Kekayaan Alam Natuna
Masyarakat di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kesulitan mendapat bahan bakar jenis premium maupun solar selama Nopember 2010, padahal daerah itu merupakan penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia. Suatu kejadian terbilang langka terjadi di Kabupaten Natuna yang kaya dengan sumber daya alam Minyak dan gas yakni peristiwa langkanya bahan bakar minyak seperti premium dan solar. Untuk mendapatkan bahan bakar tersebut, masyarakat harus antri hingga berjam jam, bahkan ada masyarakat yang tidak mendapatkannya meskipun sudah antri. karena minyak yang disediakan habis dalam waktu beberapa jam saja.
Seperti yang dialami Danny (22), warga kampung Air Kolek Ranai, Kabupaten Natuna Provinsi Kepri. Danny kecewa karena tidak mendapatkan premium, meskipun sudah antri sejak pukul 08.00 pagi di tempat pengisian bahan bakar atau SPBU milik PT Pertamina di jalan Datuk Kayak Wan Muhammad Benteng Ranai. Begitupun dengan Indra yang bahkan sudah antri untuk membeli premium sejak pukul 06.00 pagi, namun harus kecewa karena tidak mendapatkannya. Sementara, petugas SPBU hanya melayani pembelian selama tiga jam pada hari Minggu (21/11) itu, sebab premium sudah habis terjual.
Kesulitan warga Natuna mendapatkan bahan bakar jenis premium, pertamax maupun solar sudah terjadi sejak awal Nopember dan kondisinya makin parah sejak satu hari paska perayaan Idul Adha (17/11) hingga akhir Nopember 2010. Menurut Indra, kejadian langkanya BBM sudah beberapa kali terjadi di Natuna, akibatnya warga mengeluh karena mobilitas dan aktivitas perekonomiannya terganggu.
Kepala Depot Pertamina Wilayah Selat Lampa Natuna, Muhamadi mengatakan langkanya BBM di Natuna disebabkan berkurangnya stok karena pasokan terhambat. Penyebabnya, pengalihan rute kapal tangker yang biasa memasok BBM ke Natuna. Rute kapal tangker yang awalnya dari Pontianak ke Natuna diganti menjadi Tanjung Gerem ke Natuna, alhasil proses peralihan rute itu membutuhkan waktu sehingga pasokan menjadi terhambat.
Muhamadi berjanji kelangkaan BBM di Natuna akan segera berakhir, sebab tangki yang membawa premium dan solar dari Depot Pertamina di Selat Lampa sudah diberangkatkan ke Ranai Natuna.
Meski Pertamina sudah menjanjikan akan menyelesaikan kelangkaan BBM di Natuna pekan ini, namun masyarakat sudah terlanjur kecewa karena mobilitas mereka terhambat disebabkan kendaraan mereka tidak dapat berjalan akibat tak ada bahan baker.
Masyarakat Natuna seolah tidak percaya begitupun dengan masyarakat diluar Natuna seolah tak percaya BBM langka di daerah itu, sebab Natuna merupakan daerah penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia.
Salah satu blok Migas yakni Blok Natuna D-Alpha saja berdasarkan kajian pemerintah menyimpan sekitar 500 juta barel minyak dan gas, dengan total potensi gas-nya ditaksir 222 triliun kaki kubik, dan ini merupakan cadangan terbesar di dunia yang tidak akan habis dieksplorasi selama 30 tahun ke depan.
Oleh karenanya, sulit diterima akal sehat jika BBM langka di Natuna, karena dengan kandungan minyak dan gas yang berlimpah itu, mestinya tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan warga Natuna yang tidak lebih dari 100 ribu jiwa, tetapi juga bisa mencukupi lebih separuh masyarakat Indonesia.
Pertamina berdalih, langkanya BBM disebabkan persoalan distribusi, namun mestinya hal itu sudah bisa diantisipasi sejak awal dengan menyediakan infrastruktur yang handal di Natuna.
Itu cukup beralasan, karena Natuna memiliki anggaran pembangunan yang cukup besar, karena selain dari APBD, Natuna juga mendapat Dana Bagi Hasil yang cukup besar dari pemerintah pusat.
Sementara itu, nilai ekonomi dari Minyak dan Gas di Natuna mencapai triliunan rupiah itu bisa dilihat dari kandungan yang terdata. Potensi gas yang recoverable atau yang bisa diperkirakan di Natuna sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) setara dengan 8,383 miliar barel minyak, jika diasumsikan harga rata-rata minyak 75 dollar AS per barel selama periode eksploitasi maka nilai potensi ekonomi gas Natuna 628,725 miliar dollar AS, setara dengan 6.287,25 triliun rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS dan itu lebih tinggi dibanding APBN 2010 yang hanya 1.047,7 triliun rupiah.
Pemerintah juga bisa mulai memikirkan untuk membangun instalasi pengolahan minyak dan gas dari bahan mentah ke bahan jadi dan siap pakai di Natuna, tidak yang terjadi selama ini, dimana Minyak dan gas dari Natuna di kirim ke Singapura dengan harga rendah lalu di olah menjadi produk BBM siap pakai kemudian Singapura mengekspornya kembali ke Indonesia dengan harga tinggi.
Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Kepri, Yerry Suparna mengatakan, Kabupaten Natuna memang merupakan daerah penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia, oleh karenanya tidak ada alas an yang cukup kuat untuk membenarkan langkanya premium dan solar di daerah itu. Oleh karenanya, pemerintah daerah bekerjasama dengan Pertamina segera mengatasi kelangkaan BBM di Natuna.
Menurut Yerry, meskipun Natuna kaya dengan Minyak dan Gas, namun pengelolaanya tidak bisa dilakukan oleh daerah, karena kebijakan untuk mengelola dan memasarkan sumber daya alam tersebut langsung dilakukan pemerintah pusat melalui instansi terkait.
Oleh karena itu, kelangkaan minyak yang terjadi pada warga Natuna juga bisa dialami oleh pengusaha yang saat ini membutuhkan gas untuk kegiatan industrinya, sementara gas yang dihasilkan dari Natuna lebih banyak dijual ke luar negeri.
Ketua Apindo Batam, OK Simatupang mengatakan, pemerintah mestinya lebih mementingkan pasokan Migas untuk kebutuhan di dalam negeri bukan untuk kebutuhan ekspor, meskipun harga jual ekspor relatif lebih tinggi dibanding penjualan di dalam negeri.
Oleh karena itu, pemerintah harus punya sikap yang tegas terhadap pengelola Migas di dalam negeri agar produksinya bisa dijual di dalam negeri. Misalnya saja untuk produksi Migas di Natuna Provinsi Kepri yang sebagian besar produksinya untuk ekspor ke Singapura dan Malaysia , padahal pengusaha di Natuna dan sekitarnya seperti di Batam sangat membutuhkan pasokan gas.
Misalnya PLN Batam yang sebagian besar mesin pembangkitnya dari gas sehingga perusahaan itu membutuhkan gas dalam jumlah besar dan kepastian pasokan. Namun yang terjadi saat ini, PLN sering mengeluh kekurangan gas karena minimnya pasokan gas dari PGN, akibatnya kualitas listrik di Batam berkurang karena listrik sering padam. (gus).