BAB I
PENDAHULUAN
Trikomoniasis (biasanya disebut sebagai “trich”) adalah penyakit menular seksual yang paling umum dapat disembuhkan di dunia. Penyakit ini juga merupakan salah satu dari tiga infeksi vagina yang paling umum pada wanita. Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis atau tricomonad. T. vaginalis adalah organisme berbentuk buah pir yang mendorong dirinya dengan empat flagel seperti cambuk yang menonjol dari ujung depannya. Sebuah flagel kelima, melekat ke membran bergelombang, memanjang ke belakang. Sebuah ekor berduri yang disebut axostyle merupakan ujung dari T. vaginalis. Hal ini dipercaya bahwa T. vaginalis menempelkan diri ke jaringan dengan axostyle mereka yang menyebabkan beberapa iritasi dan peradangan yang berhubungan dengan infeksi trikomoniasis. T. vaginalis memiliki ukuran yang bervariasi antara 5-20 µm. Dalam sediaan basah cairan vagina, organisme hidup dapat dikenali dengan gerakkannya, yang telah digambarkan seperti menyentak, berayun atau berjatuhan. T. vaginalis adalah anaerobik dan tumbuh baik tanpa oksigen, di lingkungan dengan keasaman rendah. Pertumbuhan maksimum dan fungsi mentabolik dicapai pada pH 6,0. Reproduksi T. vaginalis dengan pembelahan biner, tidak seperti kebanyakan protozoa patogen, kista T.vaginalis tidak terbentuk (Center for Disease Control, 2011).
Trichomonas vaginalis merupakan protozoa patogen dengan derajat tertentu yang sebagian besar menyerang wanita pada traktus urogenitalis bagian bawah. Infeksi ini mungkin bergejala atau mungkin tidak bergejala dan merupakan infeksi menular seksual. Ada dua jenis spesies lainnya yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu T. tenax yang hidup di rongga mulut dan Pentatrichomonas hominis yang hidup dalam kolon, yang keduanya terbukti tidak menimbulkan penyakit. Pertama kali divisualisasikan oleh Donne pada tahun 1836, T. vaginitis pertama kali ditunjukkan pada awal abad ke-20, sebagai akibat dari studi inokulasi yang merupakan protozoa patogenik (Cook, 2009).
BAB II
PERMASALAHAN
Menurut perkiraan tahunan WHO, ada 7,4 juta kasus trikomoniasis diperkiraan setiap tahun di Amerika Serikat, dengan lebih dari 180 juta kasus yang dilaporkan di seluruh dunia. Jumlah sebenarnya orang yang terinfeksi trikomoniasis mungkin jauh lebih tinggi dari itu. Menurut CDC (Center for Disease Control), uji diagnostik yang paling umum digunakan hanya memiliki sensitivitas sebesar 60%-70% (Center for Disease Control, 2011).
Berikut adalah diagram yang menggambarkan prevalensi dari penyakit Trikomoniasis di dunia:
Grafik tersebut menunjukkan prevalensi Trikomoniasis di berbagai populasi. Tingkat Prevalensi adalah 4,8% wanita di klinik perguruan tinggi, 13,8% wanita remaja, 18,5% wanita di klinik STD, dan 13,1 persen pria di klinik STD (Center for Disease Control, 2011).
Pada akhir 2007, peneliti dari CDC melaporkan bahwa prevalensi infeksi T. vaginalis sebesar 3,1% pada sampel penelitian dari 3.754 wanita usia 14-49 tahun. Prevalensi trikomoniasis pada wanita sangat bervariasi tergantung pada populasi yang diteliti. Sebuah studi melaporkan bahwa wanita yang rutin ke pelayanan reproduksi di klinik perguruan tinggi terdapat prevalensi trikomoniasis sebesar 4,8%. Beberapa studi telah menunjukkan prevalensi yang jauh lebih tinggi dengan infeksi (10-18,5%) di antara wanita muda yang tinggal di daerah perkotaan dan prevalensi di klinik STD di kota biasanya hampir 25% (Center for Disease Control, 2011).
Pria yang terdiagnosis trikomoniasis lebih sedikit daripada wanita. Dua alasan utama untuk hal ini adalah bahwa gejala infeksi Trichomonas kurang jelas pada pria dan detekti infeksi yang lebih sulit (kompleks). Studi pada populasi pasien pria di klinik STD telah melaporkan bahwa prevalensi trikomoniasis pada pria antara 11% dan 17%. Prevalensi trikomoniasis diantara pasangan seksual pria yang menginfeksi wanita lebih dari 73%. Studi CDC tersebut menunjukkan perbedaan ras pada wanita yang terinfeksi dengan T. vaginalis. Prevalensi trikomoniasis kalangan wanita kulit hitam non-Hispanik adalah 10,3 kali lebih tinggi daripada wanita kulit putih non-Hispanik atau wanita Meksiko Amerika (13,3% dibanding 1,3% dan 1,8% masing-masing) (Center for Disease Control, 2011).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Keluhan dan Gejala Penyakit
Gejala pada wanita biasanya muncul antara 5 sampai 28 hari setelah terpapar, akan tetapi gejala tersebut dapat juga muncul dalam waktu beberapa bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Infeksi dapat ditularkan kepada orang lain meskipun mereka tidak mengalami gejala apapun. Gejala yang ditimbulkan oleh trikomoniasis ini antara lain:
a. Peradangan
Pada wanita, trikomoniasis dapat menyebabkan vaginitis (peradangan pada vagina), sedangkan pada pria dapat menyebabkan urethritis (peradangan pada saluran kencing) di dalam penis.
b. Keluarnya nanah berwarna kuning kehijau-hijauan atau abu-abu dari vagina (bahkan terkadang berbusa).
c. Bau yang kuat dan rasa sakit pada saat kencing ataupun berhubungan seksual.
d. Iritasi atau gatal-gatal di sekitar vagina.
e. Sakit perut bagian bawah (jarang ditemukan).
f. Pada pria biasanya keluar nanah dari penis.
(Krieger et al.,1993 dan Robert, 2000 dalam Egbere et al. (2009))
Meskipun trikomoniasis telah lama dianggap sebagai infeksi menular seksual yang kurang penting, tetapi bukti baru-baru ini menyatakan bahwa implikasi dari akumulasi Tricomonas vaginalis dapat mengkontribusi terjadinya hal-hal yang merugikan baik bagi wanita maupun pria. Dampak trikomoniasis bagi kesehatan wanita antara lain:
a. Faktor risiko HIV
T. vaginalis dapat memperkuat transmisi infeksi HIV. Penanganan wanita yang terinfeksi T. vaginalis menyebabkan penurunan 4,2 kali lipat jumlah infeksi HIV-1 pada sektret vagina.
b. Terkait dengan Herpes Simplex Virus-2 (HSV-2)
Insiden trikomoniasis merupakan prediktor independen dari insiden herpes simplex virus-2, wanita dengan trikomoniasis memiliki risiko empat kali terkena infeksi HSV-2.
c. Kontributor infertilitas pada wanita
T. vaginalis dapat berfungsi sebagi pembawa penyebaran organisme lain dengan membawa patogen-patogen ke tuba falopi. Beberapa penelitian menunjukkan T. vaginalis menjadi risiko infertilitas tuba.
d. Penyakit radang panggul (PID)
Peningkatan yang signifikan dari penyakit radang panggul pada wanita dengan infeksi trikomoniasis dibandingkan wanita yang tidak terinfeksi trikomoniasis. Penelitian lain menunjukkan bahwa wanita yang terinfeksi Clamydia dan Trichomonas memiliki kemungkinan terkena penyakit traktus bagian atas yang simtomatik.
e. Neoplasia serviks
Infeksi T. vaginalis berhubungan dengan peningkatan risiko dua kali lipat neoplasia serviks, meskipun setelah mengontrol infeksi human papillomavirus (HPV)
f. Kelahiran prematur
Komplikasi kehamilan seperti persalinan prematur dan bayi berat lahir rendah berhubungan dengan infeksi T. vaginalis pada beberapa penelitian. Penanganan trikomoniasis asimtomatik pada kehamilan merupakan suatu kontroversi.
(Center for Disease Control, 2011)
Sedangkan dampak trikomoniasis pada kesehatan pria antara lain:
a. Faktor risiko HIV
Terjadi peningkatan enam kali lipat konsentrasi HIV di air mani pada pria yang terinfeksi HIV positif dengan trikomoniasis dibandingkan dengan pria yang tidak terinfeksi Trichomonas.
b. Kontributor infertilitas pada pria
Diantara pria yang terkena trikomoniasis, terjadi penurunan yang signifikan pada motilitas sperma dan viabilitas sperma. Penanganan trikomoniasis menunjukkan perbaikan yang signifikan para motilitas sperma, viabilitas, dan viskositas sperma.
c. Nongonococcal Uretritis (NGU)
Trikomoniasis mungkin merupakan penyebab penting uretritis nongonococcal. Sebuah penelitian menemukan bahwa pada pria dengan NGU, terdapat 19,9% yang terinfeksi Trichomonas.
d. Prostatitis kronis
Suatu penelitian yang melibatkan pria dengan prostatitis kronis ditemukan bahwa 71% penyebab terjadinya prostatitis adalah infeksi Trichomonas dengan infeksi spesifik 19%dari pria.
(Center for Disease Control, 2011)
2. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Trikomoniasis sering kali tidak terdiagnosis. Tes diagnostik yang paling umum digunakan adalah yang terbaik 60-70% sensitif menurut Center for Disease Control. Baik wanita dan pria, penyedia pelayanan kesehatan harus melakukan pemeriksaan fisik dan uji laboratorium untuk mendiagnosis trikomoniasis, antara lain sebagai berikut:
a. Wet Mount
Wet mount adalah metode yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis trikomoniasis. Metode ini menujukkan sensitivitas sebesar 60%. Untuk metode ini, spesimen ditempatkan dalam medium kultur selama 2-7 hari sebelum diperiksa. Jika trichomonads hadir dalam spesimen asli, mereka akan berkembang biak dan lebih mudah untuk dideteksi. Hal ini baik sangat sensitif dan sangat spesifik.
b. VPIII Tes Identifikasi Mikroba (BD)
VPIII Tes Identifikasi mikroba (BD) adalah uji yang mengidentifikasi DNA mikroba yang ada pada kompleks penyakit vaginitis. Identifikasi spesies Candida, Gardnerella vaginalis, dan Trichomonas vaginalis dapat ditemukan dari sampel vagina tunggal. Sensitivitas tes untuk mendeteksi T. vaginalis tinggi, dan dapat memberikan hasil hanya dalam 45 menit.
c. Trichomonas Rapid Test
Trichomonas Rapid Test adalah tes diagnostik yang mendeteksi antigen untuk trikomoniasis. Dengan memasukkan sampel usap vagina ke dalam tabung reaksi dengan 0,5 ml buffer khusus dengan beberapa perlakuan dan kemudian hasilnya dapat dibaca dalam waktu 10 menit. Uji ini lebih sensitif dibandingkan uji wet mount.
d. Polymerase Chain Reaction
Dalam Polymerase Chain Reaction (PCR), sampel diperlakukan dengan enzim yang memperkuat daerah tertentu dari DNA T. vaginalis. PCR telah terbukti sebagai metode diagnostik yang paling akurat dalam studi baru-baru ini. Namun, PCR saat ini hanya digunakan dalam penelitian, bukan pengaturan klinis.
e. Kalium Hidroksida (KOH) “Test Whiff”
Uji ini adalah teknik dasar yang dapat digunakan sebagai bagian dari diagnosis klinis. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan usapan cairan vagina dengan larutan kalium hidroksida 10%, kemudian menciumnya. Bau amina (amis) yang kuat bisa menjadi indikasi trikomoniasis atau vaginosis bakteri.
f. Test pH vagina
Trichomonads tumbuh terbaik di lingkungan asam kurang, dan pH vagina meningkat mungkin merupakan indikasi trikomoniasis. Sebuah penyedia layanan kesehatan melakukan tes dengan menyentuhkan kertas pH pada dinding vagina atau spesimen usap vagina, kemudian membandingkannya dengan skala warna untuk menentukan pH.
g. Pap Smear
Uji Pap Smear adalah pemeriksaan mikroskopis dari spesimen. Hal ini terutama digunakan sebagai tes diagnostik untuk screening berbagai kelainan serviks dan infeksi kelamin. Meskipun kadang-kadang dapat mendeteksi trichomonads, uji diagnosa ini memiliki tingkat kesalahan tinggi dan tidak cocok untuk screening kecuali digunakan bersamaan dengan tes yang lebih sensitif.
3. Etiologi
Etiologi dari penyakit trikomoniasis ini adalah Trichomonas vaginalis. Trichomonas vaginalis ini termasuk dalam domain Eukarya, kingdom Protista, filum Metamonada yang termasuk dalam protozoa yaitu flagellata, Kelas Parabasilia, ordo Trichomonadida, genus Trichomonas dan spesies Trichomonas vaginalis (Strous, 2008).
Sejumlah faktor telah dikaitkan dengan peningkatan risiko terlular trikomoniasis, antara lain:
a. Multiple Sex Partners (pasangan seks lebih dari satu)
b. Merupakan keturunaan Afrika
c. Sebelumnya atau sedang terinfeksi PMS lain
d. Bakterial vaginosis
e. (derajat keasaman) pH vagina yang tinggi
(Center for Disease Control, 2011)
Parasit Trichomonas vaginalis tersebar melalui hubungan seksual yaitu hubungan penis dengan vagina atau vulva dengan vulva (daerah kelamin luar vagina) jika kontak dengan pasangan yang terinfeksi. Wanita dapat terkena penyakit ini dari infeksi pria atau wanita, tetapi pria biasanya hanya mendapatkan dari wanita yang terinfeksi. Suatu salah pengertian yang umum adalah infeksi ini dapat ditularkan melalui toilet duduk, handuk basah atau kolam air panas. Hal ini tidak mungkin karena parasit tidak bisa hidup lama di benda dan permukaannya (Center for Disease Control, 2011).
Sejak ditemukannya trikomoniasis sebagai penyakit menular seksual, mereka yang kemungkinan besar menyebarkan trikomoniasis adalah orang yang meningkatkan aktivitas seksual dan memiliki lebih dari pasangan. Trikomoniasis kadang-kadang disebut “penyakit ping-pong” karena pasangan seksual sering menyebarkan kembali. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan akan meningkat dan tingkat kambuh turun ketika pengobatan dilakukan pada pasangan seksual dalam waktu yang sama (Center for Disease Control, 2011).
Organisme T. vaginalis ada di dalam epitel skuamosa dan sangat sedikit yang berasal dari endoserviks, sedangkan T. vaginalis yang terdapat di dalam uretra ditemukan 90% dari kasus Trikomoniasis. Dan sangat sedikit pula ditemukan pada epididimis dan prostat pada pria. Infeksi T. vaginalis disertai oleh sejumlah besar polymorphonuclear neutrofil (PMNs) yaitu mekanisme pertahanan diri tubuh yang bersama-sama dengan makrofag, membunuh organisme tersebut yang disertai atau ditunjukkan dengan keluarnya cairan dari vagina. Organisme T. vaginalis tidak invasif, ada yang hidup bebas di dalam rongga vagina atau di dalam epitelnya. Sekitar 50% kasus trikomoniasis terjadi perdarahan mikroskopis (menggunakan teknik yang sesuai). IgA lokal biasanya terdeteksi, tetapi konsentrasi serum antibodi tersebut masih rendah (Cook, 2009).
4. Cara Pencegahan
a. Melakukan ANC selama masa kehamilan utuk skrining IMS (Infeksi Menular Seksual)
b. Meningkatkan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan
c. Seks yang aman dan dengan satu pasangan
d. Peningkatan status sosial ekonomi
(Jatau et al., 2006)
5. Cara Pengobatan
Telah ditemukan bahwa metronidazol berhasil membunuh T. vaginalis, akan tetapi penggunaannya selama kehamilan menjadi kontroversi karena dapat menyebabkan mutagenesis dan bersifat karsinogen pada model yang digunakan dalam uji laboratorium. Burtin dkk melaporkan meta analisis dari tujuh studi yang menunjukkan bahwa metronidazol tidak meningkatkan risiko lahir cacat pada janin selama trimester pertama, sehingga metronidazol disarankan untuk digunakan hanya selama trimester kedua dan trimester ketiga. Pengobatan selama kehamilan pada wanita dan pasangan seksnya berpotensi untuk mencegah komplikasi kelahiran prematur serta infeksi pada keturunannya, karena apabila pasangan seks tidak mendapatkan pengobatan, maka wanita dapat terkena trichomoniasis kembali (Smith et al., 2002).
Tinidazole (2 gr dosis oral tunggal) merupakan terapi minimal yang memiliki keunggulan lebih daripada metronidazole untuk pengobatan trikomoniasis. Pada resistensi metronidazole, tinidazole (dalam berbagai dosis) telah mencapai tingkat kesembuhan 90% dan lebih tinggi. Perbedaan yang paling penting antara kedua obat ini yaitu tinidazole yang lebih toleransi dan kurang toksik dibandingkan metronidazole, bahkan pada dosis yang tinggi (Center for Disease Control, 2011).
6. Prognosis
Pada wanita terjadi penyembuhan spontan kira-kira sebesar 20-25% setelah 6 minggu pengobatan. Pemberian antibiotik dapat mengobati 95% wanita yang terinfeksi setelah 6 minggu pengobatan (NHS, 2010).
BAB IV
PENUTUP
1. Trikomoniasis (biasanya disebut sebagai “trich”) adalah penyakit menular seksual yang paling umum dapat disembuhkan di dunia. Penyakit ini juga merupakan salah satu dari tiga infeksi vagina yang paling umum pada wanita. Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis atau tricomonad yang dapat menginfeksi wanita maupun pria.
2. Menurut perkiraan tahunan WHO, ada 7,4 juta kasus trikomoniasis diperkiraan setiap tahun di Amerika Serikat, dengan lebih dari 180 juta kasus yang dilaporkan di seluruh dunia.
3. Gejala pada wanita biasanya muncul antara 5 sampai 28 hari setelah terpapar, akan tetapi gejala tersebut dapat juga muncul dalam waktu beberapa bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Infeksi dapat ditularkan kepada orang lain meskipun mereka tidak mengalami gejala apapun. Pada wanita, trikomoniasis dapat menyebabkan vaginitis (peradangan pada vagina), sedangkan pada pria dapat menyebabkan urethritis (peradangan pada saluran kencing) di dalam penis. Keluhan dan gejala lainnya: keluarnya nanah berwarna kuning kehijau-hijauan atau abu-abu dari vagina (bahkan terkadang berbusa), Bau yang kuat dan rasa sakit pada saat kencing ataupun berhubungan seksual, iritasi atau gatal-gatal di sekitar vagina, sakit perut bagian bawah (jarang ditemukan), pada pria biasanya keluar nanah dari penis.
4. Pemeriksaan penunjang diagnostik trikomoniasis antara lain: Wet Mount, VPIII Tes Identifikasi Mikroba (BD), Trichomonas Rapid Test, Polymerase Chain Reaction, Kalium Hidroksida (KOH) “Test Whiff”, Test pH vagina, dan Pap Smear
5. Etiologi dari penyakit trikomoniasis ini adalah Trichomonas vaginalis.
7. Cara pencegahan trikomoniasis yaitu: melakukan ANC selama masa kehamilan utuk skrining IMS (Infeksi Menular Seksual), meningkatkan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan, seks yang aman dan dengan satu pasangan, peningkatan status sosial ekonomi.
6. Cara pengobatan trikomoniasis yaitu dengan metronidazole dan tinidazole.
7. Prognosis penyakit trikomoniasis
DAFTAR PUSTAKA
Cook, G. 2009. Trichomonal Infection. Saunders Elsevier, Amsterdam.
Egbere, J, et al. 2009. Trichomonas vaginalis and Human Immunodeficiency Virus (HIV) in Women Attending Gynaecology Clinic at Plateau State Specialist Hospital, Jos, Nigeria. Nigerian Journal of Microbiology, Vol. 23 (1);1864–1868. http://nsmjournal.org/ overall/journal/pdf/ TRICHOMONAS/ VAGINALIS/19.pdf. Diakses tanggal 5 Mei 2011.Jatau, D., et al. 2006. Prevalence of Trichomonas Infection among Women Attending Antenatal Clinics in Zaria, Nigeria. Annals of African Medicine Vol. 5, No. 4; 2006: 178 – 181. http://bioline.org.br/pdf. Diakses tanggal 5 Mei 2011.
NHS. 2010. Trichomoniasis. http://cks.nhs.uk/clinical_knowledge/ clinical_topics/ previous_version/trichomoniasis.pdf. Diakses tanggal 7 Mei 2011.
Smith, MD., et al. 2002. Trichomonas vaginalis Infection in a Premature Newborn. http://nature.com/jp/journal/v22/n6/full/7210714a.pdf. Diakses tanggal 5 Mei 2011.