PENGATURAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

 Uncategorized




PENGATURAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Di KABUPATEN MANGGARAI BARAT

I.    PENDAHULUAN

Barang milik daerah seba  gai salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat harus dikelola dengan baik dan benar, yang pada gilirannya dapat mewujudkan Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Siklus Pengelolaan Barang Milik Daerah merupakan rangkaian kegiatan dan/atau tindakan yang meliputi : 1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran; 2) pengadaan; 3) penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; 4) penggunaan; 5) penatausahaan; 6) pemanfaatan; 7) pengamanan dan pemeliharaan; 8) penilaian; 9) penghapusan; 10) pemindahtanganan; 11) pembinaan, pengawasan dan pengendalian; 12) pembiayaan; dan 13) tuntutan ganti rugi.
Pengelolaan Barang Milik Daerah dilaksanakan secara terpisah dari pengelolaan barang milik negara.

Dalam perencanaan kebutuhan dan penganggaran perlu dilakukan koordinasi yang baik dengan memperhatikan standarisasi yang telah ditetapkan sesuai kondisi daerah. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran bukanlah suatu kegiatan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah, sehingga diperlukan adanya pemahaman dari seluruh SKPD terhadap tahapan kegiatan Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Perencanaan kebutuhan barang dilakukan berdasarkan pertimbangan : a) untuk mengisi kebutuhan barang pada masing-masing unit/satuan kerja sesuai besaran orang/jumlah pegawai dalam satu organisasi; b) adanya barang-barang yang rusak, dihapus, dijual, hilang, mati atau sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga memerlukan penggantian; c) adanya peruntukan barang yang didasarkan pada peruntukan standar perorangan, jika terjadi mutasi/berubah personil sehingga mempengaruhi kebutuhan barang; d) untuk menjaga tingkat persediaan barang milik daerah bagi setiap tahun anggaran bersangkutan agar efisien dan efektif; dan e) pertimbangan teknologi, sedangkan perencanaan penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan dengan memperhatikan kemampuan/ketersediaan keuangan daerah.

Selanjutnya pengadaan dilakukan dengan tujuan tertib administrasi penyediaan/Pengelolaan Barang Milik Daerah, pendayagunaan  Barang Milik Daerah secara maksimal dan tercapainya tertib pelaksanaan penatausahaan  Barang Milik Daerah. Pengadaan barang dapat dipenuhi dengan cara pengadaan/pemborongan pekerjaan, membuat sendiri (swakelola), penerimaan (hibah atau bantuan/sumbangan atau kewajiban pihak ketiga), tukar menukar dan guna serah.
Penerimaan barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari hasil pengadaan dan/atau dari pihak ketiga harus dilengkapi dengan dokumen pengadaan dan berita acara. Penyimpanan dan penyaluran sebagai tindak lanjut penerimaan merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka tertib administrasi Pengelolaan Barang Milik Daerah. Dalam penyimpanan perlu disesuaikan dengan sifat dan jenis barang untuk penempatan pada gudang penyimpanan dan pengeluaran dapat dilakukan sesuai rencana penggunaan untuk memenuhi kebutuhan dalam penyelengaraan tugas pokok dan fungsi.

Penggunaan merupakan penegasan pemakaian barang milik daerah yang ditetapkan oleh Bupati kepada pengguna/kuasa pengguna barang sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan. Penetapan status penggunaan barang milik daerah pada masing-masing SKPD memperhatikan jumlah personil/pegawai, standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi SKPD, beban tugas dan tanggungjawab SKPD dan jumlah, jenis dan luas yang dirinci termasuk nilainya. Status penggunaan untuk menunjukkan adanya kepastian hak, wewenang dan tanggungjawab kepala SKPD.

Penatausahaan barang milik daerah meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan. Pengguna/kuasa pengguna harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam daftar barang pengguna dan daftar kuasa pengguna sesuai dengan penggolongan dan kodefikasi inventaris barang milik daerah. Dokumen kepemilikan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan disimpan oleh pengguna.

Inventarisasi merupakan kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan barang dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakai. Dari kegiatan inventarisasi disusun Buku Inventaris yang menunjukkan semua kekayaan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.

Kuasa pengguna menyampaikan laporan penggunaan barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada pengguna, selanjutnya pengguna menyampaikan kepada Bupati melalui pengelola. Pembantu pengelola menghimpun seluruh laporan dan dibuat rekapitulasinya. Rekapitulasi tersebut digunakan sebagai bahan penyusunan neraca daerah.

Pemanfaatan merupakan pendayagunaan barang milik daerah yang dapat digunakan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD dalam bentuk pinjam pakai, sewa, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna dengan tidak mengubah status kepemilikan. Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Bupati, dan selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola.

Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan oleh pengguna kepada pengelola dapat didayagunakan secara optimal sehingga tidak membebani APBD, khususnya biaya pemeliharaan dan kemungkinan adanya penyerobotan dari pihak lain yang tidak bertanggungjawab. Pemanfaatan barang milik daerah yang optimal akan membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan menambah/meningkatkan pendapatan daerah.

Pengamanan merupakan tindakan pengendalian dan penertiban dalam upaya pengurusan barang milik daerah secara fisik, administratif dan tindakan hukum sehingga barang tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal serta terhindar dari penyerobotan pengambil alihan atau klaim dari pihak lain. Selanjutnya pemeliharaan merupakan tindakan agar semua barang selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka pengamanan dan penyusunan neraca daerah berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah Daerah.

Penghapusan barang milik daerah adalah tindakan penghapusan barang pengguna/kuasa pengguna dan penghapusan dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah. Pada prinsipnya semua barang milik daerah dapat dihapuskan sepanjang memenuhi alasan-alasan yang dipersyaratkan seperti alasan/pertimbangan teknis, ekonomis dan pertimbangan lainnya. Penghapusan barang milik daerah berupa barang tidak bergerak seperti tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD, sedangkan untuk barang-barang inventaris lainnya selain tanah dan/atau bangunan sampai dengan Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dilakukan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Bupati.

Sebagai tindak lanjut penghapusan adalah pemindahtanganan barang milik daerah. Terhadap barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) pemindahtanganan ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD. Sedangkan pemindahtanganan barang berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD apabila : a) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; b) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran; c) diperuntukkan bagi pegawai negeri; d) diperuntukan bagi kepentingan umum; e) dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. Bentuk-bentuk pemindahtanganan meliputi penjualan dan tukar menukar, hibah dan penyertaan modal.

Untuk menjamin kelancaran Pengelolaan Barang Milik Daerah secara berdaya guna dan berhasil guna, maka fungsi pembinaan, pengawasan dan pengendalian menjadi sangat penting. Pembinaan dilakukan melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan dan supervisi. Pengendalian diarahkan agar pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dan pengawasan dilakukan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan/atau kegiatan telah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pembiayaan terhadap keperluan Pengelolaan Barang Milik Daerah direncanakan dan diajukan setiap tahun melalui APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka pengamanan dan penyelamatan terhadap barang milik daerah, maka Rancangan Peraturan Daerah ini perlu dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang sanksi terhadap pengelola, pengguna/kuasa pengguna, dan penyimpan dan/atau pengurus barang berupa Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang karena perbuatannya merugikan daerah.

II.    DASAR HUKUM
Landasan hukum dalam pengelolaan Barang Milik Daerah di Kabupaten Manggarai Barat adalah sebagai berikut :
1.    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2.    Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
3.    Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 jo Undang-Undang nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
4.    Peraturan Pemerintah  Nomor 58 Tahun 2005  tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
5.    Peraturan pemerintah Nomor 6 tahun 2006 Jo Peraturan pemerintah Nomor  38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
6.    Peraturan Menteri Dalam Negeri  Nomor 7 Tahun 2006 Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja  Pemerintahan Daerah;
7.    Peraturan Menteri Dalam Negeri  Nomor 13 Tahun 2006  Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
8.    Peraturan Menteri Dalam Negeri  Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;
9.    Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat nomor 5 tahun 2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Manggarai Barat;
10.    Peraturan Bupati Manggarai Barat nomor 21 tahun 2011 tentang Tata Cara Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran Barang Milik Daerah  Kabupaten Manggarai Barat;
11.    Peraturan Bupati Manggarai Barat nomor 22 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengamanan Dan Pemeliharaan Barang Milik Daerah Kabupaten Manggarai Barat;

12.    Peraturan Bupati Manggarai Barat nomor 23 tahun 2011 tentang  Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah
13.    Peraturan Bupati Manggarai Barat nomor 25 tahun 2011 tentang  Tata Cara Penerimaan, Penyimpanan, Penatausahaan  dan Penyaluran Barang Milik Daerah  Kabupaten Manggarai Barat.

III.    PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARANG

1.     Umum

Pelaksanaan perencanaan kebutuhan dan penganggaran perlu terkoordinasi dengan baik dengan memperhatikan standarisasi yang telah ditetapkan.

Mengenai perencanaan kebutuhan dan penganggaran bukanlah merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan barang milik daerah.

Dalam perencanaan kebutuhan dan penganggaran barang daerah perlu adanya pemahaman dari seluruh satuan kerja perangkat daerah terhadap tahapan kegiatan pengelolaan barang milik daerah, sehingga koordinasi dan sinkronisasi dalam kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan baik.

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu memahami wewenang tugas dan fungsi sebagai berikut :
a.    Bupati sebagai pemegang kekuasaan barang milik daerah mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran barang milik daerah serta mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan pembinaan dalam pengelolaan barang milik Daerah;

b.    Bupati dalam rangka pelaksanaan, pembinaan dan pengelolaan barang milik daerah dibantu oleh:
1)    Sekretaris Daerah selaku pengelola, sebagai koordinator dibantu oleh asisten yang membidangi Pengelolaan Barang Milik Daerah melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah, bertugas dan bertanggungjawab atas terselenggaranya koordinasi dan sinkronisasi antara pembinaan, pengelolaan dan pengguna penggunaan barang Milik Daerah.
Apabila dalam pembinaan dan pengelolaan barang milik daerah terdapat perbedaan pendapat antara unsur pembinaan, pengelolaan dengan pengguna/kuasa pengguna barang yang mengakibatkan kemacetan, maka Sekretaris Daerah selaku pengelola barang berkewajiban untuk mengambil tindakan pengamanan yang bersifat sementara.
Dalam keadaan demikian, Sekretaris Daerah diminta maupun tidak diminta harus menyampaikan laporan dan saran kepada Bupati untuk mendapatkan keputusan terakhir;

2)    Asisten yang membidangi dibantu oleh Pembantu Pengelola bertanggungjawab atas terlaksananya tertib pemenuhan standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintahan Daerah, standarisasi harga dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah; dan

3)    Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pengguna bertugas dan bertanggungjawab atas perencanaan kebutuhan, Penganggaran dan pengadaan  Barang Milik Daerah yang menjadi kewenangannya.

2.     Perencanaan kebutuhan dan penganggaran
a.    Dalam melakukan perencanaan kebutuhan barang dilaksanakan berdasarkan pertimbangan yaitu:
1)    untuk mengisi kebutuhan barang pada masing-masing Unit/Satuan Kerja sesuai besaran organisasi/jumlah pegawai dalam satu organisasi;
2)    adanya barang-barang yang rusak, dihapus, dijual, hilang, mati atau sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga memerlukan penggantian;
3)    adanya peruntukan barang yang didasarkan pada peruntukan standar perorangan, jika terjadi mutasi bertambah personil sehingga mempengaruhi kebutuhan barang;
4)    untuk menjaga tingkat persediaan barang milik daerah bagi setiap tahun anggaran bersangkutan agar efisien dan efektif; dan
5)    pertimbangan teknologi

b. Fungsi perencanaan penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan dengan memperhatikan kemampuan/ ketersediaan keuangan daerah;
c.    Perencanaan penganggaran untuk pemenuhan kebutuhan barang harus terinci dengan memuat banyaknya barang, nama barang, waktu dan jumlah biaya yang diperlukan;
d.    Perencanaan kebutuhan barang milik daerah disusun oleh masing¬-masing SKPD sebagai bahan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dengan memperhatikan standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah dan standarisasi harga yang telah ditetapkan oleh Bupati;
e.    Kegiatan Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran.
1)    Kegiatan perencanaan dan penentuan kebutuhan didasarkan atas beban tugas dan tanggungjawab masing-masing unit sesuai anggaran yang tersedia dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)     barang apa yang dibutuhkan;
b)     dimana dibutuhkan;
c)     bilamana dibutuhkan;
d)     berapa biaya;
e)     siapa yang mengurus dan siapa yang menggunakan;
f)      alasan-alasan kebutuhan; dan
g)     cara pengadaan.
standarisasi dan spesifikasi barang-barang yang dibutuhkan, baik jenis, macam maupun jumlah dan besarnya barang yang dibutuhkan.
Standarisasi merupakan penentuan jenis barang dengan titik berat pada keseragaman, kualitas, kapasitas dan bentuk yang memudahkan dalam hal pengadaan dan perawatan, yang berlaku untuk suatu jenis barang dan untuk suatu jangka waktu tertentu.

2)    Pembantu pengelola melaksanakan koordinasi, menyiapkan/ menyusun dan menghimpun:
a)     rencana kebutuhan barang milik daerah untuk satu tahun anggaran yang diperlukan oleh setiap SKPD; dan
b)    standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah dan standarisasi harga.
3)    Standarisasi sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf b) di atas, disusun oleh Panitia ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

a.    Tahap kegiatan

1)    Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pengguna barang merencanakan dan menyusun kebutuhan barang  untuk SKPD yang dipimpinan.
2)    Kepala SKPD menyusun Rencana Kebutuhan Barang dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang kemudian menyampaikan kepada Pengelola melalui pembantu pengelola untuk meneliti dan menyusun menjadi Daftar Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (DRKBMD) dan Daftar Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DRKPBMD);
3)    Rencana Kebutuhan Barang Unit (RKBU) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Unit (RKPBU) yang disusun oleh Kepala SKPD harus memperhitungkan Kebutuhan  Barang diperlukan, ketrsediaan Barang yang telah tersedia, Kondisi Barang yang ada dan umur ekonomis barang yang bersangkutan.
4)    Pengajuan RKBU dan RKPBU oleh Kepala SKPD dilakukan bersamaan dengan Pengajuan Renstra SKPD untuk masa perencanaan 5 (lima) tahun dan  Renja SKPD untuk masa perencanaan Tahunan.
5)    Dalam rangka melakukan penelitian dan pengujian RKBU dan RKPBU SKPD, Bupati menetapkan Panitia Penelitian dan pengujian, yang melibatkan unsur-unsur, sebagai berikut :
a.    Sekretaris Daerah selaku Pengelola sebagai ketua
b.    Asisten Sekretaris Daerah yang membidangi Pengelolaan Aset  dan Asisten Sekretaris Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan, masing-masing sebagai Wakil Ketua I dan II
c.    Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah  sebagai Sekretaris
d.    Kepala Bagian Administrasi Pembangunan sebagai anggota;
e.    Kepala Bidang Anggaran sebagai Anggota
f.    Kepala Bidang Pengelolaan Kekayaan Daerah sebagai Anggota
g.    Kepala Bagian Organisasi sebagai Anggota
h.    Kepala Bidang Pengembangan dan perencanaan Kebutuhan Pegawai pada BKD sebagai Anggota.
i.    Kepala Seksi Perencanaan, Pengadaan dan Optimalisasi Pemanfaatan Kekayaan daerah sebagai Anggota
j.    Kepala Seksi Penilaian, Pemeliharaan, pengendalian dan Penghapusan Barang Milik Daerah sebagai anggota

6)    Berdasarkan hasil Penelitian dan pengujian Panitia, ditetapkan menjadi Daftar Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (DRKBMD) dan Daftar Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DRKPBMD) dalam Keputusan Bupati.
7)     DRKBMD dan DRKPBMD dijadikan sebagai  Pedoman bagi Kepala SKPD dalam Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) pada tahun anggaran berkenan.
8)    Rencana kebutuhan barang SKPD disusun berdasarkan standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
9)    setelah APBD, ditetapkan Kepala SKPD menyusun Daftar Kebutuhan Barang Unit (DKBU) dan Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Unit (DKPBU) dan disampaikan kepada Bupati melalui pengelola;
10)    berdasarkan rencana tahunan barang dari semua SKPD, oleh Pengelola melalui pembantu diteliti dan dihimpun menjadi Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) untuk satu tahun anggaran;
11)    Pangajuan  DKBU dan DKPBU bersamaan dengan Pengajuan Rancangan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat  Daerah (DPA-SKPD) pada Tahun Anggaran berkenan.
12)    Penelitian yang dilakukan oleh Pengelola melalui Pembantu Pengelola dilakukan bersamaan dengan verifikasi DPA-SKPD dan yang diteliti adalah kesesuaian data antara APBD dan daftar Usulan yang diajukan oleh Kepala SKPD, bukan untuk mengurangi dan/atau menghilangkan.
13)    daftar kebutuhan barang daerah tersebut dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah di SKPD;

IV.    PENGADAAN

1.     Umum
a.    Pengadaan barang daerah dilaksanakan oleh Panitia/Pejabat Pengadaan dengan tujuan:
1)    tertib administrasi pengadaan barang daerah;
2)     tertib administrasi pengelolaan barang daerah;
3)    pendayagunaan barang daerah secara maksimal sesuai dengan tujuan pengadaan barang daerah; dan
4)     tercapainya tertib pelaksanaan penatausahaan barang daerah.

b.     Pengadaan barang daerah dapat dipenuhi dengan cara:
1)    pengadaan Langsung;
2)    Penunjukan Langsung
3)    membuat sendiri (swakelola);
4)    Pelelangan Umum;
5)    Pelelangan Sederhana;
6)    penerimaan (hibah atau bantuan/sumbangan atau kewajiban Pihak Ketiga); dan
7)    tukar menukar.

c.    Administrasi Pengadaan barang daerah yang dilaksanakan oleh Panitia/Pejabat Pengadaan mencakup seluruh kegiatan pengadaan barang daerah sesuai dengan Daftar Kebutuhan Barang Daerah;
d.    Pengadaan barang daerah melalui Pejabat Pengadaan/ULP, batasan dan cakupan kegiatan ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.    Bupati dapat melimpahkan kewenangan kepada Kepala SKPD untuk menetapkan Panitia Pengadaan pada masing-masing SKPD yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
f.    Pelaksanaan teknis administrasi lebih lanjut dikoordinasikan dan dikonsultasikan dengan pembantu pengelola; dan
g.    Kepala SKPD bertanggungjawab baik tertib administrasi maupun kualitas barang serta melaporkan pelaksanaannya kepada Bupati melalui pengelola.

2.     Tatacara Pelaksanaan Pengadaan Barang Milik Daerah

a.    Panitia Pengadaan/ULP ditetapkan dengan Keputusan Bupati apabila pengadaan untuk lintas SKPD sedangkan pengadaan untuk kepentingan SKPD dapat ditetapkan dengan Keputusan Kepala SKPD dengan susunan keanggotaannya melibatkan unsur teknis terkait;
b.    Pejabat Pengadaan/ULP menyelenggarakan tender/lelang dan mengambil keputusan dalam suatu rapat yang dituangkan dalam Berita Acara Lelang mengenai calon pemenang atas dasar harga terendah dikaitkan dengan harga perkiraan sendiri (owner estimate) yang dapat dipertanggungjawabkan untuk kualitas barang yang dibutuhkan, selanjutnya menyampaikan Berita Acara tersebut disertai saran kepada Bupati dan/atau Sekretaris Daerah dan/atau Pengguna Anggaran untuk menetapkan Pemenang Lelang.
Dalam Berita Acara Lelang dimaksud memuat antara lain:
1)    hari, tanggal dan tempat pelaksanaan lelang;
2)    anggota panitia yang hadir;
3)    rekanan yang diundang, rekanan yang hadir, rekanan yang memenuhi syarat; dan
4)    surat-surat penawaran yang masuk.

c.    Setelah ditetapkan calon pemenang lelang, Bupati atau pengelola atau pengguna, menetapkan pemenang lelang;
d.    Pelaksanaan mengadakan/pekerjaan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1)    membuat Surat Perjanjian yang ditandatangani oleh Bupati atau pengelola atau Kepala SKPD;dan
2)    sepanjang pengadaan/pekerjaan tidak dilakukan melalui lelang, maka pelaksanaan pengadaan/pekerjaan dilakukan dengan Surat Perintah Kerja yang ditandatangani oleh Kepala SKDP dan/atau pejabat pengadaan.
Dalam Surat Perintah Pengadaan/Pekerjaan tersebut diatas, merupakan dasar untuk penerimaan barang, harus dengan tegas memuat dan menyatakan jumlah barang dan biaya maupun syarat-syarat lain yang diperlukan.

e.    Penerimaan barang dilaksanakan oleh penyimpanan barang dan/atau pengurus barang setelah diperiksa oleh Panitia Pemeriksa Barang Daerah dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan;
f.    Pembayaran hanya dapat dilakukan apabila melampiri dokumen-dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3.    Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus diperhatikan hal-hal sebagi berikut:
a.    keseluruhan dokumen kontrak yang bersangkutan harus disusun sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan/atau ketentuan yang tercantum dalam perjanjian yang bersangkutan;
b.    Penyedia barang/jasa yang ditunjuk benar-benar mampu dan memiliki reputasi baik, antara lain dibuktikan dari pelaksanaan pekerjaannya pada kontrak yang lain pada waktu lalu di Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya yang bersangkutan dan ditempatkan pemberi kerja yang lain;
c.    Harga yang disepakati benar-benar telah memenuhi persyaratan, menguntungkan daerah dan telah dibandingkan dengan standar harga yang ditetapkan oleh Bupati serta dapat dipertanggungjawabkan.

4.    Pengaturan Khusus Pengadaan Barang/Jasa
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah oleh Satuan kerja Perangkat Daerah mengikuti Ketentuan yang mengatur tentang Sistem pengadaan Barang/jasa Pemerintahan sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

5.    Pengadaan Tanah

Pelaksanaan Pengadaan Tanah  mengikuti Ketentuan yang mengatur tentang Sistem pengadaan pengadaan Tanah sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

6.     Daftar hasil pengadaan barang milik daerah.

Daftar hasil pengadaan barang milik daerah memuat catatan seluruh barang yang diadakan oleh semua SKPD dalam masa satu tahun anggaran.

Yang dimaksud dengan pengadaan di sini yaitu pengadaan atas beban APBD dan/atau perolehan lainnya, dalam hubungan ini, setiap Kepala SKPD bertanggung jawab untuk melaksanakan pembuatan daftar hasil pengadaan barang milik daerah dalam lingkungan wewenangnya dan bertanggung jawab pula untuk melaporkan/menyampaikan daftar hasil pengadaan barang milik daerah tersebut kepada Bupati melalui pengelola. Daftar hasil pengadaan barang inventaris dan barang pakai habis, dijadikan lampiran Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja SKPD, yang .

Prosedur pembuatan Daftar Hasil Pengadaan Barang Milik Daerah (DHPBMD) tersebut adalah sebagai berikut:
a.     Pembantu pengelola menyediakan formulir yang diperlukan;
b.     Formulir tersebut dikirim/disampaikan kepada semua SKPD untuk diisi sesuai dengan barang-barang yang diadakan oleh unit yang bersangkutan;
c.    Daftar tersebut dibuat setiap 6 (enam) bulan sekali dan/atau setahun sekali;
d.    Berdasarkan formulir yang dikirimkan kepala SKPD wajib menyusun dan menyampaikan daftar hasil pengadaan dari SKPD yang dipimpinnya.
e.    Daftar hasil Pengadaan Barang Milik Daerah dari semua SKPD dikirim ke pembantu pengelola paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan untuk disusun/dihimpun menjadi Buku Daftar Hasil Pengadaan Barang Milik Daerah.
f.    Buku Daftar Hasil Pengadaan Barang Milik Daerah yang telah dihimpun oleh Pembantu pengelola dilaporkan kepada Bupati melalui Pengelola, untuk ditetapkan menjadi Aset Pemerintah Daerah.
g.    Daftar Hasil Pengadaan yang telah ditetapkan menjadi Bahan Penyusunan Laporan Keuangan Daerah.
h.    Bagi SKPD yang sampai dengan Batas waktu sebagaimana dimaksud huruf e belum menyampaikan Daftar Pengadaan Barang Milik Daerah dari SKPDnya dikenakan Sanksi sesuai ketentuan yang berlaku;
i.    Sanksi sebagaimana dimaksud huruf h dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis  dan  Peniadaan perencanaan Pengadaan untuk Tahun Anggaran berikutnya  bagi SKPD yang bersangkutan.

V.    PENERIMAAN, PENYIMPANAN DAN PENYALURAN
1.     Umum

Penerimaan barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari hasil pengadaan dan/atau dari pihak ketiga harus dilengkapi dengan dokumen pengadaan dan berita acara.

Penyimpanan dan penyaluran barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari penerimaan barang milik daerah baik melalui pengadaan maupun sumbangan/ bantuan/hibah merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah.

Dalam pelaksanaan penyimpanan dan penyaluran barang milik daerah diperlukan ketelitian sehingga kegiatan penyimpanan disesuaikan dengan sifat dan jenis barang untuk penempatan pada gudang penyimpanan, sedangkan dalam pelaksanaan penyaluran dapat dilakukan sesuai rencana penggunaan untuk memenuhi kebutuhan dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi.

2.    Penerimaan
a.    Semua barang bergerak penerimaannya dilakukan oleh penyimpan barang/ pengurus barang, untuk itu penerimaan barang oleh penyimpanan barang/pengurus barang dilaksanakan di gudang penyimpanan.
b.    Pelaksanaan penerimaan barang tersebut anatara lain:
1)    dasar penerimaan barang ialah surat perintah kerja/surat perjanjian/kontrak pengadaan barang /Nota Pesanan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang;
2)    barang yang akan diterima harus disertai dokumen yang jelas menyatakan macam/jenis, banyak, harganya dan spesifikasi barang;
3)    barang diterima apabila hasil penelitian barang oleh panitia/Pejabat  pemeriksa barang menyatakan telah  sesuai dengan isi dokumen tersebut pada angka 2) di atas dalam berita acara Pemeriksaan;
4)    Pernyataan penerimaan barang dinyatakan sah apabila berita acara pemeriksaan barang telah ditandatangani oleh Panitia /Pejabat Pemeriksa Pemeriksa Barang Daerah, penyimpan/ pengurus barang dan penyedia barang/jasa;
5)    apabila berdasarkan penelitian ternyata ada kekurangan atau syarat-syarat yang belum terpenuhi, maka penerimaan barang dilakukan dengan membuat tanda penerimaan sementara barang yang dengan tegas membuat sebab-sebab daripada penerimaan sementara barang;
6)    apabila kekurangan dan syarat-syarat tersebut pada angka 5) sudah terpenuhi sesuai dengan ketentuan pada angka 3), maka dapat dilaksanakan penerimaan barang sesuai ketentuan pada angka 4);
7)    apabila barang telah diterima akan tetapi belum sempat diperiksa, maka penerimaan barang dilaksanakan dengan membuat tanda penerimaan barang sementara, dengan diberi catatan barang belum diteliti oleh Panitia Pemeriksa Barang Daerah;

c.     Panitia/Pejabat Pemeriksa Barang Daerah.
1)    Pejabat Pemeriksa Barang ditetapkan dengan Keputusan Pengguna barang/kepala SKPD;
2)    Panitia Pemeriksa Barang Daerah (PPBD) ditetapkan dengan Keputusan Bupati dengan susunan personalia melibatkan unsur teknis terkait;
3)    Bupati dapat melimpahkan kewenangan pembentukan Panitia Pemeriksa Barang Daerah kepada Kepala SKPD dengan Keputusan Bupati;
4)     Tugas Panitia Pemeriksa Barang.
Panitia Pemeriksa Barang Daerah setelah melaksanakan pekerjaannya membuat Berita Acara hasil pemeriksaan barang, jika ternyata bahwa barang yang diperiksa tersebut tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana tertera dalam surat Perjanjian dan/atau dokumen penyerahan lainnya, maka Berita Acara Pemeriksaan Barang segera diberitahukan kepada Panitia/Pejabat Pengadaan yang melaksanakan pengadaan.

Berdasarkan Berita Acara pemeriksaan barang tersebut, Panitia/Pejabat Pengadaan harus segera mengambil tindakan penyelesaian, jika pelaksanaan penyelesaian barang dimaksud memerlukan waktu yang lama, maka barang tersebut dapat diserahkan kepada penyimpan barang /pengurus barang untuk disimpan sebagai barang titipan.

Dalam hal ini harus dibuat Berita Acara sementara yang memuat semua data/keterangan yang diperlukan sehubungan dengan kekurangan-kekurangan barang dimaksud.

3.     Penyimpanan
a.    Penyimpanan barang daerah dilaksanakan dalam rangka pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di dalam gudang/ruang penyimpanan sehingga dalam pengurusan barang persediaan agar setiap waktu diperlukan dapat dilayani dengan cepat dan tepat.

b.    Kegiatan penyimpanan barang milik daerah yaitu;
1)    menerima, menyimpan, mengatur, merawat dan menjaga keutuhan barang dalam gudang/ruang penyimpanan agar dapat dipergunakan sesuai dengan rencana secara tertib, rapi dan aman;
2)    menyelenggarakan administrasi penyimpanan/pergudangan atas semua barang yang ada dalam gudang;
3)    melakukan stock opname secara berkala ataupun insidentil terhadap barang persediaan yang ada didalam gudang agar persediaan selalu dapat memenuhi kebutuhan;

4)    membuat laporan secara berkala atas persediaan barang yang ada di gudang.

c.     Pejabat Penyimpan/Pengurus Barang.

Pejabat Penyimpan dan pengurus barang adalah pegawai yang ditugaskan untuk menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang milik daerah yang diangkat oleh pengelola atas nama  Bupati untuk masa 1 (satu) tahun anggaran dan bertanggungjawab kepada pengelola melalui atasan langsungnya.

Pejabat Penyimpan dan pengurus barang dapat diangkat kembali pada tahun anggaran berikutnya dengan memperhatikan ketentuan jabatan, dimana jabatan Pejabat penyimpan dan pengurus barang dapat dirangkap oleh satu orang  sepanjang beban tugas/volume kegiatan tidak terlalu besar.

Setiap tahun pengelola menunjuk/menetapkan kembali penyimpan barang dalam lingkungan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
1)    diusulkan oleh Kepala SKPD yang bersangkutan;
2)     serendah-rendahnya menduduki golongan II dan setinggi¬ tingginya golongan III, mengacu kepada Undang-undang kepegawaian;
3)    minimal mempunyai pengalaman dalam pengurusan barang/telah mengikuti kursus penyimpan barang;
4)    mempunyai sifat dan akhlak yang baik, antara lain jujur, teliti, dan dapat dipercaya.

Dalam keputusan penunjukan/penetapan/pengangkatan Pejabat penyimpan dan Pengurus barang oleh pengelola sekaligus ditunjuk atasan langsungnya yang antara lain berkewajiban memberikan persetujuan atas setiap pengeluaran barang dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya, serta ditetapkan pula jumlah dan/atau besarnya insentif/honor bagi Pejabat penyimpan dan Pengurus barang dimaksud, dengan ketentuan Honor/insentif tersebut besarannya minimal sama dengan Bendahara Pengeluaran di SKPD.

Tugas dan tanggungjawab Pejabat penyimpan dan pengurus barang:
1)    menerima, menyimpan dan menyerahkan barang milik daerah ke unit pemakai;
2)    mencatat secara tertib dan teratur penerimaan barang, pengeluaran barang dan keadaan persediaan barang ke dalam buku/kartu barang menurut jenisnya terdiri dari:
a)    Buku barang inventaris;
b)    Buku barang pakai habis;
c)    Buku hasil pengadaan;
d)    Kartu barang;
e)    Kartu persediaan barang.
3)    menghimpun seluruh tanda bukti penerimaan barang dan pengeluaran/ penyerahan secara tertib dan teratur sehingga memudahkan mencarinya apabila diperlukan sewaktu-waktu terutama dalam hubungan dengan pengawasan barang;
4) membuat laporan mengenai barang yang diurusnya berdasarkan Kartu Persediaan Barang apabila diminta dengan sepengetahuan atasan langsungnya;
5)    membuat laporan, baik secara periodik maupun secara insidentil mengenai pengurusan barang yang menjadi tanggungjawabnya kepada pengelola melalui atasan langsungnya;
6)    membuat perhitungan/pertanggung jawaban atas barang yang diurusnya;
7)    bertanggungjawab kepada pengelola melalui atasan langsung mengenai barang-barang yang diurusnya dari kerugian, hilang, rusak atau dicuri dan sebab lainnya;
8)    melakukan perhitungan barang (stock opname) sedikitnya setiap 6 (enam) bulan sekali, yang menyebutkan dengan jelas jenis jumlah dan keterangan lain yang diperlukan, untuk selanjutnya dibuatkan Berita Acara perhitungan barang yang ditandatangani oleh penyimpan barang.

9)     Dalam hal Pejabat penyimpan dan Pengurus barang berhalangan, maka :
a)    apabila melebihi 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, Pejabat penyimpan dan Pengurus barang tersebut wajib memberikan surat kuasa kepada pejabat yang ditunjuk untuk melakukan tugas-tugas Pejabat penyimpan dan Pengurus barang atas tanggung jawab Pejabat penyimpan dan Pengurus barang yang bersangkutan dengan diketahui kepala SKPD;
b)    apabila melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan, Kepala SKPD harus menunjuk  Pejabat penyimpan dan Pengurus barang  sementara dan diadakan berita acara serah terima;
c)    apabila Pejabat penyimpan dan Pengurus barang sesudah 3 (tiga) bulan belum juga dapat melaksanakan tugas, maka dianggap yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau berhenti dari jabatan sebagai Pejabat penyimpan dan Pengurus barang dan Kepala SKPD  segera mengusulkan  penggantinya untuk melaksanakan tugas-tugas pengelolaan Barang Milik Daerah di SKPD.

d.  Kewajiban Atasan Langsung Pejabat Penyimpan dan Pengurus Barang.
1)    Atasan langsung Pejabat penyimpan dan pengurus barang wajib secara berkala 6 (enam) bulan sekali mengadakan pemeriksaan atas penyelenggaraan tugas penyimpan barang, yaitu pemeriksaan pembukuan/pencatatan dan pemeriksaan gudang.
Hasil pemeriksaan harus dibuat dalam berita acara pemeriksaan dan dicatat dalam buku pemeriksaan penyimpan barang yang bersangkutan.
Hasil pemeriksaan dimaksud dikirim kepada Pengelola dan tembusannya masing-masing untuk Pembantu Pengelola dan Pengawas Fungsional Daerah Kabupaten Manggarai Barat.

Dalam hal atasan langsung penyimpan barang berhalangan maka Pengelola atau pejabat yang berwenang menunjuk pejabat lain sebagai atasan langsung penyimpan/pengurus barang.

2)    Dalam hal terjadi kerugian akibat kelalaian penyimpan barang, atasan langsung turut bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi.

4.     Penyaluran
Penyaluran merupakan kegiatan untuk melakukan pengiriman barang dari gudang ke unit kerja.
Fungsi penyaluran adalah menyelenggarakan pengurusan pembagian/pelayanan barang secara tepat, cepat dan teratur sesuai dengan kebutuhan.
Kegiatan Penyaluran yaitu :
a. Menyelenggarakan penyaluran barang kepada unit kerja;

b. Menyelenggarakan adminstrasi penyaluran dengan tertib dan rapi;dan
c. Membuat laporan realisasi penyaluran barang milik daerah.

VI.    PENGGUNAAN
1.    Umum
Penggunaan merupakan penegasan pemakaian barang milik daerah yang ditetapkan oleh Bupati kepada pengguna/kuasa pengguna barang sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan.
Penetapan status penggunaan barang milik daerah pada masing-masing SKPD dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.     jumlah personil/pegawai pada SKPD;
b. standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi SKPD;
c.     beban tugas dan tanggungjawab SKPD; dan
d.     jumlah, jenis dan luas, dirinci dengan lengkap termasuk nilainya.
Status penggunaan barang milik daerah pada masing-masing SKPD ditetapkan dalam rangka tertib pengelolaan barang milik daerah dan kepastian hak, wewenang dan tanggungjawab kepala SKPD.

2.     Tata cara penetapan status penggunaan.
a.     pengguna melaporkan barang milik daerah yang berada pada SKPD yang bersangkutan kepada pengelola disertai usul penetapan status penggunaan;
b.     pengelola melalui pembantu pengelola, meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.    setelah dilakukan penelitian atas kebenaran usulan SKPD, pengelola mengajukan usul kepada Bupati untuk ditetapkan status penggunaannya.
d.     penetapan status penggunaan barang milik daerah untuk melaksanakan tugas dan fungsi SKPD dan/atau dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan;

e.    penetapan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, ditetapkan dengan Keputusan  Bupati;
f.    atas penetapan status penggunaan, masing-masing Kepala SKPD melalui penyimpan/pengurus barang wajib melakukan penatausahaan barang daerah yang ada pada pengguna masing¬masing.

3.     Penyerahan tanah dan/atau bangunan.
a.    pengguna barang wajib menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dipergunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi SKPD kepada Bupati melalui pengelola;
b.    Bupati menetapkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang harus diserahkan oleh pengguna karena sudah tidak dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan;
c.     Pengguna yang tidak menyerahkan tanah dan/atau bangunan tersebut diatas dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan tanah dan/atau bangunan tersebut.

VII.    PENATAUSAHAAN

1.     Umum
a.    Dalam penatausahaan barang milik daerah dilakukan 3 (tiga) kegiatan yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan;
b.    Pengguna/kuasa pengguna barang daerah harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam daftar barang pengguna dan daftar kuasa pengguna sesuai dengan penggolongan dan kodefikasi inventaris barang milik daerah;
c.    dokumen kepemilikan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan disimpan oleh pengelola; dan
d.    dokumen kepemilikan selain tanah dan/atau bangunan disimpan oleh pengguna.

2.     Kebijakan Akuntansi Barang Milik Daerah
a.     Pengguna/kuasa pengguna barang wajib melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP).

b.     Pengguna/kuasa pengguna barang dalam melakukan pendaftaran dan pencatatan sesual format:
1)     Kartu Inventaris Barang (KIB) A Tanah;
2)     Kartu Inventaris Barang (KIB) B Peralatan dan Mesin
3)     Kartu Inventaris Barang (KIB) C Gedung dan Bangunan;
4)     Kartu Inventaris Barang (KIB) D Jalan, Irigasi dan Jaringan;
5)     Kartu Inventaris Barang (KIB) E Aset Tetap Lainnya;
6)     Kartu Inventaris Barang (KIB) F Konstruksi dalam Pengerjaan; dan
7)     Kartu Inventaris Ruangan (KIR).

c.    Pembantu pengelola melakukan koordinasi dalam pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b ke dalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD).

3.     Inventarisasi
a.     Peran dan Fungsi Inventarisasi.
Inventarisasi merupakan kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian.

Dari kegiatan inventarisasi disusun Buku Inventaris yang menunjukkan semua kekayan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.

Buku inventaris tersebut memuat data meliputi lokasi, jenis/merk type, jumlah, ukuran, harga, tahun pembelian, asal barang, keadaan barang dan sebagainya.

Adanya buku inventaris yang lengkap, teratur dan berkelanjutan mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting dalam rangka:
1)    pengendalian, pemanfaatan, pengamanan dan pengawasan setiap barang;
2)    usaha untuk menggunakan memanfaatkan setiap barang secara maksimal sesuai dengan tujuan dan fungsinya masing-masing;dan
3)    menunjang pelaksanaan tugas Pemerintah.
Barang inventaris adalah seluruh barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya lebih dari satu tahun dan dicatat serta didaftar dalam Buku Inventaris.

Agar Buku Inventaris dimaksud dapat digunakan sesuai fungsi dan peranannya, maka pelaksanaannya harus tertib, teratur dan berkelanjutan, berdasarkan data yang benar, lengkap dan akurat sehingga dapat memberikan informasi yang tepat dalam:
1)    perencanaan kebutuhan dan pengangaran;
2)    pengadaan.
3)    penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;
4)    penggunaan.
5)    penatausahaan;
6)    pemanfaatan.
7)      pengamanan dan pemeliharaan;
8)      penilaian;
9)     penghapusan;
10)     pemindahtanganan;
11)     pembinaan, pengawasan dan Pengendalian
12)    pembiayaan; dan
13)     tuntutan ganti rugi.

b.    Barang Milik/Kekayaan Negara yang dipergunakan oleh Pemerintah Daerah, pengguna mencatat dalam Buku Inventaris tersendiri dan dilaporkan kepada pengelola.
c.    Barang milik daerah adalah barang yang berasal/dibeli dengan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumbangan berupa pemberian, hadiah, donasi, wakaf, hibah, swadaya, kewajiban pihak ketiga dan sumbangan pihak lain.
d.    Termasuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada huruf c adalah barang milik daerah yang pengelolaannya berada pada Perusahaan Daerah/ Badan Usaha Milik Daerah/yayasan Milik Daerah.
e.    Pimpinan Perusahaan Daerah/Badan Usaha Milik Daerah/yayasan Milik Daerah wajib melaporkan daftar inventaris barang milik daerah kepada Bupati, dan Bupati berwenang untuk mengendalikan setiap mutasi inventaris barang tersebut.

4.     Pelaporan
a.     Kuasa pengguna barang menyampaikan laporan pengguna barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada pengguna.
b.     Pengguna menyampaikan laporan pengguna barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada Bupati melalui pengelola.
c.     Pembantu pengelola menghimpun seluruh laporan pengguna barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan dari masing-masing SKPD, jumlah maupun nilai serta dibuat rekapitulasinya.
d.     Rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada huruf C di atas, digunakan sebagai bahan penyusunan neraca daerah.
c.    Hasil sensus barang daerah dari masing-masing pengguna/kuasa pengguna, di rekap ke dalam buku inventaris dan disampaikan kepada pengelola, selanjutnya pembantu pengelola merekap buku inventaris tersebut menjadi buku induk inventaris.
d.    Buku Induk Inventaris sebagaimana dimaksud pada huruf e merupakan saldo awal pada daftar mutasi barang tahun berikutnya, selanjutnya untuk tahun-tahun berikutnya pengguna/kuasa pengguna dan pengelola hanya membuat Daftar Mutasi Barang (bertambah dan/atau berkurang) dalam bentuk rekapitulasi barang milik daerah.
g.    Mutasi barang bertambah dan/atau berkurang pada masing-masing SKPD setiap semester, dicatat secara tertib pada :
1)     Laporan Mutasi Barang; dan
2)     Daftar Mutasi Barang.
h.    Laporan mutasi barang merupakan pencatatan barang bertambah dan/atau berkurang selama 6 (enam) bulan untuk dilaporkan kepada Bupati melalui pengelola.
i.    Laporan Mutasi Barang semester I dan semester II digabungkan menjadi Daftar Mutasi Barang selama 1 (satu) tahun, dan masing¬masing dibuatkan Daftar Rekapitulasinya (Daftar Rekapitulasi Mutasi Barang).
j.    Daftar mutasi barang selama 1 (satu) tahun tersebut disimpan di Pembantu Pengelola.
k.     Rekapitulasi seluruh barang milik daerah (daftar mutasi) sebagaimana dimaksud pada huruf J, disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri.
I.     Laporan inventarisasi barang (mutasi bertambah dan/atau berkurang) selain mencantumkan jenis, merek, type, dan lain sebagainya juga harus mencantumkan nilai barang.

m.    Format Laporan Pengurus Barang :
1)     Buku Inventaris;
2)     Rekap Buku Inventaris;
3)     Laporan Mutasi Barang;
4)     Daftar Mutasi Barang;
5)     Rekapitulasi Daftar Mutasi Barang;
6)     Daftar Usulan Barang yang Akan Dihapus);
7)     Daftar Barang Milik Daerah yang Digunausahakan.

VIII.    PENGAMANAN BARANG MILIK DAERAH
1.    Umum
Pengamanan merupakan kegiatan/tindakan pengendalian dan penertiban dalam upaya pengurusan barang milik daerah secara fisik, administratif dan tindakan hukum.
Pengamanan sebagaimana tersebut diatas, dititik beratkan pada penertiban/pengamanan secara fisik dan administratif, sehingga barang milik daerah tersebut dapat dipergunakan/dimanfaatkan secara optimal serta terhindar dari penyerobotan pengambil alihan atau klaim dari pihak lain.

2.     Pelaksanaan pengamanan
Pengamanan dilakukan terhadap barang milik daerah berupa barang inventaris dalam proses pemakaian dan barang persediaan dalam gudang yang diupayakan secara fisik, administratif dan tindakan hukum.
a)     Pengamanan fisik
1)    Barang inventaris.
Pengamanan terhadap barang-barang bergerak dilakukan dengan cara:
–    pemanfaatan sesuai tujuan.
–    penggudangan/penyimpanan baik tertutup maupun terbuka.
–    pemasangan tanda kepemilikan.

Pengamanan terhadap barang tidak bergerak dilakukan dengan cara :
–    Pemagaran.
–     Pemasangan papan tanda kepemilikan.
–     Penjagaan.

2)    Barang persediaan.
Pengamanan terhadap barang persediaan dilakukan oleh penyimpan dan pengurus barang dengan cara penempatan pada tempat penyimpanan yang baik sesuai dengan sifat barang tersebut agar barang milik daerah terhindar dari kerusakan fisik.
b)    Pengamanan administratif.
1)     barang inventaris.
Pengamanan  administrasi  terhadap barang bergerak dilakukan dengan cara :
–    pencatatan/inventarisasi.
–    kelengkapan bukti kepemilikan antara lain BPKB, faktur pembelian dll.
–    pemasangan label kode lokasi dan kode barang berupa stiker.

Pengamanan administrasi terhadap barang tidak bergerak dilakukan dengan cara :
–    pencatatan/inventarisasi.
–    penyelesaian bukti kepemilikan seperti: 1MB, Berita Acara serah terima, Surat Perjanjian, Akte Jual Beli dan dokumen pendukung lainnya.

2)    Barang persediaan.
Pengamanan administratif terhadap barang persediaan dilakukan dengan cara pencatatan dan penyimpanan secara tertib.

c)     Tindakan hukum.
Pengamanan melalui upaya hukum terhadap barang inventaris yang bermasalah dengan pihak lain, dilakukan dengan cara:
–    negosiasi (musyawarah) untuk mencari penyelesaian.
–    Penerapan hukum.

3.     Aparat Pelaksana Pengamanan
Pengamanan pada prinsipnya dilaksanakan oleh aparat pelaksana Pemerintah Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.
a.    Pengamanan administratif.
    Pencatatan oleh Pengguna dan dilaporkan kepada pengelola melalui Pembantu Pengelola;
    Pemasangan label dilakukan oleh Pengguna dengan koordinasi Pembantu Pengelola;
    Pembantu Pengelola dan/atau SKPD menyelesaikan bukti kepemilikan barang milik daerah.

b.    Pengamanan fisik.
    Pengamanan fisik secara umum tehadap barang inventaris dan barang persediaan dilakukan oleh pengguna.
    penyimpanan bukti kepemilikan dilakukan oleh pengelola.
    pemagaran dan pemasangan papan tanda kepemilikan dilakukan oleh pengguna terhadap tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan oleh Pembantu Pengelola terhadap tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna kepada Bupati.

c.    Tindakan Hukum.
    musyawarah untuk mencapai penyelesaian atas barang milik daerah yang bermasalah dengan pihak lain pada tahap awal dilakukan oleh pengguna dan pada tahap selanjutnya oleh Pembantu Pengelola .
    Upaya pengadilan Perdata maupun Pidana    dengan dikoordinasikan oleh  Bagian Hukum.
    Penerapan hukum melalui tindakan represif/pengambil alihan, penyegelan atau penyitaan secara paksa dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersama-sama Biro Hukum, Pembantu Pengelola dan SKPD Terkait.

4.     Pembiayaan
Pembiayaan pengamanan barang miik daerah dibebankan pada APBD dan/atau sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.

IX.    PEMELIHARAAN BARANG MILIK DAERAH

1.    Umum
Pemeliharaan merupakan kegiatan atau tindakan agar semua barang selalu dalam kedaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pemeliharaan dilakukan terhadap barang inventaris yang sedang dalam unit pemakaian, tanpa merubah, menambah atau mengurangi bentuk maupun kontruksi asal, sehingga dapat dicapai pendayagunaan barang yang memenuhi persyaratan baik dari segi unit pemakaian maupun dari segi keindahan.
Penyelenggaraan pemeliharaan dapat berupa :
a)    Pemeliharaan ringan adalah pemeliharaan yang dilakukan sehari¬ hari oleh Unit pemakai / pengurus barang tanpa membebani anggaran;
b)    Pemeliharaan sedang adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara berkala oleh tenaga terdidik/terlatih yang mengakibatkan pembebanan anggaran; dan
c)    Pemeliharaan berat adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara sewaktu-waktu oleh tenaga ahli yang pelaksanaannya tidak dapat diduga sebelumnya, tetapi dapat diperkirakan kebutuhannya yang mengakibatkan pembebanan anggaran.

Penyelenggaraan pemeliharaan dimaksudkan untuk mencegah barang milik daerah terhadap bahaya kerusakan yang disebabkan oleh faktor:
a)     Biologis;
b)    Cuaca, suhu dan sinar;
c)     Air dan kelembaban;
d)     Fisik yang meliputi proses penuaan, pengotoran debu, sifat barang yang bersangkutan dan sifat barang lain, benturan, getaran dan tekanan; dan

e)    Lain – lainnya yang dapat mengakibatkan perubahan kualitas dan sifat-sifat lainnya yang mengurangi kegunaan barang.

2.     Sasaran pemeliharaan
Barang yang dipelihara dan dirawat adalah barang inventaris yang tercatat dalam buku inventaris

3.     Rencana pemeliharaan barang
a)    Rencana pemeliharaan barang yaitu penegasan urutan tindakan atau gambaran pekerjaan yang akan dilaksanakan terhadap barang inventaris, yang dengan tegas dan secara tertulis memuat macam/jenis barang, jenis pekerjaan, banyaknya atau volume pekerjaan, perkiraan biaya, waktu pelaksanaan dan pelaksanaannya.
b)     Setiap unit diwajibkan untuk menyusun rencana pemeliharaan barang dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut:
1)    Harus memuat ketentuan mengenai macam/jenis barang, jenis pekerjaan, banyaknya atau volume pekerjaan, perkiraan biaya, waktu dan pelaksanaannya;
2)    Rencana Kebutuhan Pemeliharan Barang Unit oleh SKPD disampaikan kepada Bupati melalui pengelola untuk dilakukan penelitian dan verifikasi kelayakan pemeliharaan.
3)    Apabila diperlu Pengelola membentuk Panitia penelitian dan pengkajian Usulan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan SKPD.
4)    Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang SKPD yang telah ditelitii dan dikaji diajukan kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Daftar Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DRKPBMD).
5)    DRKPBMD yang telah ditetapkan dalam Keputusan Bupati dijadikan Pedoman bagi SKPD dalam penyusunan Renja dan RKA-SKPD.
6)    Pengajuan RKPBU sebagaimana dimaksud pada angka 2) oleh SKPD disampaikan kepada Pengelola melalui Pembantu Pengelola sebelum jadwal dan waktu penyusunan KUA, PPAS Renja dan RKA-SKPD.

4.     Pelaksanaan pemeliharaan
a)    Pelaksanaan pemeliharaan barang milik daerah dilaksanakan oleh pembantu pengelola, pengguna dan kuasa pengguna sesuai dengan daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah (DKPBMD) yang ada di masing-masing SKPD;
b)    Setelah APBD ditetapkan Kepala SKPD menyusun Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Unit (DKPBU) dan disampaikan kepada Pengelola melalui Pembantu Pengelola;
c)    Pengajuan dan Pengkajian DKPBU dilakukan bersamaan dengan Pengajuan Rancangan DPA-SKPD untuk Tahun Anggaran berkenan;

d)    DKPBU yang telah diverifikasi oleh Pembantu Pengelola melalui Pengelola mengajukan kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DKPBMD) dengan Keputusan Bupati;
e)    Keputusan Bupati tentang Penetapan DKPBMD menjadi pedoman bagi SKPD dalam pelaksanaan Pemeliharaan Barang Milik Daerah sesuai kewenangannya.
f)    Proses Pelaksanaan Pemeliharaan Barang Milik Daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
g)    Dalam rangka tertib pemeliharaan setiap jenis barang milik daerah, harus dibuat kartu pemeliharaan/perawatan yang memuat:
1)     Nama barang inventaris;
2)     Spesifikasinya;
3)     Tanggal perawatan;
4)     Jenis pekerjaan atau pemeliharaan;
5)     Barang-barang atau bahan-bahan yang dipergunakan;
6)     Biaya pemeliharaan/perawatan;
7)     Yang melaksanakan pemeliharaan/perawatan;
8)    Lain-lain yang dipandang perlu

h)    Pencatatan dalam kartu pemeliharaan/perawatan barang dilakukan oleh Pejabat Penyimpan dan Pengurus Barang.
i)    Penerimaan pekerjaan pemeliharaan/perawatan barang:
1)    Pekerjaan pemeliharaan barang yang akan diterima harus dilakukan pemeriksaan oleh Panitia/Pejabat  Pemeriksa Barang;
2) Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan yang ditandatangani oleh Panitia/Pejabat  Pemeriksa Barang;
3)    Pelaksanaan pekerjaan/pemeliharaan barang dilaporkan kepada Pengelola melalui pembantu pengelola;
4)    Pembantu pengelola menghimpun seluruh pelaksanaan pemeliharaan barang dan dilaporkan kepada Bupati;

X.    PENILAIAN BARANG DAERAH
1.     Umum
a.    Penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka pengamanan dan penyusunan neraca daerah;
b.    Penilaian barang milik daerah berpedoman pada Kebijakan  Akuntansi Pemerintah Daerah;
c.    Kegiatan penilaian barang milik daerah harus didukung dengan data yang akurat atas seluruh kepemilikan barang milik daerah yang tercatat dalam daftar inventarisasi barang milik daerah;

d.    Penilaian barang milik daerah selain dipergunakan untuk penyusunan neraca daerah, juga dipergunakan dalam rangka pencatatan, inventarisasi, pemanfaatan, pemindahtanganan dan inventarisasi

2. Pelaksanaan Penilaian Barang Milik Daerah.
a.    Pelaksanaan penilaian barang milik daerah dilakukan oleh Tim yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan dapat melibatkan dengan lembaga independen bersertifikat dibidang penilaian asset;
b.    Lembaga independen bersertifikat dibidang penilaian aset adalah perusahaan penilai yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.    Penilaian barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Panitia penilai, khusus untuk tanah dan/atau bangunan, dilakukan dengan estimasi terendah menggunakan Nilai Jual Objek Pajak sehingga diperoleh nilai wajar;
d.    Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan berdasarkan nilai perolehan dikurangi penyusutan serta memperhatikan kondisi fisik aset tersebut;
e.    Penilaian barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Lembaga Independen yang bersertifikat dibidang penilaian aset, dilakukan dengan pendekatan salah satu atau kombinasi dari data pasar, kalkulasi biaya dan kapitalisasi pendapatan serta dilakukan sesuai standar penilaian Indonesia yang diakui oleh Pemerintah.

3.     Ketentuan Khusus.
a.    apabila harga barang hasil pembelian, pembuatan dan berasal dari sumbangan/hibah tidak diketahui nilainya, maka dapat dilakukan penilaian oleh Tim Penaksir atau oleh penyimpan dan pengurus barang;
b.    dalam menentukan nilai taksiran dilakukan dengan membandingkan barang yang sejenis dan tahun yang sama;
c.    penilaian terhadap benda-benda bersejarah dan benda-benda bercorak kebudayaan, pelaksanaan penilaiannya dapat melibatkan tenaga ahli dibidang tersebut;
d.    terhadap barang milik daerah yang kondisinya telah rusak sama sekali dan tidak mempunyai nilai, tidak perlu dicantumkan dalam daftar nilai untuk membuat neraca (segera di proses penghapusannya dari buku inventaris);
e.    apabila harga barang pembelian, pembuatan atau harga barang yang diterima berasal dari sumbangan/hibah dan sebagainya tidak diketahui karena tiadanya dokumen yang bersangkutan menunjukan nilai yang tidak wajar, nilainya supaya ditaksir oleh Tim penaksir harga atau penyiman dan pengurus barang;
f.    benda-benda bersejarah dan benda-benda yang bercorak kebudayaan tetap dimasukkan ke dalam Buku Inventaris, sedangkan nilainya dapat ditaksir dengan bantuan tenaga ahli dibidang tersebut.
4.  Ketentuan Perhitungan Penyusutan Aset
a.    Barang-barang Inventaris  yang berdasarkan Kebijakan Akuntansi Daerah tidak masuk dalam Aset Tetap diperlu dilakukan perhitungan nilai penyusutan.
b.    Perhitungan Nilai Penyusutan Aset Daerah berupa Bangunan diatur sebagai berikut :
1)    Bangunan Permanen  : 2 % tiap tahun
2)    Bangunan semi Permanen : 4 % tiap Tahun
3)    Bangunan Darurat              : 10 % tiap tahun
Dengan ketentuan nilai penyusutan maksimum 80 % (delapan puluh per sen).
c.    Perhitungan nilai penyusutan aset tetap selain bangunan diatur sebagai berikut :
1)    Kendaraan Perorangan Dinas : 12,5 % tiap tahun
2)    Kendaraan Dinas Operasional : 10 % tiap tahun
3)    Kendaraan Operasional Khusus/Lapangan  : 10 % tiap tahun
4)    Alat-alat Elektronik                        : 15 % tiap tahun
5)    Meubelair/furniture, dll                : 20 % tiap tahun
Dengan ketentuan nilai penyusutan maksimum 80 % (delapan puluh per sen).
d.    Nilai Pemeliharaan dan/atau perawatan/Perbaikan Barang Milik Daerah menambah nilai Aset tetap.

XI.    PENGHAPUSAN

1.     Umum
Penghapusan barang milik daerah adalah tindakan penghapusan barang Pengguna/Kuasa Pengguna dan penghapusan dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah.
Penghapusan tersebut di atas, dengan menerbitkan Keputusan Bupati tentang Penghapusan Barang Milik Daerah.

2.     Dasar penghapusan barang
Pada prinsipnya semua barang milik daerah dapat dihapuskan, yakni :
a.    Penghapusan barang tidak bergerak berdasarkan pertimbangan/ alasan-alasan sebagai berikut:
1)    rusak berat, terkena bencana alam/force majeure.
2)    tidak dapat digunakan secara optimal (idle)
3)    terkena planologi kota.
4)    kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas.
5)    penyatuan lokasi dalam rangka efisiensi dan memudahkan koordinasi.
6)    pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana strategis Hankam.

b.    Penghapusan barang bergerak berdasarkan pertimbangan/alasan¬-alasan sebagai berikut :
1)    pertimbangan Teknis, antara lain:
a)    secara fisik barang tidak dapat digunakan karena rusak dan tidak ekonomis bila diperbaiki.
b)    secara teknis tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi.
c)    telah melampaui batas waktu kegunaannya/kedaluwarsa.
d)    karena penggunaan mengalami perubahan dasar spesifikasi dan sebagainya.
e)    selisih kurang dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan/susut dalam penyimpanan/pengangkutan.

2)    Pertimbangan Ekonomis, antara lain :
a)    Untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih atau idle.
b)    Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaannya lebih besar dari manfaat yang diperoleh.

3)    Karena hilang/kekurangan perbendaharaan atau kerugian, yang disebabkan:
a)    Kesalahan atau kelalaian Penyimpan dan/atauPengurus Barang.
b)    Diluar kesalahan/kelalaian Penyimpan dan/atau Pengurus Barang.
c)    Mati, bagi tanaman atau hewan/ternak.
d)    Karena kecelakaan atau alasan tidak terduga (force majeure ).

3.     Wewenang penghapusan barang daerah
Wewenang Penghapusan Barang Milik Daerah diatur sebagai berikut :
a.    Penghapusan barang milik Daerah berupa barang tidak bergerak seperti tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD;
b.    Penghapusan Barang Milik Daerah dengan nilai perolehan sampai dengan  Rp. 5.000.000.000,- (lima miliyar Rupiah) dilaksanakan oleh pengelola setelah memperoleh Persetujuan Bupati
c.    Penghapusan Barang Milik Daerah dengan nilai perolehan akumulasi  diatas Rp. 5.000.000.000,- (lima miliyar Rupiah) ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan dari DPRD.

4.     Kewajiban pelaporan
Barang milik daerah yang rusak, hilang, mati (hewan dan tanaman), susut, berlebih dan tidak efisien lagi supaya dilaporkan kepada Bupati melalui pengelola.

Laporan tersebut harus menyebutkan nama, jumlah barang, lokasi, nomor kode barang, nilai barang dan lain-lain yang diperlukan.

5.     Proses penghapusan barang milik daerah
a.    Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan penghapusan Barang Milik Daerah perlu membentuk Panitia Penghapusan.
b.    Panitia penghapusan sebagaimana dimaksud huruf a di tetapkan dan/atau diangkat oleh Bupati bagi penghapusan yang akan dilaksanakan oleh Pengelola dan/atau yang memerlukan persetujuan DPRD;
c.    Tugas Panitia Penghapusan meneliti barang yang rusak, dokumen kepemilikan, administrasi, penggunaan, pembiayaan, pemeliharaan/ perbaikan maupun data lainnya yang dipandang perlu.
d.    Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara dengan melampirkan data kerusakan, laporan hilang dari kepolisian, surat keterangan sebab kematian dan lain-lain.
e.    Berdasarkan usulan Pengguna dan Kuasa Pengguna Barang Pengelola mengajukan permohonan persetujuan kepada Bupati mengenai rencana penghapusan barang Barang Milik Daerah dengan melampirkan Berita Acara hasil penelitian Panitia Penghapusan.
f.    Setelah mendapat persetujuan Bupati, penghapusan ditetapkan dengan Surat Keputusan Pengelola atas nama Bupati  tentang  penghapusan Barang Milik Daerah dan sekaligus menetapkan cara penjualan dengan cara lelang umum melalui Kantor Lelang Negara atau lelang terbatas dan/atau disumbangkan/dihibahkan atau dimusnahkan.
g.    Apabila akan dilakukan lelang terbatas, Bupati membentuk Panitia Pelelangan terbatas untuk melaksanakan penjualan/pelelangan terhadap barang yang telah dihapuskan dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah.
h.    Khusus penghapusan untuk barang bergerak karena rusak berat dan tidak dapat dipergunakan lagi seperti alat Kantor dan Alat Rumah Tangga yang sejenis termasuk kendaraan khusus lapangan seperti Alat Angkutan berupa kendaraan Alat Berat, Mobil Jenazah, Truk, Ambulance atau kendaraan lapangan lainnya ditetapkan penghapusannya oleh Pengelola setelah mendapat persetujuan Bupati.

6.     Pelaksanaan penghapusan barang milik daerah

a.    Penghapusan barang milik daerah dilakukan dalam hal barang tersebut sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang (mutasi).
b.     Penghapusan barang milik daerah dilakukan dalam hal barang tersebut sudah tidak berada pada Daftar Barang Daerah.
c.    Penghapusan tersebut di atas dilakukan setelah mendapat persetujuan Bupati.

d.     Penghapusan barang daerah dengan tindak lanjut pemusnahan dilakukan apabila barang dimaksud :
1)    Tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan dan tidak dapat dipindahtangankan.
2)    Alasan lain sesuai peratuan perundang-undangan.

7.     Pelaksanaan penghapusan secara khusus
a.    Penghapusan gedung milik daerah yang harus segera dibangun kembali (rehab total) sesuai dengan peruntukan semula serta yang sifatnya mendesak dan membahayakan, penghapusannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
b.    Dalam keadaan bangunan yang membahayakan keselamatan jiwa dapat dilakukan pembongkaran terlebih dahulu sambil menunggu Keputusan Bupati. Alasan-alasan pembongkaran bangunan gedung dimaksud adalah :
1)    Rusak berat yang disebabkan oleh kondisi konstruksi bangunan gedung sangat membahayakan keselamatan jiwa dan mengakibatkan robohnya bangunan gedung tersebut.
2)    Rusak berat yang disebabkan oleh bencana alam seperti gempa bumi, banjir, angin topan, kebakaran dan yang sejenis.

XII.    PEMINDAHTANGANAN
1.     Umum.
Pemindahtanganan barang milik daerah adalah pengalihan kepemilikan sebagai tindak lanjut dari penghapusan.
Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD.
Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD apabila:
a.    Sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b.    Harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
c.    Diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d.    Diperuntukkan bagi kepentingan umum;
e.    Dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

2.     Bentuk-bentuk pemindahtanganan meliputi :
a.     Penjualan dan Tukar Menukar;
b.     Hibah;
c.     Penyertaan modal

3.     Penjualan dan Tukar Menukar.

Penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang melalui Kantor Lelang Negara setempat, atau melalui Panitia Pelelangan Terbatas untuk barang milik daerah yang bersifat khusus yang dibentuk dengan Keputusan Bupati, dan hasil penjualan/pelelangan tersebut disetor sepenuhnya ke Kas Daerah.
keanggotaan Panitia Pelelangan/Penjualan barang tersebut dapat sama dengan keanggotaan Panitia Penghapusan.
Penjualan barang milik daerah yang dilakukan secara lelang meliputi barang bergerak dan barang tidak bergerak.
Barang bergerak seperti mobil ambulance, mobil pemadam kebakaran, mikro bus, derek, alat-alat berat, kendaraan diatas air dan jenis kendaraan untuk melayani kepentingan umum serta barang inventaris lainnya.
Barang yang tidak bergerak yaitu tanah dan/atau bangunan.
Mengingat prinsip pokok bahwa fungsi tanah yang dalam penguasaan Pemerintah Daerah harus benar-benar dipergunakan secara tertib dan harus diamankan, yaitu jangan sampai menimbulkan pertentangan dalam masyarakat, maka pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan harus jelas luas tanah, lokasi dan nilainya.
Tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah adalah tanah Negara yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk Hak Pakai, atau Hak Pengelolaan, atau tanah berasal dari tanah rakyat yang telah dibebaskan oleh Pemerintah Daerah dengan memberikan ganti rugi ataupun tanah lain yang dikuasainya berdasarkan transaksi lain (sumbangan, hibah), sesuai dengan prosedur dan persyaratan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tanah dengan Hak Pakai atau Hak Pengelolaan dimaksud, diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yakni instansi Badan Pertanahan Negara.
Berdasarkan Keputusan pemberian Hak Pakai atau Hak Pengelolaan tersebut, kepada instansi Badan Pertanahan Negara setempat perlu dimintakan sertifikat Hak Pakai atau Hak Pengelolaan atas nama Pemerintah Daerah.
Pelepasan hak atas tanah dan bangunan Pemerintah Daerah dikenal 2 (dua) cara, yakni melalui pelepasan yaitu dengan cara pembayaran ganti rugi (dijual) dan dengan cara tukar menukar (ruilslagh/tukar guling).
Tujuannya:
a.     Untuk meningkatkan tertib administrasi pelaksanaan pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara ganti rugi atau dengan cara tukar menukar (ruilslag/tukar guling) dalam rangka pengamanan barang milik daerah;
b.     Mencegah terjadinya kerugian daerah; dan
c.     Meningkatkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah untuk kepentingan daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Subyek pelepasan (ganti rugi atau tukar menukar/ruilslag/tukar guling) adalah pelepasan hak dengan cara ganti rugi atau tukar menukar (ruilslag/tukar guling) dapat dilakukan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antara Pemerintah Daerah dengan Swasta, BUMN/BUMD, Koperasi, pegawai/ perorangan, atau Badan Hukum lainnya.
Alasan pelepasan hak (cara ganti rugi atau cara tukar menukar/ruilslag/tukar guling) antara lain:
a.     Terkena planologi;
b.     Belum dimanfaatkan secara optimal (idle);
c.     Menyatukan barang/aset yang lokasinya terpencar untuk memudahkan koordinasi dan dalam rangka efisiensi;
d.    Memenuhi kebutuhan operasional Pemerintah Daerah sebagai akibat pengembangan organisasi; dan
e.     Pertimbangan khusus dalam rangka pelaksanaan rencana strategis Hankam.
Pelepasan dengan alasan tersebut di atas dilaksanakan karena dana untuk keperluan memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah tidak tersedia dalam APBD.
Motivasi/pertimbangan lainnya, yakni :
a.     Disesuaikan dengan peruntukan tanahnya berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota/Wilayah ( RUTRK/W);
b.     Membantu instansi Pemerintah diluar Pemerintah Daerah yang bersangkutan yang memerlukan tanah untuk lokasi kantor, perumahan dan untuk keperluan pembangunan lainnya;
c.     Tanah dan bangunan Pemerintah Daerah yang sudah tidak cocok lagi dengan peruntukan tanahnya, terlalu sempit dan bangunannya sudah tua sehingga tidak efektif lagi untuk kepentingan dinas dapat dilepas kepada Pihak Ketiga dengan Pembayaran ganti rugi atau cara tukar menukar (ruilslag/tukar guling);

d.     Untuk itu perlu diperhatikan:
1)    Dalam hal tukar menukar (ruilslag/tukar guling) maka nilai tukar pada prinsipnya harus berimbang dan lebih menguntungkan Pemerintah Daerah;
2)     Apapun yang harus dibangun Pihak Ketiga di atas tanah tersebut harus seijin Pemerintah Daerah agar sesuai dengan peruntukan tanahnya;
3)     Dalam hal pelepasan hak dengan pembayaran ganti rugi, diperlukan surat pernyataan kesediaan Pihak Ketiga untuk menerima tanah dan/atau bangunan itu dengan pembayaran ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku;
4) Dalam hal pelepasan hak dengan tukar menukar (ruilslag/tukar guling), diperlukan Surat Perjanjian Tukar Menukar antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga yang bersangkutan yang mengatur materi tukar menukar, hak dan kewajiban masing-masing Pihak sesuai ketentuan yang berlaku.

e.     Nilai Tanah dan/atau bangunan.
Nilai tanah dan/atau bangunan yang akan dilepaskan dengan ganti rugi atau dengan tukar menukar (ruilslag/tukar guling) kepada Pihak Ketiga, sebagai berikut:
1) nilai ganti rugi tanah dapat ditetapkan dengan berpedoman pada harga dasar terendah atas tanah yang berlaku setempat, untuk kavling perumahan, Pegawai Negeri, TNI, POLRI dan DPRD, sedangkan untuk Instansi Pemerintah, Koperasi dan/atau Yayasan milik Pemerintah, dapat ditetapkan dengan berpedoman pada Nilai Jual Objek Pajak dan/atau harga pasaran umum setempat.
Nilai taksiran tanah untuk swasta harus ditetapkan dengan berpedoman pada harga umum tanah dan berdasarkan NJOP yang berlaku setempat.
2)     nilai bangunan ditaksir berdasarkan nilai bangunan pada saat pelaksanaan penaksiran dan hasilnya dikurangi dengan nilai susut bangunan yang diperhitungkan jumlah umur bangunan dikalikan dengan:
(1)    2 % untuk bangunan permanent;
(2)    4 % untuk bangunan semi permanent;
(3)    10 % untuk bangunan yang darurat.
Dengan ketentuan maksimal susutnya sebesar 80 % dari nilai taksiran (tidak dikenakan potongan sebesar 50 % seperti pada penjualan rumah dinas daerah golongan III ).
3)     Proses hak atas tanah dan bangunan.
a)    Pembentukan Panitia Penaksir.
Bupati membentuk Panitia Penaksir yang bertugas meneliti bukti penguasaan atas tanah dan/atau bangunan:
(1)    meneliti kenyataan lokasi dan keadaan lingkungan tanah dan/atau bangunan tanah tersebut, dihubungkan dengan rencana pelepasan hak atas tanah ditinjau dari segi sosial, ekonomi, budaya dan kepentingan Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
(2)    menaksir besarnya nilai atas tanah dan/atau bangunan tersebut dengan berpedoman pada harga dasar/umum/NJOP tanah yang berlaku setempat dan untuk bangunannya sesuai tersebut pada huruf e angka 2) di atas;
(3)    meneliti bonafiditas dan loyalitas calon pihak ketiga dan memberikan saran-saran kepada Bupati; dan
(4)    lain-lain keterangan yang dipandang perlu.
Hasil penelitian Panitia Penaksir tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara.
b)    Permohonan Persetujuan DPRD.
Pengelola menyiapkan surat permohonan Bupati kepada DPRD untuk mengajukan permohonan persetujuan atas rencana pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara ganti rugi atau cara tukar menukar (ruilslag/tukar guling) dengan melampirkan Berita Acara hasil penaksiran Panitia Penaksir.

c)    Keputusan Bupati.
Berdasarkan persetujuan DPRD tersebut di atas selanjutnya ditetapkan Keputusan Bupati tentang pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi atau tukar menukar.
Pada lampiran Keputusan Bupati tersebut di atas harus memuat data atas tanah dan/atau bangunan yakni : Letak/alamat, Luas dan tahun perolehan, nama dan alamat Pihak Ketiga dan besarnya nilai ganti rugi atau nilai tukar menukar tanah dan/atau bangunan tersebut.

d)    Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara ganti rugi dilakukan dengan pelelangan / tender dan apabila peminatnya hanya satu dilakukan dengan penunjukan langsung dan dilakukan negosiasi harga yang dituangkan dalam Berita Acara.

e)    Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara tukar menukar dilakukan langsung dengan Pihak Ketiga (tidak dilakukan pelelangan/tender) dan dilakukan negosiasi harga yang dituangkan dalam Berita Acara.

f)    Teknis pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan:
(1)    Perjanjian antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga.
Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara tukar menukar (ruilslag) dimaksud harus diatur dalam Surat Perjanjian Bersama antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga.
Dalam Surat Perjanjian Bersama tersebut harus dicantumkan secara jelas mengenai data tanah dan/atau bangunan, hak dan kewajiban kedua belah pihak, ketentuan mengenai sanksi dan ketentuan lain yang dipandang perlu.
Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara pembayaran ganti rugi harus dilengkapi dengan Surat Pernyataan dari Pihak Ketiga mengenai kesediaan menerima pelepasan tanah dan/atau bangunan tersebut dengan pembayaran ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.

(2)    Penghapusan tanah dan/atau bangunan dari Buku Inventaris.
(a)    apabila mengenai tanah kapling untuk rumah pegawai, harus ditegaskan dalam Keputusan Bupati tentang pelepasan hak Pemerintah Daerah atas tanah tersebut dan menghapuskan tanah tersebut dari Buku Inventaris.
Selanjutnya sertifikat hak atas tanah bagi masing¬masing pegawai yang bersangkutan baru dapat diproses melalui Kantor Pertanahan setempat.

(b)    apabila mengenai tanah dimaksud pada huruf a di atas, maka sertifikat atas tanah yang dilepaskan kepada Pihak Ketiga dapat diselesaikan melalui Kantor Pertanahan setempat berdasarkan Keputusan Bupati yang bersangkutan tentang pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan Pemerintah Daerah dimaksud dan menghapuskan tanah dan/atau bangunan tersebut dari Buku Inventaris.

f.    Penjualan Kendaraan Dinas dan Rumah Golongan III.
1)     Kendaraan Perorangan Dinas
a) kendaraan perorangan dinas yang dapat dijual adalah kendaraan perorangan dinas yang dipergunakan oleh Bupati dan Wakil Bupati;
b)    umur kendaraan perorangan dinas yang dapat dijual sudah dipergunakan selama 5 (lima) tahun dan/atau lebih, sudah ada pengganti dan tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas;
c) yang berhak membeli kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud pada huruf a) adalah Bupati dan Wakil Bupati yang telah mempunyai masa jabatan 5 (lima) tahun atau lebih dan belum pernah membeli kendaraan perorangan dinas dari pemerintah dalam tenggang waktu 10 (sepuluh) tahun;
d)    permohonan membeli Kendaraan perorangan dinas. Penjualan Kendaraan perorangan dinas didasarkan surat permohonan dari yang bersangkutan.
e)    pembentukan Panitia Penjualan Kendaraan.
Untuk melaksanakan penelitian atas kendaraan yang dimohon untuk dibeli, Bupati dengan Surat Keputusan membentuk Panitia Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas.
Panitia    penjualan kendaraan    meneliti dari segi administratif/ pemilikan Kendaraan, keadaan fisik, kemungkinan mengganggu kelancaran tugas dinas, efisiensi penggunaannya, biaya operasional, nilai jual kendaraan, persyaratan pejabat pemohon dan lain-lain yang dipandang perlu. Hasil penelitian Panitia Kendaraan tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara.

f)    Pelaksanaan penjualan kendaraan perorangan Dinas.
(1)     penjualan kendaraan perorangan dinas milik Pemerintah Daerah, persyaratan administratif yang harus dipenuhi, yakni:
    keputusan pengangkatan pertama sebagai KepalaDaerah dan Wakil Bupati;
    surat pernyataan belum pernah membeli kendaraan perorangan dinas dalam tenggang waktu 10 (sepuluh) tahun;
    hasil penelitian panitia penjualan.
    harga jual kendaraan perorangan dinas ditentukan sebagai berikut:
–    kendaraan perorangan dinas yang telah berumur 5 sampai dengan 7 tahun, harga jualnya adalah 40 % (empat puluh persen ) dari harga umum / pasaran yang berlaku;
–    kendaraan perorangan dinas yang telah berumur 8 tahun atau lebih, harga jualnya 20 % (dua puluh persen) dari harga umum /pasaran yang berlaku.
(2)    Bupati menetapkan keputusan penjualan kendaraan perorangan dinas dengan lampiran Keputusan yang memuat antara lain:
(1)    Nama dan jabatan pembeli;
(2)     Data mengenai kendaraan;
(3)    Biaya perbaikan selama 1 (satu) tahun terakhir;
(4)    Harga jual sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
(5)    Harga yang ditetapkan;
(6)    Jumlah harga yang harus dibayar pembeli.

(3)    Pelaksanaan teknis penjualan kendaraan perorangan dinas .
Setelah penetapan penjualan kendaraan perorangan dinas selanjutnya:
(1)    dibuat Surat Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Perorangan Dinas yang ditandatangani oleh Pengelola atas nama Bupati;
(2)    apabila ada biaya perbaikan selama 1 (satu) tahun terakhir atas kendaraan tersebut, maka biaya dimaksud harus dibayar lunas sekaligus oleh pembeli sebelum Surat Perjanjian ditandatangani;
(3)    surat perjanjian sewa beli harus memuat :
    besarnya harga jual kendaraan dimaksud dan dibayarkan sekaligus;
    Setelah lunas baru melakukan balik nama atas kendaraan atas nama pembeli;
    selama belum dilunasi kendaraan perorangan dinas tersebut tetap tercatat sebagai barang inventaris milik pemerintah daerah.
(4)    dalam hal kendaraan tersebut masih dipergunakan untuk kepentingan dinas, maka untuk biaya oli dan BBM dapat disediakan pemerintah daerah sepanjang memungkinkan.
(5) semua harga jual dan biaya perbaikan selama 1 (satu) tahun terakhir merupakan penerimaan Pemerintah Daerah dan harus disetor ke Kas Daerah.

(6)    setelah harga jual kendaraan perorangan dinas dilunasi, maka dikeluarkan Keputusan Bupati yang menetapkan:
    Pelepasan hak pemerintah daerah atas Kendaraan Perorangan Dinas tersebut kepada pembelinya; dan
    Menghapuskan Kendaraan Perorangan Dinas dari Buku Inventaris Pemerintah Daerah.
(7)    Berdasarkan Keputusan Bupati dimaksud pada angka 6) di atas, pejabat pembeli Kendaraan Perorangan Dinas dapat melakukan Balik Nama Kendaraan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(8)    Bupati dan Wakil Bupati baru diberikan hak untuk membeli lagi kendaraan perorangan dinas setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat pembeliannya yang pertama.
2)     Kendaraan Dinas Operasional.
a)    Kendaraan dinas operasional yang telah dihapus dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah dapat dijual melalui pelelangan baik pelelangan umum dan/atau pelelangan terbatas;
b)    Kendaraan dinas operasional yang dapat dihapus dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah yang telah berumur 7 (tujuh) dan/atau rusak berat;
c)    Penghapusan kendaraan dinas operasional walaupun batasan usianya telah ditetapkan, harus tetap memperhatikan kelancaran pelaksanaan tugas dan/atau sudah ada penggantinya;
d)    Kendaraan dinas operasional yang dapat dihapus dari Daftar Inventaris terdiri dari:
–     Jenis sedan, jeep, station wagon, minibus dan pickup;
–     Jenis kendaraan bermotor beroda 2 (dua), (sepeda motor danscooter);
–     Jenis Kendaraan Dinas operasional khusus terdiri dari mobil Ambulans, mobil pemadam kebakaran, bus, mikro bus, truck, alat-alat besar, pesawat, dan kendaraan diatas air.

e)    Permohonan penghapusan kendaraan dinas operasional.
Pengguna/kuasa pengguna barang mengajukan usul penghapusan kendaraan dinas operasional yang telah memenuhi persyaratan umur kendaraan kepada Bupati melalui pengelola.
f)    Pembentukan Panitia Penghapusan.
Untuk melaksanakan penelitian atas kendaraan yang dimohon untuk dihapus, Bupati dengan Surat Keputusan membentuk Panitia Penghapusan Kendaraan Dinas Operasional.

Panitia penghapusan kendaraan dinas operasional meneliti dari segi administratif/pemilikan kendaraan, keadaan fisik, kemungkinan mengganggu kelancaran tugas dinas, efisiensi penggunaannya, biaya operasional, nilai jual kendaraan, dan lain-lain yang dipandang perlu. Hasil penelitian Panitia Penghapusan tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara.
apabila memenuhi persyaratan, Bupati menetapkan keputusan tentang penghapusan kendaraan dinas operasional.
g) Pelaksanaan Penjualan/Pelelangan:
    Setelah dihapus dari daftar inventaris, pelaksanaan penjualannya dapat dilakukan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas;
    Pelelangan umum dilaksanakan melalui kantor lelang negara;
    Pelelangan terbatas dilaksanakan oleh panitia pelelangan terbatas yang ditetapkan dengan keputusan Bupati;
    Yang dapat mengikuti pelelangan terbatas terhadap kendaraan dinas operasional yaitu Pejabat/Pegawai Negeri Sipil yang telah mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun dengan prioritas pejabat/pegawai yang akan memasuki masa pensiun dan pejabat/pegawai pemegang kendaraan dan/atau pejabat/pegawai yang lebih senior dan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah mempunyai masa bhakti 5 (lima) tahun.
    Dalam tenggang waktu 10 (sepuluh) tahun pejabat/pegawai, Ketua/Wakil Ketua DPRD dapat mengikuti pelelangan terbatas kembali sejak saat pembeliannya yang pertama.
    Kendaraan dinas operasional yang dapat dilakukan penjualan/ pelelangan terbatas; jenis sedan, jeep, station wagon, minibus, pick up dan jenis kendaraan bermotor beroda 2 (dua);
    Kendaraan dinas operasional khusus lapangan (bus, pemadam kebakaran, ambulance, truck, alat-alat berat, dlsb), penjualan/ pelelangannya dilakukan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas;
    Hasil penjualan/pelelangan disetor ke kas daerah.

3)     Rumah Dinas Daerah.
a)     Rumah dinas milik daerah dibedakan dalam 3 (tiga) golongan yakni:
    Rumah daerah golongan I adalah rumah milik daerah yang disediakan untuk ditempati oleh pemegang jabatan tertentu yang berhubungan dengan sifat dinas dan jabatannya, harus tinggal di rumah tersebut (rumah jabatan);

    Rumah daerah golongan II adalah rumah milik daerah yang tidak boleh dipindah-tangankan dari suatu dinas ke dinas yang lain dan hanya disediakan untuk ditempati oleh pegawai dari Dinas yang bersangkutan (rumah Instansi);
    Rumah daerah golongan III adalah rumah milik daerah lainnya (rumah milik daerah yang disediakan untuk ditempati oleh Pegawai Negeri), tidak termasuk rumah daerah golongan I dan Golongan II tersebut di atas.
b)    Rumah daerah golongan III milik daerah dapat dijual/disewa belikan kepada pegawai.
    Rumah milik daerah yang dapat dijual/disewa belikan kepada pegawai, hanya rumah daerah golongan III dan rumah daerah golongan II yang telah dirubah golongannya menjadi rumah dinas golongan III yang permanen, semi permanen dan darurat, yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun atau lebih.
Penentuan rumah daerah golongan III ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

    Rumah dinas milik daerah yang tidak dapat dijual yaitu:
(1)     Rumah Daerah Golongan I;
(2)     Rumah Daerah Golongan II, kecuali yang telah dialihkan menjadi Rumah Daerah Golongan III;
(3)     Rumah Daerah Golongan III yang masih dalam sengketa;
(4)     Rumah Daerah Golongan III yang belum berumur 10 (sepuluh) tahun.

    Yang berhak membeli Rumah Daerah Golongan III.
(1)     Pegawai Negeri
    mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
    memiliki Surat Ijin Penghunian (SIP);
    Surat Ijin Penghunian ditandatangani oleh pengelola atas nama Bupati;
    Belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/ membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(2) Pensiunan Pegawai Negeri :
    Menerima pensiunan dari Negara / Pemerintah;
    Memiliki Surat Ijin Penghunian ( SIP);
    Belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/ membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3)     Janda/Duda Pegawai Negeri :
    masih menerima tunjangan pensiun dari Negara / Pemerintah, adalah :
–    almarhum suaminya/isterinya sekurang-kurangnya mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun pada Pemerintah, atau
–    masa kerja almarhum suaminya/ isterinya ditambah dengan jangka waktu sejak yang bersangkutan menjadi janda/duda berjumlah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
    memiliki Surat Ijin Penghunian (SIP).
    almarhum suaminya/isterinya belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/ membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan peraturan Perundang¬undangan.

(4)    Janda/Duda Pahlawan, yang suaminya/isterinya dinyatakan sebagai Pahlawan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan:
    Masih menerima tunjangan pensiunan dari Pemerintah. • Memiliki Surat Ijin Penghunian (SIP).
    Almarhum suaminya/isterinya belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan peraturan perundang¬undangan.

(5)    Pejabat Negara/Daerah atau janda/duda Pejabat Negara/ Daerah :
    masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Pemerintah;
    memiliki Surat Ijin Penghunian (SIP);
    almarhum suaminya/isterinya belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan peraturan perundang¬undangan.

(6)    apabila penghuni rumah Daerah Golongan III sebagaimana dimaksud pada angka 1) s/d 5) meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan hak/membeli atas rumah dimaksud dapat diajukan oleh anak yang sah dari penghuni yang bersangkutan.

c)    Pengalihan hak atas Rumah Daerah Golongan III sebagaimana dimaksud angka (1) s/d (6) tersebut di atas dilakukan dengan cara Sewa Beli.

Taksiran harga rumah Daerah Golongan III berpedoman pada nilai biaya yang digunakan untuk pembangunan rumah yang bersangkutan pada waktu penaksiran dikurangi penyusutan menurut umur bangunan/rumah :
(1)    2 % setiap tahun untuk permanent;
(2)    4 % setiap tahun untuk semi permanen; dan
(3)    10 % setiap tahun untuk darurat;

Dengan ketentuan setinggi-tingginya (maksimal) penyusutan 80 % atau nilai sisa bangunan/rumah minimal 20 %.
Harga rumah dan tanahnya ditetapkan sebesar 50 % (lima puluh persen) dari harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh Panitia.
Pembayaran harga rumah dilaksanakan secara angsuran/cicilan, yakni:
(1)    pembayaran angsuran pertama paling sedikit 5 % (lima persen) dari harga yang ditetapkan dan harus dibayar penuh pada saat perjanjian sewa beli ditandatangani.
(2)    pembayaran angsuran terhadap    sisa pembayaran dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

d)     Permohonan membeli Rumah Daerah Golongan III.
Penjualan Rumah Daerah Golongan lU tidak dapat diproses sebelum adanya Peraturan Daerah yang mengatur penjualan rumah daerah golongan III atau diatur dalam Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Proses pelaksanaan penjualan Rumah Daerah Golongan III didasarkan atas permohonan dari Pegawai Negeri yang telah mendapat persetujuan dari atasan langsungnya, dan janda/duda sebagai dimaksud pada huruf c) di atas.

e)    Pengelola mengkoordinir permohonan pembelian rumah Daerah Golongan III dan secara periodik melaporkan kepada Bupati.
(1)     Setelah mendapat persetujuan dari Bupati, maka segera dibentuk Panitia Penaksir dan Panitia Penilai.
    Susunan Panitia Penaksir dan Panitia Penilai melibatkan unsur teknis terkait.
    Susunan Personalia kedua panitia tersebut tidak boleh dirangkap dan diusahakan agar anggota-anggota Panitia Penilai, baik jabatan maupun pangkatnya lebih tinggi dari pada Personalia Panitia Penaksir.

(2) Tugas Panitia Penaksir adalah meneliti dari segi antara lain :
    Pembangunan dan pemilikan rumah dan/atau tanahnya; • Keadaan fisik rumah;
    Perbaikan-perbaikan yang telah dilaksanakan;
    Ijin penghunian;
    Persyaratan personil pegawai dari segi masa kerja, pernah/belum membeli rumah pemerintah dengan cara apapun;
    Menaksir harga rumah dan ganti rugi atas tanahnya disesuaikan dengan keadaan pada saat penaksiran termasuk perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas biaya pemerintah daerah. Apabila ada penambahan dan/atau perbaikan dilakukan oleh dan atas beban penghuni sendiri tidak diperhitungkan.;
    Lain-lain yang dipandang perlu. Hasil penelitian penaksiran tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara hasil penaksiran.
    Tugas panitia Penilai adalah untuk menilai hasil Penaksiran Panitia Penaksir tersebut di atas.
Hasil penilaian Panitia Penilai dituangkan dalam bentuk Berita Acara.
    Apabila hasil penaksiran Panitia Penaksir dan hasil
penilaian Panitia Penilai tidak sama (tidak sepakat) maka
yang menetapkan/ memutuskan harga taksiran tersebut
adalah pengelola.

f)    Keputusan Bupati.

Dengan telah terpenuhinya semua persyaratan yang diperlukan yaitu:
(1)    Berita Acara hasil penaksiran Panitia Penaksir dan Berita Acara hasil penilaian Panitia Penilai;
(2)    Persyaratan-persyaratan administrasi dan pejabat/pegawai pembeli.

Selanjutnya penjualan rumah Daerah golongan III dan/atau ganti rugi atas tanah bangunannya, ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Dalam Keputusan penjualan rumah Daerah Golongan III harus dengan tegas menetapkan penjualan rumah Daerah golongan III dan termasuk tanah bangunannya atau rumahnya saja atau tanahnya saja, kepada masing-masing pegawai, dengan mencantumkan pula jabatannya.

Selain itu harus pula ditegaskan Pelaksanaan penjualannya diatur dalam Surat Perjanjian Sewa Beli

g)     Surat Perjanjian Sewa Beli.
Setelah dikeluarkan Keputusan Bupati tentang penjualan rumah golongan III, dibuat Surat Perjanjian Sewa ¬Beli rumah dan ganti rugi atas tanahnya yang ditandatangani oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk sebagai Pihak ke I dan masing-masing pegawai/pembeli sebagai pihak ke II.

Sebelum Surat Perjanjian ditandatangani, pembeli harus melunasi minimum 5 % dari harga jual rumah beserta tanahnya/ganti rugi atas tanahnya yang telah ditetapkan dan disetor ke Kas Daerah sebagai penerimaan Daerah.

Dalam Surat Perjanjian tersebut harus dicantumkan besarnya angsuran bulanan yang sama terhadap sisa harga yang belum dilunasi.

Waktu pelunasan seluruh harga jualnya dilaksanakan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Apabila dilunasi dalam waktu yang lebih cepat, maka dapat dilakukan Pelepasan hak.

Selain itu dalam Surat Perjanjian tersebut harus dicantumkan pula persyaratan lainnya yang dipandang perlu mengenai sanksi yang dapat dikenakan apabila terjadi kelalaian atau pelanggaran atas ketentuan yang berlaku.

h)     Pelepasan hak dan penghapusan dari Buku Inventaris.
Setelah pegawai yang bersangkutan melunasi harga rumah dan/atau ganti rugi atas tanah maka Bupati menetapkan Keputusan tentang :
(1) Pelepasan hak Pemerintah Daerah atas rumah dan/atau tanah bangunannya yang telah dijual kepada pembeli.

(2) Menetapkan penghapusan rumah dan/atau tanah bangunannya dari Buku Inventaris kekayaan milik Pemerintah Daerah.

Berdasarkan Keputusan Bupati tersebut di atas, maka atas hakjsertifikat atas tanah bangunan dapat dimohon oleh pegawai yang bersangkutan untuk mendapatkan sesuatu hak pada Instansi Pertanahan setempat.

4.     Hibah
a.     Umum
1)    Pertimbangan pelaksanaan hibah barang milik daerah dilaksanakan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan, sebagai berikut:
a)    Hibah untuk kepentingan sosial, keagamaan dan kemanusiaan misalnya untuk kepentingan tempat ibadah, pendidikan, kesehatan dan sejenisnya; dan
b)    Hibah untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan yaitu hibah antar tingkat Pemerintahan (Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah).
2)    Barang milik daerah yang dapat dihibahkan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a)    Bukan merupakan barang rahasia negara/daerah;
b)    Bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak;
c)    Tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.
3)    Bupati menetapkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sesuai batas kewenangannya.
4)     Hibah barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada pengelola yang sejak awal pengadaaannya direncanakan untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran, dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Bupati;
5)     Hibah barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan oleh pengelola;
6)    Hibah barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai sampai dengan Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dilaksananakan oleh Bupati tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

b.    Tata Cara
1)     Pengelola barang mengajukan usul hibah atas tanah dan/atau bangunan kepada Bupati disertai dengan penjelasan serta kelengkapan data;
2)     Bupati dapat membentuk Tim untuk meneliti dan mengkaji terhadap rencana pelaksanaan hibah dengan memperhatikan kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan dan penyelenggaraan pemerintahan;
3)     Apabila Bupati menyetujui atas usul hibah tersebut, maka Bupati mengajukan permohonan kepada DPRD untuk pelaksanaan hibah/pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan tersebut;
4)     Setelah mendapat persetujuan DPRD, ditindak lanjuti dengan Surat Keputusan Penghapusan tanah dan/atau bangunan dimaksud dan dituangkan dalam Berita Acara Hibah;

5)     Pengguna mengajukan usul hibah selain tanah dan/atau bangunan kepada Bupati melalui pengelola disertai dengan penjelasan serta kelengkapan data.
6)     Bupati dapat membentuk tim untuk meneliti dan mengkaji terhadap rencana hibah tersebut.
7) Setelah mendapat persetujuan Bupati ditindaklanjuti dengan keputusan yang ditandatangani oleh pengelola atas nama Bupati. Selanjutnya pengguna barang melaksanakan serah terima barang/hibah yang dituangkan dalam berita acara.

=============  SEMOGA BERMANFAAT =================


Bagikan ke teman: