TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Keselamatan Kerja
American Society of Safety Enggineers (ASSE) mengartikan Keselamatan kerja atau Occupational Safety sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Sedangkan secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budayanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Kebijakan tentang keselamatan kerja juga diatur dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 yang ruang lingkupnya berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, memberikan perhatian kepada sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas.
Budiono (2003) menyebutkan bahwa dalam konsep pengelolaan keselamatan kerja modern (Modern Safety Management = MSM) dikenal 2 definisi keselamatan kerja. Pertama, didefinisikan sebagai bebas dari kecelakaan-kecelakaan atau bebas dari kondisi sakit, luka dan atau bebas dari kerugian. Kedua, didefinisikan sebagai pengontrolan kerugian. Definisi ini lebih fungsional karena berkaitan dengan luka, sakit, kerusakan harta dan kerugian terhadap proses. Definisi kedua ini juga termasuk dalam hal pencegahan kecelakaan dan mengusahakan seminimum mungkin terjadinya kerugian. Ini ada kaitannya dengan fungsi pengontrolan sistem manajemen.
B. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja (accident) suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Juga kecelakaan ini terjadi akibat kontak dengan suatu zat atau sumber energi. Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahya kerja.
2. Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja (Budiono, 2003).
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok (Tresnaningsih, 2007) :
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition) dari :
a. Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena :
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Berbagai industri memiliki potensi risiko terjadinya kecelakaan besar (Major Hazard Accident). Major Hazard Accident dapat menimbulkan banyak korban serta kerugian dan kerusakan terhadap industri tersebut. Major hazard accident umumnya dapat berupa kebakaran (fire), peledakan (explosion), dan pelepasan bahan beracun (toxic release) (Leimena, 1991).
Kejadian peledakan terjadi pelepasan energi yang cepat dan ditandai dengan timbulnya dentuman dan dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan. Kerusakan dan cedera akibat peledakan akan sangat tergantung pada kekuatan dentuman dan jarak tempat terjadinya ledakan. Pada suatu kejadian kebakaran dalam industri, maka akan menyebabkan terlepasnya bahan-bahan beracun ke udara bebas dan akan mempengaruhi masyarakat dan lingkungan sekitarnya serta menyebabkan gangguan-gangguan yang bersifat akut maupun kronis. Kebakaran yang terjadi dalam industri sering timbul bersamaan dengan peledakan dan pelepasan gas beracun. Dapat dikatakan bahwa kejadian ini akan selalu saling mempengaruhi (Aminjoyo dan Elisabeth, 1998)
C. Gawat Darurat Kebakaran
Peristiwa terbakar adalah suatu reaksi yang hebat dari zat yang mudah terbakar dengan zat asam. Reaksi kimia yang terjadi bersifat mengeluarkan panas. Pada beberapa zat, reaksi tersebut mungkin terjadi pada suhu udara biasa. Namun pada umumnya reaksi tersebut berlangsung sangat lambat dan panas yang ditimulkannya hilang ke sekeliling. Kebakaran terjadi apabila tiga unsur terdapat bersama sama. Unsur- unsur tersebut adalah zat asam, bahan mudah terbakar dan panas. Tanpa oksigen, pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang mudah terbakar, tak mungkin terjadi kebakaran, dan tanpa panas juga kebakaran tak akan timbul (Suma’mur, 2008).
Bahaya-bahaya kebakaran yang umum terjadi adalah sebagai berikut:
1. Merokok
2. Zat cair yang mudah terbakar
3. Nyala api terbuka
4. Ketata-rumah-tanggaan yang buruk
5. Mesin-mesin yang tak terawat dan menjadi panas
6. Kabel-kabel listrik
7. Kelistrikan statis
8. Alat-alat las (Suma’mur, 2008)
Kebakaran dapat menjadi salah satu kejadian gawat darurat dalam suatu perusahaan, sedangkan gawat darurat sendiri adalah berubahnya suatu kegiatan/keadaan atau situasi yang semula normal menjadi tidak normal sebagai akibat dari suatu peristiwa atau kejadian yang tidak diduga atau tidak dikehendaki (Budiono, 2003).
D. Penanggulangan Kegawatdaruratan Kebakaran
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.KEP.186/MEN/1999 menyebutkan bahwa penanggulangan kebakaran adalah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran, selain itu ada beberapa prosedur penanggulangan kebakaran yang dituangkan dalam Persyaratan Permenaker 05/Men/1996, yaitu:
1. Prosedur menghadapi keadaan darurat atau bencana
Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang diuji secara berkala untuk mengetahui keandalan pada saat kejadian yang sebenarnya. Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instansi yang mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi yang berwenang.
2. Prosedur menghadapi insiden
Untuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden, perusahaan harus memiliki prosedur yang meliputi :
a. Penyediaan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendaptkan pertolongan medis.
b. Proses perawatan lanjutan.
3. Prosedur rencana pemulihan keadaan darurat
Perusahaan harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat untuk secara tepat mengembalikan pada kondisi normal dan membantu memulihkan tenaga kerja yang mengalami trauma.
Sesuai dengan sifat penerapan sistem manajemen K3, maka organisasi harus secara aktif melakukan penilaian terhadap kecelakaan yang berpotensi terjadi dan menyiapkan keperluan tanggap darurat, membuat prosedur dan proses untuk mengatasinya. Jadi dalam hal ini, perusahaan harus mengembangkan emergency plan, melakukan identifikasi dan menyediakan peralatan darurat yang sesuai, serta melakukan uji coba secara periodik (Suardi, 2005).
Prosedur tanggap darurat, yaitu tata cara dalam mengantisipasi keadaan darurat, secara garis besarnya meliputi :
1. Rancangan dalam menghadapi keadaaan darurat (emergency plan):
Rancangan menghadapi keadaan darurat atau emergency plan dimaksudkan untuk mempersiapakan koodinasi dan petunjuk bagi rencana kegiatan organisasi/perusahaan, kesiagaan untuk bertindak dan mendeteksi kejanggalan pada kegiatan organisasi (ada proses pelayanan) dan atau gejala alam, dimana diduga kemungkinan akan adanya kecelakaan baik perseorangan, gangguan di wilayah kerja atau kekacauan lingkungan. Penyusunan rancangan tersebut, mengacu pada informasi sebagai berikut :
Pendidikan dan latihan dalam menghadapi keadaan darurat, dimaksudkan selain untuk memastikan perlindungan yang maksimal bagi jiwa dan kekayaan (gedung, mesin/peralatan, kendaraan, dll), juga untuk mengurangi timbulnya situasi dengan akibat yang merugikan. Persyaratan utama yang harus dimengerti oleh para pekerja adalah mengerti dan memahami kegunaan dari: prosedur tanggap darurat dan rancangan dalam menghadapi keadan darurat serta memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan prosedur penanggulangannya (International Labour Office Geneva, 1989).
3. Penanggulangan kondisi gawat darurat kebakaran
Penanggulangan keadaan darurat adalah upaya atau tindakan yang dilakukan untuk mengatasi keadaan yang akan menimbulkan kerugian, agar situasi atau keadaan yang tidak dikenhendaki tersebut dapat segera diatasi atau dinormalisasi dan kerugian ditekan seminimal mungkin. Berikut ini adalah kelompok penanggulangan keadaan darurat yang bisa dibentuk (Budiono, 2003) :
a. Pusat Koordinator selaku Pos Komando.
b. Tim Penyelamat yang berpengalaman di bidang Pertolongan Pertama.
c. Tim/Regu Pemadam Kebakaran.
d. Keamanan (Satuan pengaman/SATPAM).
e. Anggota staff lain yang terpilih.
4. Pemindahan dan Penutupan
Pada saat keadaan darurat, pastikan untuk menutup/menghentikan kegiatan/pekerjaan dan melakukan evakuasi (pemindahan) seluruh pekerja dari tempat kejadian. Evakuasi ini harus selalu disetujui oleh pejabat tertinggi dari jajaran manajemen atau apabila tidak ada di tempat bisa diwakili oleh pejabat di bawahnya, sesuai jenjang organisasi yang telah ditetapkan (Budiono, 2003).
Peralatan darurat sangat berguna untuk penanggulangan jika terjadi kondisi darurat. Karena itu perusahaan harus melakukan identifikasi dan menyediakan peralatan tersebut, dan memastikan jumlahnya memadai. Peralatan ini harus diuji kelayakannya dalam waktu yang terencana. Contoh peralatan darurat yaitu :
a. Sistem alarm
b. Lampu dan tenaga listrik darurat
c. Peralatan pemadam kebakaran
d. Fasilitas komunikasi
e. Tempat perlindungan
f. Hydrant
g. Stasiun pencuci mata (Budiono, 2003).
Emergency Exit harus disediakan oleh perusahaan sebagai persiapan jika terjadi keadaan darurat. Setiap personel yang terlibat dalam organisasi harus memahami lokasi, dan rute emergency exit. Normalnya sebuah perusahaan memiliki minimum dua rute darurat yang digunakan untuk menjadi jalan untuk ke tempat evakuasi personel. Rute ini harus berada pada lokasi yang permanen dan sepanjang rute tersebut dipastikan tidak terdapt bahan-bahan atau peralatan yang mudah terbakar. Rute ini harus menuju daerah yang lebih aman seperti jalan raya, tempat evekuasi atau tempat terbuka yang dapat dengan mudah diakses dari luar perusahaan. Rute ini juga harus menyediakan tanda yang dapat menyala sepanjang rute sebagai panduan bagi personel bila keadaan gelap (Suardi, 2005).
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan magang di PT Indonesia Power UBP Mrica Banjarnegara adalah :
Kegiatan magang dilaksanakan di bagian SPS Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) PT Indonesia Power UBP Mrica Banjarnegara yang beralamat di Jalan Raya Banyumas Km.8 Banjarnegara.
C. Waktu Kegiatan
Waktu pelaksanaan magang adalah tanggal 18 Juni sampai 13 Agustus 2011.
Aminjoyo, S.,dan Elisabeth S. 1998. Penerapan Budaya Keselamatan Di Instalasi Nuklir Di Lingkungan Pnny. ALARA, Yogyakarta.
Budiono, A.M.S. 2003. Edisi Kedua (Revisi) Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Building and Plant Safety Institute (BPSI). 2010. Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran. http://www.bpsi-safetytraining.org/index.php?option=com_content&task=view&id=39&Itemid=70. Diakses pada tanggal 28 Mei 2011
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Himpunan Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja. 2004. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta.
International Labour Office Geneva diterjemahkan oleh Andreas Sewadi Adiwardana. 1989. Pencegahan Kecelakaan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Leimena, S.L, dkk. 1991. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Pertamina-Medco E&P-Tomori Sulawesi. 2005. Prosedur Tanggap Darurat (Emergency Response Procedure). http://repository.ui.ac.id/contents/ /.pdf (online) Diakses pada 27 Mei 2011
Suardi, Rudi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penerbit PPM, Jakarta.
Suma’mur. 2008. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV Haji Masagung, Jakarta.
Tresnaningsih, Erna. 2007. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan. http://www.depkes.go.id// (online) Diakses tanggal 28 Mei 2011
Universitas Diponegoro. 2009. Seminar Nasional Argonomics. http://www.undip.ac.id/index.php/seminar-nasional-argonomics.html. Diakses pada tanggal 28 Mei 2011