Penambangan Granit di Karimun
Kabupaten Karimun di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kaya dengan sumber daya alam berupa batu granit, yang kapasitas produksi terukurnya sekitar 60 juta ton, sayangnya potensi tersebut hanya bermanfaat bagi segelintir orang. Lembaga swadaya masyarakat Forum Masyarakat Peduli Karimun (FMPK) mencatat eksploitasi granit di Pulau Karimun rata-rata mencapai 2,2 juta ton per tahun sejak 1974-2003, sama dengan rata-rata pengapalannya mencapai 2,2 juta ton. Dengan potensi cadangan yang hanya 60 juta ton, kandungan batu granit di Karimun diprediksi habis pada 2014.
Ketika kandungan granit sudah habis di Karimun, perusahaan hanya menyisakan limbah dan bekas lahan tambang yang justru menimbulkan persoalan lingkungan, pasalnya sejumlah perusahaan tambang seperti PT Karimun Granit sering kali melakukan pelanggaran dalam aktivitas pertambangannya, seperti menggali lokasi tambang lebih dalam yang tidak sesuai dengan peraturan dan kondisi itu sudah terjadi saat ini. Banyak lahan bekas pertambangan granit di Karimun menjadi kolam-kolam raksasa dengan kedalaman mencapai 100 meter ke arah perut Bumi. Kondisi itu tidak hanya berbahaya bagi masyarakat sekitar tetapi juga bagi lingkungan sebab air kolam tidak bisa digunakan karena masih banyak mengandung unsur kimia dari sisa pertambangan granit.
Wakil Ketua DPRD Karimun, Rasno, mengatakan aktivitas pertambangan di Kabupaten Karimun patut dipertanyakan sebab banyak persoalan yang ditimbulkan, antara lain persoalan lingkungan, dimana masih banyak pertambangan granit berada di hutan lindung. Kemudian limbah industri pertambangan juga memberi dampak negative terhadap lingkungan. Selain itu, pertambangan yang banyak dikelola oleh perusahaan Singapura itu tidak berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi warga local.
Akibatnya, kekayaan alam berupa batu granit yang ada di Karimun hanya untuk memperkaya segelintir orang di dalam pemerintah dan lebih banyak memberi manfaat bagi investor asing, sedangkan masyarakat umum tetap miskin.
Hamdani salah seroang tokoh pemuda di Karimun mengatakan, banyak pemuda di Karimun saat ini yang tidak memiliki pekerjaan, padahal banyak perusahaan pertambangan di daerah tersebut. Perusahaan pertambangan di Karimun lebih banyak mengambil tenaga kerja dari luar Kabupaten Karimun sehingga keberadaan perusahaan tambang kurang memberi manfaat bagi masyarakat.
Sementara itu, dana CSR atau pengembangan masyarakat yang setiap tahun di kucurkan perusahaan hanya dinikmati oleh pejabat pemerintah, kalaupun ada program yang menyentuh rakyat, kata Rijal, anggarannya kecil dan tidak menyentuh pada persoalan yang sesungguhnya.
Rijal kuatir jika kondisi tersebut dibiarkan akan terjadi persoalan sosial yang bisa membuat masyarakat lokal marah. Oleh karena itu, pemerintah harus menyikapi hal terebut secara bijak dengan lebih mengedepankan program pemberdayaan masyarakat dan perusahaan juga diharapkan lebih terbuka untuk menerima pekerja dari masyarakat tempatan.
Bagi perusahaan yang telah merusak lingkungan dalam aktivitas pertambangannya, Rijal berharap pemerintah mengambil sikap tegas dengan mencabut ijin pertambangannya. Seperti yang dilakukan PT Saipen yang melakukan pertambangan secara serampangan sehingga sering terjadi kecelakaan. Perusahaan itu juga menggunakan bahan peledak dalam aktivitas pertambangan dan itu menyalahi ijin sehingga wajar jika ijinnya harus dicabut. (gus).