Plywood Agricultural

Jabon untuk Industri Plywood

Bahan baku kayu dan nonkayu untuk industri plywood (kayu lapis) saat ini menjadi barang mahal. Dari sisi jumlah, ketersediaan kayu sangat jauh berkurang jika dibanding pada masa keemasannya.

Semakin berkurangnya ketersediaan bahan baku untuk membuat kayu lapis dan ketersediaan produk kehutanan lainnya, saat ini tidak hanya terjadi di Kalimantan Selatan, tetapi juga sudah menyebar hingga ke negara tetangga, yakni Serawak, Malaysia.

“Teman-teman saya yang bekerja di pabrik penghasil plywood di Serawak, Malaysia, sudah banyak yang pulang ke Kalsel. Menurut mereka keputusan itu diambil karena ketersediaan bahan baku untuk kayu lapis semakin jauh berkurang,” kata Direktur Umum PT Hendratna Plywood, Krishnadi Pryana kepada SH, baru-baru ini.
Sementara itu, akibat yang dirasakan pabrikan plywood di Kalimantan Selatan terlihat dari kapasitas produksinya yang tinggal 50 persen jika dibandingkan pada masa keemasan.

“Ketika bahan baku masih tersedia dan bisa didapat dengan mudah, kita mampu memproduksi plywood, moulding, block board, dan fancy wood hingga 10.000 meter kubik setiap bulannya. Tapi sekarang tinggal 5.000 meter kubik setiap bulannya,” paparnya.

Tidak hanya itu, menurut Wakil Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan Suhardi Atmodjo, imbas semakin berkurangnya ketersediaan kayu alam tidak hanya terjadi pada berkurangnya kemampuan memproduksi, tetapi yang lebih parah dari 15 pabrikan besar penghasil kayu lapis di Kalsel, enam di antaranya sudah tidak mampu berproduksi. Namun, mereka sampai kini masih terus memperpanjang izin usahanya.
Terkait dengan kebutuhan bahan baku kayu yang dibutuhkan oleh industri di Kalsel, setiap tahunnya mencapai 1.394.362,07 meter kubik. Yang bisa dipenuhi dari Provinsi Kalsel dari jumlah itu hanya sebanyak 262.708,02 meter kubik atau 18,84 persennya, sedangkan sisanya 1.131.653 meter kubik atau 81,16 persen berasal dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua.

 

 

Jabon
Kalangan industri kehutanan menyikapi kondisi ini dengan melakukan aktivitas dengan membagi-bagikan bibit pohon jenis tertentu pada warga yang tinggal di desa atau pinggir hutan di wilayah Kalsel.
Satu diantara bibit tanaman kayu yang sudah dibagikan dan hasilnya bisa dilihat saat ini adalah kayu jabon atau Antocephalus cadamba. Sejak tahun 2003 hingga akhir Oktober 2006, jabon yang sudah dibagikan pada warga sebanyak 1.130.000 bibit.

Menurut Direktur Umum PT Hendratna Plywood, Krishnadi Pryana, pilihannya jatuh pada jabon karena tanaman kayu jenis seperti jabon pertumbuhannya sangat cepat. Lingkar batangnya pada usia enam tahun bisa mencapai di atas 40-50 cm.
Pendapat yang sama juga disampaikan Menteri Kehutanan MS Kaban terkait soal upaya pemerintah dalam mengantisipasi semakin menyusutnya ketersediaan kayu, dengan mengembangkan hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat, serta kayu perkebunan.

Masih terkait dengan keterpurukan industri kayu lapis, data yang dihimpun Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) hingga akhir April 2006 menunjukkan bahwa dari 128 industri yang terdaftar, hanya tersisa 53 pabrik yang masih produksi, 26 pabrik berhenti sementara, dan sisanya 49 pabrik berhenti total.
Sebanyak 53 pabrik yang kini masih beroperasi, bahkan kapasitas produksinya tidak maksimal atau bisa dikatakan seadanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *