonadotropin, gonadotropin pra ovulasi dan respon ovarium terhadap GtH (Gonadotropin Hormon).
Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5 – 6 ppm, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan yaitu ≤ 1 ppm (Willoughby, 1999). Menurut Susanto (2001) suhu yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara 18 – 280C, dan untuk pH berkisar antara 6,7 – 8,6. Sedangkan menurut PBIAT Muntilan (2007), untuk kandungan ammonia yang disarankan adalah 0,5 ppm.
Setelah dilakukan penyuntikan untuk yang kedua kalinya dosis ikan betina 0,6 cc dan untuk ikan jantan 0,4 cc atau setengah bagian dari dosis keseluruhan. Dalam jangka waktu kurang lebih 8-9 jam terjadi pemijahan, sehingga akuarium yang tadinya bersih atau tidak keruh menjadi keruh dan banyak telur juga sperma yang menggenangi air akuarium.
Menurut Gusrina (2008) pelepasan telur terjadi akibat:
  1. Telur membesar,
  2. Adanya kontraksi aktif dari folikel (bertindak sebagai otot halus) yang menekan sel telur keluar,
  3. Daerah tertentu pada folikel melemah, membentuk benjolan hingga pecah dan terbentuk lubang pelepasan hingga telur keluar (enzim yang berperan dalam pemecahan diding folikel: protease iplasmin kemudian diikuti oleh hormon prostaglandin F2a (PGF2a) atau chotecholamin yang merangsang kontraksi aktif dari folikel).
Proses spermiasi berhubungan dengan pelepasan spermatozoa dari lumen lobulus masuk kedalam saluran sperma. Pelepasan ini disebabkan oleh kenaikan tekanan hydrostatik didalam lobul untuk mengeluarkan cairan – cairan oleh sel – sel sertoli dibawah rangsangan gonadotropin. Spermatozoa kemudian didorong kedalam sistem pengeluaran, disini akan bercampur dengan cairan sperma (milt) (Fujaya, 2004).
Hormon yang disuntikan yaitu ovaprim, untuk mencapai sel target melalui komunikasi antar sel. Ada tiga cara sel-sel itu berkomunikasi diantaranya;
  1. sel mensekresikan senyawa kimia (chemical signaling) kepada sel lain ditempat yang berjauhan;
  2. sel mengekspresikan molekul permukaan yang mempengaruhi sel lainnya yang berkontak fisik dengan sel tersebut;
  3. sel membentuk ”Gapjuction” yang menghubungkan masing – masing sitoplasma sehingga dapat terjadi pertukaran molekul – molekul kecil.
Sedangkan komunikasi antar sel dengan cara sekresi kimia dapat dibagi berdasarkan jauhnya jarak yang ditempuh senyawa kima tersebut yaitu;
  1. Sinyal endokrin (Endocrine Signaling), dimana sel kelenjar endokrin akan mensekresikan hormon yang akan dibawa dalam aliran darah ke sel target yang terdistribusi dibagian tubuh lain;
  2. Sinyal parakrin (Parasine Signaling), dimana sel mensekresikan senyawa kimia (Local Chemical Mediator) yang mempunyai efek terhadap sel yang berada disekelilingnya. Senyawa kimia yang disekresikan ini akan diserap dengan cepat ;
  3. Sinyal Sinapatik (Synapatic Signaling), merupakan suatu neurotransmiter dan bekerja khusus untuk sel syaraf pada suatu daerah khusus yang disebut Chemical Synapses. Sel – sel target akan memberikan respon terhadap sinyal yang datang melalui protein khusus yang disebut receptor (Gusrina, 2008).
Pada banyak kasus reproduksi ikan, sering ditemukan bahwa proses ovulasi ikan tidak dapat berlangsung meskipun proses vitellogenesis sudah sempurna. Keberhasilan proses ovulasi ditentukan oleh mekanisme fisiologi, proses metabolisme, dan kesesuaian dengan faktor eksternal. Namun demikian informasi tentang peran faktor eksternal dalam proses reproduksi masih sangat terbatas (Musida, 2008).
Menurut Liao (1993) pemijahan alami hasil pembuahannya rata – rata tinggi, sintasan larva rata – rata rendah dan kondisi kesehatan larva lebih kuat. Untuk pemijahan buatan hasil rata – rata pembuahan rendah, sintasan tinggi dan kondisi kesehatannya lemah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
  1. Praktikan mempunyai keterampilan dalam aplikasi hormon pada proses pemijahan ikan dengan diadakannya praktikum teknik pemijahan ini;
  2. Penyuntikkan ovaprim berhasil untuk mengupayakan ikan resipien memijah, sehingga ovaprim terbukti sebagai salah satu ekstrak hormon yang berfungsi dalam proses pemijahan baik ikan jantan maupun ikan betina;
  3. Praktikan dapat mempraktekkan dan mengaplikasikan teori yang didapat dari praktikum teknik pemijahan ini;
  4. Praktikan dapat menganalisis untuk membaca dan memahami fenomena yang sesungguhnya di lapangan;
  5. Keberhasilan pemijahan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya teknik penyuntikkan, kondisi perairan, keadaan ikan yang stress atau tidak.
5.2. Saran
Dalam melakukan penyuntikkan, diharapkan ikan tidak mengalami stress dengan cara mengupayakan kondisi yang tenang dan sepi sehingga ikan akan cepat dalam proses pemijahan, serta menghasilkan kualitas telur dan embrio yang lebih baik. Untuk praktikum selanjutnya perlu dilakukan pengukuran kualitas air, sehingga dapat mengetahui faktor mana yang paling menentukan terjadinya proses pemijahan pada ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Djuhanda dan Tatang. 1981. Dunia Ikan. Armico, Bandung.
Effendie, M.I. 1979. Biologi Perikanan Cetakan I. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Liao, I.C. 1993. Finfish Hatcheries in Taiwan: Recent Advances TML. Conference Proccedings 3:1-25
Muhammad, H. Sanusi, dan H. Ambas. 2001. Pengaruh Donor dan Dosis Kelenjar Hipofisa Terhadap Ovulasi dan Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas testudineus). J. Sains dan Teknologi Vol. 3 No. 3:87-94
Musida. 2008. Siklus Reproduksi Ikan, Feromon Sex dan Kebutuhan Lingkungan untuk Memijah. Artikel Penelitian Biologi.
PBIAT Muntilan. 2007. Pusat Budidaya Ikan Air Tawar, Muntilan.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Cetakan I. Bina Cipta, Jakarta.
Santoso. 1997. Pembenihan Jambal Siam (Pangasius sutchi). Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta.
Sumantadinata, K. 1981. Perkembangbiakan Ikan – Ikan Peliharaan Indonesia. Fakultas Perikanan, Bogor.
Susanto, H. 2001. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanto, H. 1999. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutisna, D.H. dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius, Yogyakarta.
Stacey, N.E. 1984. Control of Timing of Ovulation by Exogenous and Endogenous Factors from Fish Reproduction. Pots, G.W. and Wootion, R.J. (Eds), Academic Press, London.
Triyani, E. 2002. Fertilisasi Telur Ikan Nilem (Ostiochilus hasselti) yang Dioviposisikan Tiga Jam Setelah Waktu Pemijahan. Skripsi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Willougbhy, S. 1999. Manual of Salmonid Farming. Black Well Science, London.

Zairin, M. 2002. Sex Refersal Memproduksi Benih Ikan Jantan dan Betina. Penebar Swadaya, Jakarta



Hasil penelusuran:

  • Ikan nilem
  • budidaya ikan nilem

Bagikan ke teman:

Hasil penelusuran:

  • Ikan nilem
  • budidaya ikan nilem