Jamur Shiitake

Judul : Jamur Shiitake 
          Budidaya dan Pengolahan Si Jamur Penakluk Kanker
Pengarang : Netty Widyastuti
Kategori : Pertanian
Halaman/Ukuran : xii+148 halaman, 14×21 cm
ISBN : 978-979-29-0852-7
Penerbit : Penerbit Andi (2009)
Harga : Rp. 26.000,- (Belum diskon)



Jamur merupakan kelompok dari Thallophyta. Meskipun tergolong tumbuhan rendah karena perkembangannya kurang sempurna, jamur memiliki manfaat, potensi, khasiat dan nilai ekonomis yang tidak kalah penting bila dibandingkan dengan tumbuhan lain.

Usaha budi daya jamur konsumsi cukup menguntungkan karena bisa dilakukan dengan lahan, modal, dan tenaga kerja yang terbatas. Shiitake adalah salah satu jamur konsumsi yang paling mudah dibudidayakan. Shiitake dapat dibudidayakan pada kayu gelondongan ataupun campuran serbuk gergajian kayu. Shiitake juga mempunyai kandungan senyawa penting yang disebut dengan lentinen sehingga dikenal sebagai jenis jamur berkhasiat obat sehingga banyak dicari orang.

Buku ini membahas dan menguraikan secara komplit segala aspek budi daya jamur Shiitake, dari pengenalan jamur Shiitake, persiapan dan pelaksanaan budi daya, pembuatan biakan murni dan bibit, hingga penanganan panen dan pascapanen. Buku ini juga dilengkapi dengan aneka resep masakan berbahan baku jamur Shiitake sehingga bermanfaat bagi para pembaca yang ingin mengkonsumsi atau bahkan menjadikan Shiitake sebagai bisnis!

cara Mencegah kurus


Jika badan kegemukan orang bnyak yang ga suka, terlalu kurus juga akan terlihat kekurangan gizi dan tak enak  dipandang. Badan yang bagus adalah berat badan haruslah proporsional dengan tinggi badan. Nah jika terlalu ringan atau terlallu kurus maka itu akan mudah sakit. Oleh karena itu harus dicegah kekurusan itu dengan car yang sehat. Berikit adalah cara sehat mencegah kekurusan.
Untuk mencegah kekurusan, paling penting adalah asupan gizi yang cukup dengan komposisi seimbang.
Kebutuhan nutrisi sehari-hari hendaknya dipenuhi dengan mempertimbangkan kebutuhan basal atau kalori seseorang dalam keadaan istirahat, 12 – 14 jam setelah makan dan berada dalam suasana ruang serta suhu normal.
Secara umum, kebutuhan basal dewasa sehat sekitar 25 – 30 Kalori per kilogram BB (1 Kalori= 1 kilokalori, Red.). Kondisi yang mempengaruhi kebutuhan gizi sehari-hari di antaranya bobot badan, tinggi badan, jenis kelamin, usia, serta aktivitas. Juga perlu diperhatikan, apakah seseorang sedang menderita suatu penyakit.
Kebutuhan nutrisi sehari-hari orang dewasa sehat dengan aktivitas ringan berkisar 25 – 30 Kalori/kg BB, sedang 30 – 35 Kalori/kg BB, dan berat 35 – 40 Kalori/kg BB. Pada seseorang yang tergolong underweight dan sedang dalam proses meningkatkan bobot badan, penambahan 500 Kalori setiap hari akan bermanfaat untuk menambah bobot badan sebanyak 0,5 kg dalam seminggu.
Penambahan kalori hendaknya jangan terlalu agresif, karena bisa berdampak buruk, bahkan fatal karena akan mengganggu keseimbangan metabolisme tubuh. Apalagi kalau Anda berbakat mengidap hiperkolesterol (kolesterol tinggi), diabetes, atau tekanan darah tinggi. Tentu hal itu perlu dipertimbangkan secara lebih hati-hati. Jangan sampai gara-gara menambah jumlah kalori, malah terkena penyakit.
Si Kurus hendaknya mengonsumsi makanan dengan komposisi gizi dari tiga sumber gizi utama yang akan saling melengkapi. Banyaknya karbohidrat 60 – 65% total kalori sehari, 10 – 15% protein, dan 25 – 30% lemak. Kalori yang disumbangkan karbohidrat sama dengan protein, yakni 4 kalori/g. Sedangkan lemak menyumbang dua kali lipat lebih banyak kalori setiap gramnya, dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, yakni 9 kalori/g.
Termasuk kelompok karbohidrat yaitu nasi, kentang, roti, mi, ubi, jagung, singkong. Kelompok protein hewani antara lain daging, unggas, ikan, telur, susu dan yang nabati, kacang-kacangan dan hasil olahannya – misalnya tahu, tempe, dan oncom. Lemak dapat berupa gajih atau minyak dari hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Namun, jangan lupa menambahkan sayur dan buah yang mengandung banyak vitamin dan mineral. Vitamin dan mineral diperlukan untuk metabolisme tubuh, serta mengandung serat dan antioksidan.
Serat makanan selain diperoleh dari buah dan sayuran sebenarnya juga banyak terdapat dalam makanan seperti roti gandum, biji- bijian, sereal, serta kacang-kacangan. Konsumsi serat menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama, meskipun kalori yang dikandungnya relatif rendah. Mengonsumsi banyak makanan berserat juga akan mengambil porsi besar pula dalam komposisi makan. Jadi, bila Anda ingin menaikkan bobot badan, dianjurkan mengonsumsi serat secukupnya saja. Tidak berlebihan.
SERING MAKAN
Frekuensi makan hendaknya sesuai dengan fisiologi tubuh, yakni tiga kali makan besar dan tiga kali makan kecil. Frekuensi makan yang tinggi bermanfaat bagi mereka yang underweight dan ingin meningkatkan bobot badan. Sebab, dengan ditambahnya jumlah makanan, beban makan lebih terbagi.
Misalnya, pukul 06.30 makan pagi, pukul 09.30 makanan ringan/selingan, pukul 12.30 makan siang, pukul 15.30 makanan ringan/selingan, pukul 18.30 makan malam, dan pukul 21.30 makanan ringan/selingan ringan. Jadwal ini dapat diubah sesuai keadaan dengan interval yang dianjurkan selang tiga jam. Snacks atau makanan ringan dapat dipilih berupa makanan kecil atau makanan cair tinggi kalori.
Kebiasaan makan sehari-hari yang kurang memenuhi gizi seimbang, seperti dilakukan Mia, selayaknya diubah. Caranya, dengan melatih dan mengubah pola makan atau menambah kalori dengan memperkenalkan jenis makanan lain, yang dapat membantu meningkatkan bobot badan.
Konsultasi dengan dokter sangat dianjurkan apabila masalah underweight sudah lama diderita, khususnya bagi mereka yang kekurangan bobot badannya cukup besar dan ada keluhan kurang sehat. Siapa tahu ada gangguan atau penyakit yang mendasari, sehingga mungkin perlu melakukan terapi nutrisi agar pengaturan makanan lebih terarah. Namun, buat Anda yang tetap saja kurus, walaupun berbagai upaya sudah dilakukan, tidak usah berkecil hati. Yang penting sehat dan tetap energik.
Demikian cara mencegah kekerusan dengan cara yang sehat. Silahkan mencobanya dan semoga bermanfaat.

PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GIZI BURUK

 

BAB I
PENDAHULUAN
A.      DEFINISI GIZI BURUK
KEP atau gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori.
Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan berdasarkan Z-SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur (bulan) yang diklasifikasikan sebagai berikut :
  • Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar Deviasi)
  • Gizi Baik : apabila berat badan balita berada antara <-2 SD
  • Gizi Buruk/KEP : apabila berat badan balita <-3 SD
Klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1975) :
Derajat KEP
Berat badan
% dari baku
0 = Normal
1 = Gizi kurang
2 = Gizi buruk
=/> 80%
60-79%
<60%
Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard.
B.       FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG ATAU GIZI BURUK
Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:
1.         Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.
2.         Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
3.         Pola makan yang salah satu studi “positive deviance” mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
C.      UPAYA KESEHATAN MENGATASI MASALAH GIZI BURUK
Upaya Kesehatan Kuratif dan Rehabilitatif
1.         Penemuan aktif dan rujukan kasus gizi buruk.
2.         Perawatan balita gizi buruk
3.         Pendampingan balita gizi buruk pasca perawatan
Upaya Kesehatan Promotif dan Preventif
1.         Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui promosi kadarzi
2.         Revitalisasi posyandu.
3.         Pemberian suplementasi gizi.
4.         Pemberian MP – ASI bagi balita gakin
Kerangka kerja pencegahan dan penanggulangan gizi buruk:
  • Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
  • Komponen SKPG:
1.         Keluarga
2.         Masyarakat dan Lintas Sektor
3.         Pelayanan Kesehatan
Dari kerangka kerja di atas, diketahui bahwa keluarga merupakan komponen utama dalam mencegah dan menanggulangi masalah gizi buruk.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu untuk berbagi pengalaman dan pendekatan emosional dan mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998)
Peran keluarga tersebut diantaranya:
  1. Memberikan:
a.         ASI eksklusif dan MP-ASI
ASI Eksklusif (menyusui dengan ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan) merupakan nutrisi bagi bayi berupa air susu ibu tanpa memberikan makanan tambahan, cairan, ataupun makanan lainnya, hingga berumur 6 bulan.
Manfaat ASI:
1)        Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya
2)        Komposisi ASI ideal untuk bayi
3)        Dokter sepakat bahwa ASI mengurangi resiko infeksi lambung-usus, sembelit, dan alergi
4)        Bayi ASI memiliki kekebalan lebih tinggi terhadap penyakit. Contohnya, ketika si ibu tertular penyakit (misalnya melalui makanan seperti gastroentretis atau polio), antibodi sang ibu terhadap penyakit tersebut diteruskan kepada bayi melalui ASI
5)        Bayi ASI lebih bisa menghadapi efek kuning (jaundice). Level bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring dengan diberikannya kolostrum dan mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tanpa pengganti ASI.
6)        ASI selalu siap sedia setiap saat bayi menginginkannya, selalu dalam keadaan steril dan suhu susu yang pas
7)        Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI juga memberikan kedekatan antara ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman dan terlindungi, dan ini mempengaruhi kemapanan emosi si anak di masa depan.
8)        Beberapa penyakit lebih jarang muncul pada bayi ASI, di antaranya: kolik, SIDS (kematian mendadak pada bayi), eksim, Chron’s disease, dan Ulcerative Colitis.
9)        IQ pada bayi ASI lebih tinggi 7-9 point daripada IQ bayi non-ASI. Menurut penelitian pada tahun 1997, kepandaian anak yang minum ASI pada usia 9 1/2 tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi daripada anak-anak yang minum susu formula.[4]
10)    Menyusui bukanlah sekadar memberi makan, tapi juga mendidik anak. Sambil menyusui, eluslah si bayi dan dekaplah dengan hangat. Tindakan ini sudah dapat menimbulkan rasa aman pada bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan spiritual yang tinggi. Ini menjadi dasar bagi pertumbuhan manusia menuju sumber daya manusia yang baik dan lebih mudah untuk menyayangi orang lain.
Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang disesuaikan dengan umur balita.
b.        Gizi seimbang
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Seorang ibu sebagai pengelola atau penyelenggara makanan dalam keluarga mempunyai peranan yang besar dalam peningkatan status gizi anggota keluarga. Oleh karena itu semestinya seorang ibu dibekali pengetahuan yang cukup tentang perilaku gizi yang baik dan benar bagi setiap anggota keluarganya, serta mampu menyiapkan hidangan sebagai penerapan pesan utama gizi seimbang
c.         Pola asuh
1)      Pola asuh ibu
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus mengatur pola makan yang benar juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga.
Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan perawatan orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Supanto, 1990).
2)      Perhatian / Dukungan Ibu terhadap Anak dalam Praktek Pemberian Makanan
Semua orangtua harus memberikan hak anak untuk tumbuh. Semua anak harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh sesuai dengan apa yang mungkin dicapainya dan sesuai dengan kemampuan tubuhnya. Untuk itu perlu perhatian/dukungan orangtua. Untuk tumbuh dengan baik tidak cukup dengan memberinya makan, asal memilih menu makanan dan asal menyuapi anak nasi. Akan tetapi anak membutuhkan sikap orangtuanya dalam memberi makan. Semasa bayi, anak hanya menelan apa saja yang diberikan ibunya. Sekalipun yang ditelannya itu tidak cukup dan kurang bergizi. Demikian pula sampai anak sudah mulai disapih. Anak tidak tahu mana makanan terbaik dan mana makanan yang boleh dimakan. Anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu. Bentuk perhatian/dukungan ibu terhadap anak meliputi perhatian ketika makan, mandi dan sakit (Nadesul, 1995).
Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran ganda dalam keluarga, terutama jika memiliki aktivitas di luar rumah seperti bekerja ataupun melakukan aktivitas lain dalam kegiatan sosial. Wanita yang bekerja di luar rumah biasanya dalam hal menyusun menu tidak terlalu memperhatikan keadaan gizinya, tetapi cenderung menekankan dalam jumlah atau banyaknya makanan. Sedangkan gizi mempunyai pengaruh yang cukup atau sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan mental maupun fisik anak. Selama bekerja ibu cenderung mempercayakan anak mereka diawasi oleh anggota keluarga lainnya yang biasanya adalah nenek, saudara perempuan atau anak yang sudah besar bahkan orang lain yang diberi tugas untuk mengasuh anaknya (Sunarti, 1989).
3)      Rangsangan Psikososial
Rangsangan psikososial adalah rangsangan berupa perilaku seseorang terhadap orang lain yang ada di sekitar lingkungannya seperti orang tua, saudara kandung dan teman bermain (Atkinson dkk, 1991).
Fahmida (2003) yang mengutip pendapat Myers mengemukakan konsep bahwa kesehatan dan status gizi tidak saja menentukan tapi juga ditentukan oleh kondisi psikososial.
Konsep ini selaras dengan penelitian sebelumnya oleh Zeitlin dkk (1990) yang meniliti anak-anak yang tetap tumbuh dan berkembang dengan baik dalam keterbatasan lingkungan dimana sebagian besar anak lainnya mengalami kekurangan gizi. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa kondisi dan asuhan psikososial seperti keterikatan antara ibu dan anak merupakan salah satu faktor penting yang menjelaskan mengapa anak-anak tersebut tumbuh dan berkembang dengan baik. Diperkirakan bahwa kondisi psikososial yang buruk dapat berpengaruh negatif terhadap penggunaan zat gizi didalam tubuh, sebaliknya kondisi psikososial yang baik akan merangsang hormon pertumbuhan sekaligus merangsang anak untuk melatih organ-organ perkembangannya. Selain itu, asuhan psikososial yang baik berkaitan erat dengan asuhan gizi dan kesehatan yang baik pula sehingga secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap status gizi, pertumbuhan dan perkembangan (Engle,1997).
Menurut Soetjiningsih (1995), ada beberapa faktor psikososial antara lain :
a)        Stimulasi : anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi.
b)        Motivasi belajar : dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar misalnya tersedianya buku-buku, suasana yang tenang dan sarana lainnya.
c)        Ganjaran ataupun hukuman yang wajar : hukuman yang diberikan harus yang objektif bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian terhadap anak.
d)        Kelompok sebaya : untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan teman sebaya.
e)        Stress : stress dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak misalnya terlambat bicara, nafsu makan menurun dan sebagainya.
f)         Cinta dan kasih sayang : salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan dilindungi sehingga anak memerlukan kasih sayang dan perlakukan yang adil dari orangtuanya.
g)        Kualitas interaksi anak dan orang tua : interaksi timbal balik antara anak dan orang tua akan menimbulkan keakraban dalam keluarga.
Beberapa informasi mutakhir menunjukkan bahwa intervensi psikososial meningkatkan perkembangan kognitif anak. Program untuk memperbaiki dorongan psikososial melalui pendidikan orang tua tentang interaksi orang tua dan anak melalui kegiatan kunjungan rumah telah dapat menurunkan angka kurang gizi pada anak balita. Penelitian lainnya membuktikan bahwa perubahan pola asuh psikososial telah meningkatkan derajat pertumbuhan anak. Penelitian di Bogota, Columbia membuktikan bahwa anak-anak yang menderita kurang gizi, dikunjungi rumahnya setiap minggu selama 6 bulan oleh kader desa, ternyata pertumbuhan pada umur 3 tahun lebih tinggi daripada yang tidak dikunjungi. Dengan dikunjungi rumahnya, ibu- ibu menjadi lebih memahami kebutuhan anak dan memberi makan pada saat anak sedang lapar. Didapatkan juga bahwa ibu-ibu yang memahami tentang kebutuhan untuk perkembangan kognitif anak, anak-anaknya lebih pintar daripada ibu yang lalai dalam pengasuhan anaknya (Anwar, 2008).
  1. Pemantauan pertumbuhan anak
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dari waktu kewaktu. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan, tanggung jawab dan lain-lain. Setiap anak memiliki garis pertumbuhan yang berbeda-bedah, anak tersebut akan tumbuh mengikuti pola pertumbuhan normalnya. Demikian pula dengan perkembangan fungsi tubuh, setiap anak memiliki tahapan perkembangan  menujuh ke fungsi  yang lebih baik. Cirinya adalah  dapat diukur secara kuantitatif, mengikuti perjalanan waktu dan dalam keadaan normalsetiap anak memiliki jalur pertumbuhan tertentu.
Pemantauan perkembangan status gizi bayi secara berkala setiap bulan dengan cara menimbang berat badan bayi dan mengukur panjang badannya. Idealnya, berat badan bayi berada di garis normal pada grafik pertumbuhan. Ini artinya, pertambahan berat badannya seimbang dengan pertambahan tinggi badan dan usia. Pemantauan pertumbuhan anak sejak lahir sangat penting. Selain dapat menentukan pola normal pertumbuhan pada anak, juga dapat menentukan permasalahan dan faktor yang mempengaruhi dan mengganggu pertumbuhan pada anak sejak dini. Bila diketahui gangguan pertumbuhan sejk dini maka pencegahan dan penanganan gangguan pertumbuhan tersebut dapat diatasi sejak dini
Sayangnya, hampir 85% lebih buku kesehatan anak yang berobat ke dokter anak atau ke dokter justru tidak pernah digambarkan grafik pertumbuhan berat badan. Justru grafik pertumbuhan berat badan sering digambar oleh kader posyandu bagi bayi yang menimbang di posyandu. Sehingga banyak kelainan dan gangguan kesehatan sering terjadi keterlambatan deteksi dan penanganannya.
Sebanyak 50% bayi mengalami gangguan kenaikkan sejak usia 6 bulan yang tidak pernah terdeteksi oleh orangtua dan dokter hanya karena dalam buku kesehatannya tidak pernah tergambar grafik kenaikan berat badan. Gangguan kenaikkan berat badan sejak usia 6 bulan seringkali terjadi hanya karena timbulnya reaksi simpang makanan (alergi makanan, intoleransi makanan dan seliak) pada bayi yang dapat mengganggu saluran cerna dan mengganggu nafsu makan dan berat badan bayi. Karena, saat usia 6 bula mulai diberi makanan tambahan baru.
Bagaimana  mengetahui pertumbuhan normal anak balita:
·            Ukur berat badan dan tinggi badannya.
·            Pertumbuhan fisik anak, diukur antara lain dengan Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan Lingkar Kepala (LK). Salah satu cara untuk memantau pengukuran ke 3 parameter tsb, adalah dengan menggunakan grafik pertumbuhan (growth chart).
·            Tentukan berat badan ideal anak, anda juga bisa melihat apakah anak anda tinggi atau pendek, gemuk atau kurus..
·            Isi  berat badam balita anda  tentunya sesuai umur dan tarik garis grafik pertumbuhan pada KMS.
  1. Penggunaan garam beryodium
GAKY atau gangguan akibat kekurangan yodium merupakan salah satu masalah gizi yang banyak terjadi. Peran keluarga sangat penting dalam pencegahan dan penanggulangan masalah GAKY. Penggunaan garam beryodium di keluarga diketahui dapat mencegah dan menanggulangi masalah tersebut.
  1. Pemanfaatan pekarangan
Komoditi yang diusahakan dipekarangan sebaiknya disesuaikan dengan kesesuaian komoditi dengan daerah yang bersangkutan, peluang pasar, dan nilai guna meliputi:
a)         Tanaman pangan: umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan, bumbu-bumbuan, obat
b)        Tanaman  bernilai ekonomi tinggi: buah, sayuran, hias (bunga potong, tanaman pot, tanaman taman, anggrek)
c)         Ternak: ternak unggas hias, ternak petelur, ternak pedaging
d)        Ikan: ikan hias, ikan produksi daging, pembenihan dan lain-lain.
  1. Peningkatan daya beli keluarga miskin
Daya beli masyarakat dan kondisi ekonomi terkait dengan kemampuan keluarga untuk menyediakan pangan dan memenuhi kebutuhan gizi anak. Peningkatan jumlah balita gizi buruk yang meninggal dunia setiap tahun adalah buah kemiskinan. Minimnya lapangan kerja membuat masyarakat tak sanggup membeli makanan bergizi. Meski telur dan susu tersedia di pasar, sebagian besar warga tidak mampu mengakses karena terpuruknya daya beli. Peraih Nobel Ekonomi Amartya Sen menyimpulkan, kelaparan terjadi bukan karena tak ada makanan di pasar, tetapi warga terlalu miskin, tidak mampu membelinya.
Oleh karena itu harus ada peningkatan daya beli masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya keluarga yang dimiliki. Misalnya dengan usaha berkebun, bertani dan yang lainnya.
  1. Bantuan pangan darurat: PMT balita
Pemberian makanan pada bayi merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan gizi  bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal (Sulastri, 2004). Pemberian makanan tambahan pada bayi adalah pemberian makanan atau minuman mengandung zat gizi pada bayi atau anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah pemberian ASI ekslusif (Depkes RI, 2007). Pemberian makanan tambahan pada bayi harus diberikan secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah, menelan dan mampu menerima bermacam-macam bentuk makanan yaitu dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lunak, makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001).
D.      TEMUAN KASUS
1.         Senin, 05 Desember 2011 | 15:26 WIB Senin, 05 Desember 2011 | 15:26 WIB.
KULONPROGO—Sebanyak enam anak balita di Tawangsari, Kecamatan Pengasih, Kulonprogo, dilaporkan menderita gizi buruk. Sementara 46 anak balita lainnya dari 300 balita di Tawangsari, masuk katagori kelompok gizi kurang. Sayangnya, sejak Januari hingga Oktober 2011 Dinas Kesehatan hanya mampu menekan kasus gizi buruk 0.05% saja.
Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial Pemerintah Desa Tawangsari, Kecamatan Pengasih, Muryadi menjelaskan, masalah gizi buruk masih terjadi di wilayahnya. Menurut dia, masih adanya kasus gizi buruk disebabkan banyak faktor. Selain masalah ekonomi dan pendidikan, kesadaran warga juga masih perlu dipupuk lagi. Pasalnya, tambah dia, meski semua anak yang mengalami gizi buruk atau kurang gizi sudah diberi pemberian makanan tambahan (PMT), karena keterbatasan ekonomi warganya, PMT juga dinikmati anggota keluarga balita gizi buruk.
PMT memang sudah diberikan setiap bulan. Namun, karena rata-rata kasus gizi buruk berasal dari keluarga miskin, PMT seperti susu dan sebagainya yang diberikan, juga dinikmati anggota keluarga lainnya,” ujarnya, Senin (5/11).
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kulonprogo Lestaryono mengakui jika kasus gizi buruk masih terjadi di wilayahnya. Sayang, saat disinggung soal data kasus gizi buruk yang terekam selama 2011, Lestaryono belum bersedia menjawab. Namun, menurut Hartini salah seorang staff gizi Dinas Kesehatan Kulonprogo, angka kasus gizi turun dari 0.88% (2010) menjadi 0.83% hingga Oktober 2011 atau hanya turun 0.05%.(Harian Jogja/Abdul Hamied Razak)
2.         Magetan. Kasus gizi buruk di Magetan meningkat karena pola asuh orang tua yang salah. Mayoritas penderita gizi buruk tidak hanya dari kalangan orang tidak mampu saja. ” Sesuai pendataan kami dari lapangan balita yang menderita Gizi buruk akibat pola asuh yang salah  sekitar 51 persen,sisanya penyakit infeksi, dan kemiskinan.” jelas Toto Aprijanto Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan.
Sesuai data daro Dinas Kesehatan, tahun 2010 dari bulan Januari sampai Desember berjumlah 257, meninggal satu, sedangkan tahun 2011 dari bulan Januari sampai Mei jumlah penderita gizi buruk 251 meninggal satu. “ kemungkinan dari jumlah tersebut bisa bertambah, bila cara pola asuh anak tidak segera di rubah dengan benar,” katanya.
“Kalau melihat orang tua sekarang, mungkin karena sibuk dengan pekerjaan, balita sering di asuhkan oleh ke neneknya atau tetangga. Terkadang saat di suapi pembantu, biar terkesan lekas habis,  makanannya  di habiskan pembantu,” ungkapnya.
Menurutnya, Makanan bergizi bukan bearti makan yang mahal, akan tetapi makan dengan cukup, seperti sayur-sayuran , tempe, dan tahu. Makan ikan tidak harus sering-, 2 sampai 3 hari sekali sudah baik,” tuturnya.
Upaya Dinas Kesehatan tidak pernah berhenti untuk memberi pembinanan tentang pola asuh anak yang benar melalui masing-masing Pukesmas, Posyandu, dan bidan Desa. “ Yang terpenting pola asuh terhadap anak adalah sering memperhatikan, terutama makanan yang di konsumsi,” jelasnya.Cahyo Nugroho.
3.         Metrotvnews.com, Dompu: Sebanyak 36 bayi usia di bawah lima tahun di sejumlah kecamatan di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, menderita gizi buruk. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu Gatot Gunawan di Dompu, Rabu (29/6), mengatakan, data itu mencakup tiga kecamatan.
Gunawan mengatakan, kasus gizi buruk terbanyak di Kecamatan Huu mencapai 15 kasus, 11 kasus di Kecamatan Kempo dan 10 kasus di Kecamatan Dompu. Sementara di wilayah yang pertaniannya berhasil tidak ada kasus gizi buruk.
Dari hasil pengecekan di lapangan, kata Gunawan, kasus gizi buruk terjadi akibat pola asuh dan pola makan yang salah. Ada di antaranya karena ditinggal ibunya bekerja sebagai tenaga kerja wanita di luar negeri dan sebagian karena orang tuanya bercerai dan anaknya dirawat orang oleh keluarganya.
Gatot Gunawan mengatakan, kasus gizi buruk yang ditemukan di Kabupaten Dompu bukan karena kekurangan pangan, karena rata-rata cadangan pangan masyarakat mencukupi. “Penyebab utama kasus gizi buruk adalah karena pola asuh yang sala. Kalau soal kekurangan pangan rasanya tidak mungkin sebab cadangan makan masyarakat mencukupi,” kata Gunawan.
Menurut dia, masyarakat kurang memanfaatkan kunjungan pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas juga menjadi faktor penyebab masih adanya kasus gazi buruk di Kabupaten Dompu.(Ant/DOR). (http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/06/29/56270/Sebanyak-36-Balita-di-Dompu-Menderita-Gizi-Buruk)
4.         PADANG: Berdasarkan penelitian, tercatat bahwa sebanyak 30 persen balita di daerah terpencil di Sumatra Barat kini masih mengalami gizi kurang, diyakini daerah itu akan kehilangan generasi berkualitas pada masa datang.
“Kekurangan gizi yang dialami balita di daerah itu lebih akibat antara lain pelayanan kesehatan belum terjangkau dengan baik ke daerah itu,” kata Pakar gizi dari Poltekkes Kemenkes Padang, Andarfikar di Padang, Kamis 23 Juni 2011.
Menurut Andarfikar, di Sumatra Barat memiliki banyak daerah terpencil, sebagaian berada pada daerah perbukitan yang sulit terjangkau dengan transportasi sehingga pelayanan kesehatan tidak tersebar secara merata.
Kondisi alam Sumbar yang menyulitkan secara geografis tersebut, mempengaruhi pola berfikir orang tua dalam berprilaku hidup sehat karena minimnya informasi tentang asupan gizi dan menjaga kesehatan keluarga dengan baik.
“Padahal Sumbar dalam program ketahanan pangan sudah mencapai peringkat surplus beras,” katanya seraya menambahkan kondisi demikian sangat berbanding terbalik dengan kekurangan gizi yang dialami balita di provinsi itu.
Banyaknya balita yang mengalami kekurangan gizi juga lebih akibat prilaku orang tua dan pola asuh ibu, dalam memberikan gizi bagi balitanya.
Selama ini, katanya, kaum ibu di daerah terpencil masih menganut kebiasaan yang salah bahwa balita cukup diberikan makan kerupuk. Selain itu jika makan ikan anak akan bisa cacingan.
“Anggapan yang salah itu akan mengakibatkan anak berpotensi terjangkit infeksi penyakit seperti lumpuh layu atau polio dan terserang penyakit lainnya karena asupan gizi anak yang kurang sekaligus menurunkan kekebalan dan daya tahan tubuh anak pada penyakit,” katanya.
Karena itu pendidikan tentang asupan gizi yang baik yakni empat sehat lima sempurna di daerah terpencil perlu terus digencarkan. Selain itu pemerintah daerah secara rutin mengerahkan petugas kesehatan untuk memberikan informasi tentang pola makan yang sehat dan baik pada anak.
Ia menambahkan, berdasarkan penelitian di Sumbar ditemukan juga balita yang mengalami gizi buruk yang tercatat sebesar 3-4 persen. (ant). (http://www.bisnis-sumatra.com/index.php/2011/06/gizi-buruk-di-sumbar/)
5.         Data UNICEF tahun 1999 menunjukan, 10 -12 juta (50 – 69, 7 %) anak balita di Indonesia (4 juta diantaranya dibawah satu tahun) bersatus gizi sangat buruk dan mengakibatkan kematian, malnutrisi berkelanjutan meningkatkan angka kematian anak. Setiap tahun diperkirakan 7 % anak balita Indonesia (sekitar 300. 000 jiwa) meninggal ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita dan 170. 000 anak (60 %) diantaranya akibat gizi buruk. Dari seluruh anak usia 4 -24 bulan yang berjumlah 4, 9 juta di Indonesia, sekitar seperempat sekarang berada dalam kondisi kurang gizi (Wahyuni, 2001, dalam Herwin. B. 2004).
Masih banyaknya bayi dan balita di Makassar yang berstatus gizi buruk (marasmus kwasriorkor) terutama disebabkan oleh masalah ekonomi, karena ternyata, sebagian besar penderita marasmur berasal dari keluarga kurang mampu.
Hingga kini pemerintah di Sulawesi Selatan belum melihat masalah kekurangan gizi dan rawan pangan sebagai persoalan serius dan mendesak untuk ditangani. Buktinya persentase balita yang kurang gizi tingkat berat masih stagnan di angka 43,59 persen (sekitar 352.000 balita) sejak tahun 1998 lalu. Padahal bila keadaan itu dibiarkan, 30 tahun ke depan Sulsel terancam lost generation, (http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/.htm)
Sulawesi Selatan (Sulsel) yang dikenal luas sebagai lumbung pangan nasional ternyata memiliki angka kejadian gizi kurang yang tinggi. Survei Konsumsi Gizi menunjukkan bahwa sejak tahun 1995 sampai tahun 1998 terjadi peningkatan persentase keluarga di Sulsel yang mengalami defisit konsumsi energi dari 39% menjadi 57% (Latief dan kawan-kawan, 2000, Thaha, 2003).
Padahal, pada saat yang sama produksi beras, sumber utama kalori di daerah ini, mengalami surplus 1,4 juta sampai 1,5 juta ton (BKP Sulsel, 2001 dan 2002, dalam Thaha, 2003), (http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi. newsid)
Sejalan dengan sasaran global dan perkembangan keadaan gizi masyarakat, rumusan tujuan umum program pangan dan gizi tahun 2001-2005 yaitu menjamin ketahanan pangan tingkat keluarga, mencegah dan menurunkan masalah gizi, mewujudkan hidup sehat dan status gizi optimal.
Menurut kerangka yang disusunn oleh WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam hal ini gizi kurang dan gizi buruk lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, penyakit infeksi dan asupan makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian kekurangan gizi, pola asuh serta pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kekurangan gizi, seperti pada bagan UNICEF berikut ini yang telah dimodifikasi oleh Prof. Dr. Soekirman, (Herwin. B. 2004).
Makanan untuk anak harus mengandung kualitas dan kuantitas cukup untuk menghasilkan kesehatan yang baik. Kekurangan gizi akan mengakibatkan anak mudah diserang penyakit, pengetahuan gizi dan pemberian makanan bergizi disarankan untuk anak wajib diketahui bagi pendidik di Taman Kanak-Kanak. Anak membiasakan diri makan melalui makanan disekolah, anak belajar memilih makanan yang baik, jika makanan masuk kebadan adalah makanan bergizi, maka anak akan memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
Pengasuhan anak oleh Ibu (Orang Dewasa) terhadap pemenuhan kebutuhan gizi, perawatan dasar termasuk imunisasi, pengobatan bila sakit, tempat tinggal yang layak, higyene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani, (Soetjiningsih, 1995 dalam Herwin. B. 2004).
Masalah gizi kurang dan gizi buruk bila tak ditangani secara serius akan mengakibatkan bangsa Indonesia akan mengalami “LOS GENERATION“ keterlibatan keluarga yang selama 24 jam mendampingi anak yang menderita kekurangan gizi tersebut. Perhatian cukup dan pola asuh anak yang tepat akan memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizinya.
Dengan melihat tabel Distribusi Anak Balita Gizi Kurang Menurut Jenis Kelamin Di Wilayah Puskesmas Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang Tahun 2003 menunjukan bahwa, status gizi buruk/kurang menunjukan bahwa kejadian kerawanan gizi pada keluarga adanya berbagai multifaktor pada pola pengasuhan dan perawatan anak balita, (Herwin. B. 2004).
Anak balita adalah anak – anak yang berusia dibawah lima tahun yang sedang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang lebih tinggi setiap kilogram berat badan.
Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya asupan makanan yang diterima setiap harinya tidak sesuai dengan kebutuhan untuk beraktifitas, adanya penyakit infeksi yang diderita oleh anak balita sehingga daya tahan tubuh menurun berakibat menurunnya berat badan dan kehilangan energi dalam tubuh. Hal tersebut dapat pula disebabkan oleh karena kuranya kontrol / pola asuh pada balita baik terhadap asuhan makanan, higyene perorangan maupun kebersihan lingkungan sekitar tempat balita berinteraksi dan beraktifitas. (http://www.ibudanbalita.com/diskusi/pertanyaan/66567/pola-asuh-dalam-hubungannya-dg-status-gizi-anak-daerah-sul_sel)
6.         Mataram, 4/12 (ANTARA) – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat terus menggencarkan sosialisasi penganekaragaman pangan kepada masyarakat untuk menekan angka bayi bawah lima tahun yang mengalami kekurangan gizi.
“Badan Ketahanan Pangan (BKP) bersama Dinas Kesehatan, Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Nusa Tenggara Barat (NTB) terus memotivasi masyarakat untuk mengonsumi pangan beranekaragam sehingga provinsi ini bebas dari gizi buruk,” kata Kepala BKP NTB Hj Husnanidiaty Nurdin, di Mataram, Minggu.
Ia mengatakan, sosialisasi penganekaragaman pangan dan pemberian makanan tambahan bergizi kepada anak-anak juga mendapat dukungan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pangan dan gizi masyarakat.
Lembaga lain yang juga memberikan perhatiannya adalah “World Food Programme” (WFP) atau program pangan dunia yang memprogramkan bantuan pangan bersama antarnegara. WFP dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1963 dan diawasi Organisasi Pangan Dunia (FAO).
Menurut dia,  kasus kekurangan gizi di NTB, bukan disebabkan masyarakat kekurangan pangan atau NTB tidak memiliki cadangan pangan, tetapi lebih karena pola asuh orang tua dan pola konsumsi pangan masyarakat yang harus diperbaiki.
Pola konsumsi yang sehat dan bergizi tidak harus mahal karena sumber gizi, energi dan protein bisa diperoleh dengan memanfaatkan pekarangan yang tersedia, meskipun luasnya relatif kecil.
“Tanaman kelor dan kacang-kacangan atau biji-bijian memiliki kandungani gizi yang bagus untuk mendukung pertumbuhan bayi bawah lima tahun (balita). Tanaman itu bisa ditanam di sekitar pekarangan rumah,” ujarnya.
Masyarakat, kata Husnanidiaty, juga bisa memanfaatkan pekarangan untuk memelihara ternak unggas seperti ayam, sehingga bisa memenuhi kebutuhan protein hewani dari telur yang dihasilkan.
Upaya mendorong masyarakat memanfaatkan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein keluarga terus dilakukan agar capaian skor pola pangan harapan (PPH) yang ditargetkan sebesar 77,2 persen pada 2011 dapat tercapai.
Skor PPH NTB masih berada di bawah nasional, yakni sebesar 88,1 persen. Salah satu yang menyebabkan skor PPH NTB berada di bawah nasional karena kendala akses.
“Untuk itu, BKP tidak henti-hentinya menganjurkan  seluruh masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan walaupun hanya sejengkal tanah. Kalau sudah mampu memanfaatkan pekarangan, masyarakat tidak perlu jauh-jauh ke pasar membeli pangan untuk kebutuhan energi dan protein keluarga,” ujarnya.
Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat Dr Untung Suseno Sutarjo MKes menyebutkan angka kekurangan gizi pada balita di NTB tertinggi di Indonesia, yakni mencapai 30,5 persen. Angka itu berada di atas rata-rata nasional 17,9 persen.
“Hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan pada 2010, kasus kekurangan gizi di NTB tertinggi di Indonesia, sedangkan terendah di Provinsi Sulawesi Utara 10,6 persen,” katanya pada acara sosialisasi program Bidang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2011, di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Rabu (30/11).
7.         Serang, (tvOne). Sebanyak 9.620 anak usia bawah lima tahun (balita) di Provinsi Banten menderita status gizi buruk sehingga perlu penanggulangan serius untuk meningkatkan asupan gizi yang baik.
“Saya merasa prihatin dengan tinggiya jumlah kasus gizi buruk,” kata Wakil Gubernur Banten, Masduki, Selasa (5/5/2009).
Saat ini, katanya, penyebab tingginya kasus penderita gizi buruk akibat lilitan kemiskinan, rendahnya pendidikan, pola asuh yang salah dan budaya setempat.
Bahkan, masih banyak ditemukan orangtua memberikan makanan anak dengan kepala ikan asin atau kerupuk yang tidak memiliki gizi yan baik.
Oleh karena itu, pihaknya menargetkan tahun 2009, jumlah kasus gizi buruk bisa menurun sekitar 50 persen.
Saat ini, pemerintah daerah sudah menganggarkan dana sekitar Rp3 miliar untuk penanggulangan gizi buruk dengan memberikan program pemberian makanan tambahan (PMT) air susu ibu (ASI). Makanan tersebut berupa biskuit, susu, bubur, dan vitamin A.

Pemberian makanan tambahan itu akan diberikan secara langsung pada posyandu di seluruh daerah di Banten. Jumlah posyandu yang aktif melayani kesehatan balita di Banten mencapai 8.989 posyandu.

Selain itu, pihaknya terus meningkatkan pelayanan kesehatan gizi di puskesmas maupun posyandu.
“Kami berharap petugas puskesmas dan kader posyandu lebih optimal untuk membantu penuntasan balita gizi buruk,” katanya.
Penanganan gizi buruk, kata Masduki, bukan hanya tanggung jawab dinas kesehatan saja, melainkan seluruh elemen masyarakat juga turut membantu.
“Jika di kampung terdapat orang mampu secara ekonomi, maka berikanlah bantuan kepada warga yang tak mampu,” ujarnya.
Dia menyebutkan, pemerintah memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi penderita gizi buruk yang terserang penyakit penyerta seperti tuberchulosis, pneumonia, paru-paru, diare, demam tinggi.
Mereka penderita gizi buruk bisa dirawat di kelas tiga di rumah sakit milik pemerintah.
Sementara tu, Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Dadang Epid mengatakan, saat ini kasus gizi buruk terus mengalamai penurunan dibandingkan tahun 2007 yang mencapai tiga persen.
“Tahun 2009, penderita gizi buruk turun sekitar 1,2 persen,” ujarnya. (http://nusantara.tvonenews.tv/berita/view/13239/2009/05/05/sebanyak_9627_balita_di_banten_alami_gizi_buruk.tvOne)
BAB II
PERKEMBANGAN MUTAKHIR
A.      DEFINISI KADARZI
Keluarga sadar gizi adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu  mengenali dan mengatasi masalah gizi anggotanya.
Perilaku gizi seimbang adalah pengetahuan, sikap dan praktek keluarga meliputi mengkonsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat
Mengapa sasarannya Keluarga:
1.         Pengambilan keputusan dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan dilaksanakan terutama di tingkat keluarga
2.         Sumber daya dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga
3.         Masalah gizi yang terjadi di tingkat keluarga, erat kaitannya dengan perilaku keluarga, tidak semata-mata disebabkan oleh kemiskinan dan ketidaktersediaan pangan
4.         Kebersamaan antar keluarga dapat memobilisasi masyarakat untuk memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan.                                  
B.       INDIKATOR KADARZI
1.      Menimbang berat badan secara teratur
a)      Pengertian: Balita ditimbang berat badannya setiap bulan dan  dicatat dalam KMS
b)      Cara Pengukuran: Lihat catatan penimbangan balita pada KMS selama 6 bulan terakhir.
c)      Kesimpulan
·           Bila bayi berusia > 6 bulan
Baik: Bila ≥ 4 kali berturut-turut
Belum baik:Bila < 4 kali berturut-turut
·           Bila bayi berusia 4-5 bulan
Baik: Bila ≥ 3 kali berturut-turut
Belum baik: Bila < 3 kali berturut-turut
·           Bila bayi berusia 2-3 bulan
Baik: Bila ≥ 2 kali berturut-turut
Belum baik:Bila < 2 kali berturut-turut
2.      Memberikan asi saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan (asi eksklusif)
a)      Pengertian: Bayi berumur 0-6 bulan diberi ASI saja, tidak diberi makanan dan minuman lain.
b)      Cara Pengukuran
Lihat catatan status ASI eksklusif pada KMS dan kohort (catatan pemberian ASI pada bayi). Lalu tanyakan kepada ibunya apakah bayi usia 0 bln, 1 bln, 2 bln, 3 bln, 4 bln, 5 bln dan 6 bln selama 24 jam terakhir sudah diberikan makanan atau minuman selain ASI?
c)      Kesimpulan
·           Baik: Bila hanya diberikan ASI saja, tidak diberi makanan dan minuman lain (ASI eksklusif 0 bln,1 bln, 2 bln, 3 bln, 4 bln, 5 bln dan 6 bln)
·           Belum baik: Bila sudah diberi makanan dan minuman lain selain ASI
3.      Makan aneka ragam makanan
a)      Pengertian
Balita mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah setiap hari. ATAU (bila tidak ada anak balita)
Keluarga mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah setiap hari
b)      Cara Pengukuran
Menanyakan kepada ibu tentang konsumsi lauk hewani dan buah dalam menu anak balita selama 2 (dua) hari terakhir. atau (bila tidak ada anak balita) Menanyakan kepada ibu tentang konsumsi lauk hewani dan buah dalam menu keluarga selama 3 (tiga) hari terakhir.
c)      Kesimpulan
·           Jika Ada Balita:
Baik: Bila setiap hari makan lauk hewani dan buah
Belum baik: Bila tidak tiap hari makan lauk hewani dan buah
·           Jika Tidak Ada Balita:
Baik: Bila sekurangnya dalam satu hari keluarga makan lauk hewani dan buah
Belum baik: Bila tidak makan lauk hewani dan buah
4.      Menggunakan garam beryodium
a)      Pengertian
Keluarga menggunakan garam beryodium untuk memasak setiap hari
b)      Cara Pengukuran
Menguji contoh garam yang digunakan keluarga dengan tes yodina/tes amilum.
c)      Kesimpulan
Baik: Beryodium (warna ungu)
Belum baik: Tidak beryodium (warna tidak berubah/muda)
5.      Memberikan suplemen gizi sesuai anjuran
a)      Pengertian
 Bayi 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A biru pada bulan Februari atau Agustus.
Anak balita 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A merah setiap bulan Februari dan Agustus.
b)      Cara Pengukuran
Lihat catatan pada KMS/catatan posyandu/buku KIA, bila tidak ada tanyakan pada ibu.
c)      Kesimpulan
Bayi 6-11 bulan dan Anak balita 12-59 bulan:
Baik:
• Bila mendapat kapsul biru pada bulan Feb atau Agt (6-11 bln).
• Bila mendapat kapsul merah setiap bulan Feb dan Agt (12-59 bln).
Belum baik: Bila tidak mendapat kapsul biru/merah.
C.      PENILAIAN KELUARGA SADAR GIZI    
Penilaian keluarga sadar gizi dapat dinilai jika syarat-syarat sudah terpenuhi, antara lain:
1.         Status gizi seluruh anggota keluarga khususnya ibu dan anak baik
2.         Tidak ada lagi bayi berat lahir rendah pada keluarga
3.         Semua anggota keluarga mengkonsumsi garam beryodium
4.         Semua ibu memberikan hanya ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan
5.         Semua balita dalam keluarga yang ditimbang naik berat badannya sesuai umur
6.         Tidak ada masalah gizi lebih dalam keluarga. (Depkes,2004)
BAB III
KESIMPULAN
A.      KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa  keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kesehatan  terutama dalam hal mencegah dan menanggulangi gizi buruk. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan program kesehatan kadarzi.
B.       HARAPAN
Dengan program kadarzi ini diharapkan kesehatan masyarakat dapat meningkat terutama untuk mengurangi angka kejadian gizi buruk di negeri ini. Sejalan dengan dilaksankannya program kadarzi ini pemerintah hendaknya tetap memberikan perhatiannya kepada masyarakat yang dilakukan antara lain dengan secara terus menerus melakukan promosi dan menyediakan sarana prasarana guna pencapaian program kadarzi. Sedangkan untuk masyarakat diharapkan dapat senantiasa berpartisipasi dengan melaksanakan program tersebut secara baik.
 


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.2000. Buku Modul akademi Gizi Tatalaksana Penanggulangan Gizi Buruk. Jakrta : Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Pudjiadi, Solihin. 1990. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
http://www.scribd.com/doc/6549689/GIZI-BURUK
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/12/penanggulangan-gizi-buruk.html

cara pencegahan dan penanganan penyakit kolera

Dalam penanganan sebuah penyakit harus tepat penanganannya. Karena jika salah penanganan bukan semakin baik justru akan semakin memperparah keadaan. Dan agar penyakit tidak muncul lagi maka kita harus mencegahnya. Berikut adalah cara mencegah dan menangani penyakit kolera.
 Pencegahan Penyakit kolera
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.

  Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kolera
Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan penaganan segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang terjadi.

Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia. (massachusetts medical society, 2007 : Getting Serious about Cholera).


Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.
Semoga bermanfaat bagi yang memebacanya.

DAMPAK MAKANAN dan MINUMAN INSTAN BAGI KESEHATAN

 

DAMPAK MAKANAN dan MINUMAN INSTAN BAGI KESEHATAN
A.    PENDAHULUAN
Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan bervariasi saat ini sudah semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya produk-produk makanan yang dijual di pusat-pusat penjualan produk makanan. Kesadaran ini dipengaruhi oleh semakin majunya teknologi informasi di bidang pangan, sehingga masyarakat atau konsumen lebih sadar terhadap segala perubahan yang ada. Perubahan-perubahan ini ternyata secara tidak langsung mengubah selera dan kebiasaan masyarakat akan produk pangan yang dikonsumsinya.
Kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan ini juga dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat yang sudah semakin dinamis dikarenakan tuntutan pekerjaan atau customer yang semakin tinggi. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi menyebabkan masyarakat melakukan upaya-upaya yang lebih keras untuk menutupi kebutuhannya tersebut. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya seorang ibu rumah tangga yang ikut bekerja untuk membantu suami dalam mencari nafkah.
Seorang ibu rumah tangga yang ikut bekerja untuk membantu suami akan mengakibatkan berkurangnya waktu yang tersedia untuk menyiapkan kebutuhan keluarga. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi gaya atau cara konsumsi dari suatu keluarga khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Pola kehidupan masa kini dicirikan dengan tingginya biaya hidup, emansipasi atau karena alasan lain menyebabkan wanita bekerja diluar rumah. Data statistik tahun 2002 menunjukkan bahwa wanita yang bekerja pada angkatan kerja berjumlah 33,06 juta atau 44,23% dari jumlah total usia wanita antara 15-60 tahun (BPS, 2002).  Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji menjadi  menu utama sehari-hari di rumah.
Tingginya aktivitas masyarakat yang didorong oleh semakin tingginya kebutuhan masyarakat ini menyebabkan pola konsumsi pangan masyarakat berubah. Perubahan pola atau gaya hidup, juga menjadi faktor pemicu terjadinya perubahan pola konsumsi. Misalnya, orang zaman sekarang semakin sibuk dengan jam kerja lebih panjang, mendorong mereka untuk memilih makanan yang penyajiannya lebih praktis tapi tetap beragam.
Selain itu mahalnya bahan pangan saat ini membuat masyarakat beralih ke makanan – makanan cepat saji atau Instant. Banyak sekali makanan cepat saji (Instant) yang beredar, baik dalam bentuk cair maupun padat. Bahkan sebagian masyarakat menjadikan makanan cepat saji sebagai makanan pokok sehari – hari.
Masalah lain yang jadi fenomena dimasyarakat adalah tersedianya berbagai jajanan yang dikemas dapat dipastikan “kaya”  zat aditif. Tercatat 13 jenis snack mengandung bahan aditif dalam kandungan yang cukup tinggi (Republika, 2003). Pertanyaan yang muncul adalah sejauh manakah bahan-bahan aditif tersebut terkonsumsi dan terakumulasi dalam tubuh, bagaimana dampaknya bagi kesehatan? Dan bagaimana tindakan konsumen terutama ibu-ibu rumah tangga dalam memilih, mengolah makanan yang aman, higienis, cukup gizi dan menyehatkan anggota keluarganya?
  Pengertian Makanan Siap Saji dan Kesehatan Konsumen
Makanan siap saji
Makanan  siap saji yang dimaksud adalah jenis  makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk  tersebut.  Makanan siap  saji biasanya berupa  lauk pauk dalam kemasan, mie instan, nugget, atau juga corn flakes sebagai makanan untuk sarapan.
  Zat Aditif Makanan
Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan kesegaran produk tersebut.
  Kemasan Makanan
Kemasan makanan adalah wadah atau tempat makanan agar kualitas  makanan tetap baik, meningkatkan penampilan produk, dan memudahkan transportasi.
  Sehat
Sehat adalah berfungsinya organ tubuh secara fisiologis normal. Dalam konsumsi pangan konsumen tidak hanya menilai dari citarasa dan nilai gizinya tetapi juga mempertimbangkan pengaruh pangan terhadap kesehatan dan kebugaran tubuh, atau menurunkan efek negatif suatu penyakit, dan kalau memungkinkan menyembuhkan penyakit tersebut.
Jenis Zat Aditif dan Kemasan  Makanan
Menurut Majeed (1996) zat aditif dapat dibagi menjadi  beberapa kelompok berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1)      agen emulsi yaitu aditif yang berbahan lemak dan air contohnya lecithin
2)       agen penstabil dan pemekat contohnya alginat dan gliserin,
3)      agen penghalang kerak untuk mencegah penggumpalan,
4)      agen peningkatan nutrisi contohnya berbagai vitamin,
5)      agen pengawet contohnya garam nitrat dan nitrit,
6)      agen antioksidan contohnya vitamin C dan E ; BHT (Butylated Hydroxy-Toluen) dan BHA (Butylated Hydroxy-Anisol),
7)      agen pengembang untuk roti dan bolu, agen penyedap rasa contoh monosodium glutamat (MSG),
8)      bahan pewarna.   Selain kesembilan zat aditif diatas Denfer (2001) juga menyatakan terdapat bahan lain yang ditambahkan dalam makanan diantaranya: 1) agen peluntur, 2) lemak hewani, 3) bahan pengasam, 4) bahan pemisah, 5) pati termodifikasi, 6) alkohol, dan 7) gelatin .
Di samping bahan-bahan yang telah disebutkan diatas yang menggunaan, ukuran dan aturannya sudah ditentukan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), yang patut kita waspadai adalah adanya pewarna maupun pengawet yang ditambahkan yang penggunaannya bukan untuk makanan seperti, borak dan formalin sebagai pengawet yang telah dilaporkan oleh Suriawiria (2003). Dimana disinyalir 86,2% mie basah yang terdapat dipasar dan swalayan mengandung formalin. Selain itu warna merah pada terasi 50% adalah menggunakan pewarna rhodamin B yang seharusnya digunakan untuk tekstil. Selain itu rhodamin juga biasa diberikan dalam sirop untuk menimbulkan warna merah.
Kemasan Makanan Siap Saji
Sampai saat ini menurut Ketua Federasi Pengemasan Indonesia Hengky Darmawan di Indonesia sistem pengemasannya baru 10% yang sesuai aturan SNI.  Pemilihan jenis kemasan harus memperhatikan food grade dan food safety (Kompas, 2003).
Beberapa faktor yang mempengaruhi produsen dalam memilih kemasan adalah tampil menarik, mampu melindungi produk yang dikemas, dan pertimbangan ekonomis.  Bahan yang digunakan selama ini berupa plastik atau styrofoam (pembungkus mie instant dan  nugget), PVC (polyvinyl clorida untuk pembungkus kembang gula), kaleng (makanan buah, susu, makanan lauk-pauk).
B.     KASUS AKIBAT MENGKONSUMSI MAKANAN INSTAN
Situs berita Health DaysNews belum lama ini menyatakan tahun ini di Amerika Serikat (AS) saja sudah ada 57.000 orang meninggal akibat kanker usus besar. Mayoritas (97 persen) penderitanya adalah mereka yang berusia di atas 40 tahun. Di Indonesia pasiennya belum terdeteksi secara pasti. Namun Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menyatakan setiap tahun menerima 50 pasien baru penderita kanker usus besar.
Kasus yang menimpa Hilal Al Jajira.  Sejak balita, bocah berumur 6 tahun itu kerap mengkonsumsi mi instan, bahkan menjadi menu sehari-hari. Kemudian ditemukann kebocoran pada usus, yang dikibatkan kedua sisinya lengket satu sama lain. Untuk mengantisipasi hal itu, dokter terpaksa melakukan operasi dengan memotong usus yang lengket tersebut.
Disamping bahaya dari zat aditif makanan siap saji diatas, bahaya lain yang dihadapi oleh konsumen/pengguna makanan siap saji adalah efek samping bahan pengemas.   Unsur-unsur bahan pengemas yang berbahaya bagi kesehatan konsumen karena  terdapatnya zat plastik  berbahaya seperti PVC  yang dapat menghambat produksi hormon testosteron (Atterwill dan Flack, 1992)  kemasan kaleng disinyalir mengandung timbal (Pb) dan VCM (Vinyl Chlorid Monomer) yang bersifat karsinogenik yaitu memacu sel kanker (Media Indonesia, 2003), dan styrofoam bersifat mutagenik (mengubah gen) dan karsinogenik  (Kompas, 2003).
C.    PENELITIAN MENGENAI MAKANAN INSTAN
Penelitian University of Bristol, Inggris ini menunjukkan, anak-anak yang makan lebih banyak chip, keripik, biskuit dan pizza sebelum usia tiga tahun memiliki IQ lebih rendah lima tahun kemudian. Mereka yang mengonsumsi makanan cepat saji, IQ-nya bisa lebih rendah lima poin IQ dibandingkan dengan anak-anak diberikan diet sehat dengan buah, sayur dan rumah-makanan yang dimasak.
Menurut penelitian di Kanada, kebiasaan makanan cepat saji dapat menyebabkan pikun lebih dini, seperti diutarakan laman Shine. Selain itu, mengonsumsi makanan cepat saji secara rutin juga meningkatkan risiko kerusakan memori otak dan mengancam terjadinya demensia. Lemak jenuh dan tingginya kadar gula yang terkandung dalam makanan cepat saji telah ditemukan sebagai biang keladi hilangnya memori itu.
D.    BTM PADA MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN
BTM bermacam-macam
Jika suatu zat kimia yang ditambahkan pada makanan dapat menyebabkan kanker, zat kimia itu harus dilarang pemakaiannya. Ini sebuah prinsip yang telah menjadi hukum di AS dan telah diundangkan sejak 1958. Namun, produsen bisa pula berdalih, bagaimana jika zat kimia itu mampu mencegah racun botulism yang mematikan yang terdapat pada daging kalengan? Nitrit adalah senyawa pengawet itu, yang biasanya ditambahkan pada daging kalengan dan menimbulkan perdebatan berlarut-larut. Keberadaan BTM adalah untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun hasilnya sungguh menakjubkan.
BTM ternyata sudah lama digunakan dalam pengawetan makanan. Orang Romawi kuno menggunakan garam untuk mengawetkan daging, dan sulfur untuk mencegah terjadinya oksidasi pada minuman anggur. Kini, keprihatinan masyarakat semakin bertambah dengan semakin panjangnya daftar BTM. Ini meliputi jenis BTM yang telah diizinkan maupun dari jenis yang belum diteliti.
Pendapat yang sering kontroversial adalah kemungkinan timbulnya kanker akibat BTM. Sebenarnya, kanker adalah penyakit dengan beberapa penyebab yang bersifat kompleks. Sebagian kanker justru diduga disebabkan oleh faktor lingkungan, misalnya asap rokok, polusi udara, sinar ultraviolet, dll. Kanker berkembang sangat lambat dalam tubuh manusia. Biasanya memakan waktu 5 – 10 tahun setelah seseorang kontak dengan bahan karsinogenik (penyebab kanker).
Karena itu mencari penyebab kanker pada manusia menjadi lebih sulit. Untuk menguji suatu zat menyebabkan kanker, maka dilakukan percobaan pada binatang. Secara alami usia hewan percobaan (tikus) adalah 2 – 3 tahun. Karena itu hewan ini mampu memberikan informasi cukup setelah diberi makanan tertentu yang mengandung zat yang diduga bersifat karsinogenik. Munculnya kanker pada hewan percobaan akan membuat kita lebih berhati-hati ketika memilih makanan kemasan yang mengandung zat karsinogenik itu.
Sampai saat ini belum ada dampak langsung (seketika) yang menunjukkan BTM berakibat buruk pada janin dalam kandungan. Namun, pada binatang percobaan terlihat sakarin (pemanis buatan) bersifat racun bagi janin. Meskipun hal ini masih perlu penelitian yang lebih intens, sebaiknya ibu hamil berhati-hati ketika memilih makanan atau minuman kemasan yang mengandung sakarin.
Pada dekade 1970 – 1980-an terjadi perdebatan cukup panjang tentang dampak monosodium glutamate atau MSG (bumbu masak). Tikus muda yang baru lahir mengalami cacat setelah diberi ransum mengandung MSG. Penelitian lainnya menggunakan anak ayam menunjukkan munculnya gejala-gejala mengantuk setelah anak ayam mengonsumsi MSG. Itulah sebabnya MSG pernah dilarang pada makanan bayi di Inggris dan Singapura. Penelitian yang sama, yang dilakukan pada kera dan anjing, ternyata tidak membuktikan hal itu.
Penggunaan bahan pengawet paling banyak digunakan di Indonesia adalah sulfit, nitrit, BHA atau BHT, dan benzoat. Perdebatan para ahli mengenai aman tidaknya behan pengawet itu masih seru. Sebagian orang beranggapan, belum ada BTM yang pernah menyebabkan reaksi serius bagi manusia dalam jumlah yang sering ditemukan pada makanan. Namun, bukti lain menunjukkan, pemakaian dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Bahan pengawet sulfit dapat menyebabkan reaksi cukup fatal bagi mereka yang peka. Bagi penderita asma, sulfit dapat menyebabkan sesak dada, sesak napas, gatal-gatal, dan bengkak. Sulfit digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Jenis produk seperti jus buah, sosis, dan acar kering sering menggunakan pengawet ini.
Pada 1989 terdapat kasus biskuit beracun yang menelan korban 38 jiwa manusia. Ini akibat mengonsumsi natrium nitrit yang secara tidak sengaja ditambahkan pada makanan karena kekeliruan. Nitrit adalah pengawet pada daging. Pada daging kalengan (corned) nitrit bisa digunakan dengan dosis 50 mg/kg.
Awalnya, nitrit dan nitrat digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada daging yang diawetkan. Belakangan diketahui, zat itu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang sering muncul pada makanan awetan. Penggunaan nitrit dan nitrat semakin meluas seperti pada pembuatan sosis, ham, dan hamburger.
Jika makanan diawetkan, umumnya akan kehilangan vitamin A dan E. Kedua vitamin itu bersifat sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi yang menyebabkan kerusakan. Penggunaan BHA/BHT juga sebagai antioksidan, namun sudah ada penelitian yang membuktikan bahwa BHA/BHT sebenarnya kurang baik karena menyebabkan kelainan kromosom sel bagi orang yang alergi terhadap aspirin.
Pengguanaan pengawet benzoat dimaksudkan untuk mencegah kapang dan bakteri khususnya pada produk sirup, margarin, kecap, selai, jeli, dan cider. Benzoat sejauh ini dideteksi sebagai pengawet yang aman. Di AS benzoat termasuk senyawa kimia pertama yang diizinkan untuk makanan. Senyawa ini digolongkan dalam Generally Recognized as Safe (GRAS). Bukti-bukti menunjukkan, pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Ini karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien.
Dilaporkan bahwa pengeluaran senyawa ini antara 66 – 95% jika benzoat dikonsumsi dalam jumlah besar. Sampai saat ini benzoat dipandang tidak mempunyai efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut, dan juga tidak mempunyai efek karsinogenik.
E.     PRODUK-PRODUK MAKANAN INSTAN
1.      Bubur Instant Berenergi Abon Sapi – Makanan Instant Bergizi
Informasi Produk
Description: E:Tugas Semester 5Iptek Mutakhir148841_122393787819847_104139289645297_136397_1633207_n.jpg
        Nama Produk : Super Bubur Bubur Instant Berenergi Abon Sapi
        Kategori : Bubur Instant Berenergi Abon Sapi
        Jenis Produk : Makanan Instan
        Kemasan : Plastik (Isi Angin) Berat Bersih 49 gram
        Warna Kemasan : Merah, putih, hijau dengan latar belakang oranye.
        Komposisi : Bubur beras instant, garam, gula, bubuk ayam, daun bawang, bubuk bawang putih, penguat rasa (mononatrium glutamat), bubuk lada, vitamin (A, B1, B2, B6, B12).
        Serta komposisi tambahan lain seperti : kerupuk, sambal, abon, kecap asin.
        Harga Perkiraan : Rp. 2.800,-
Ø  Informasi Nilai Gizi / Kandungan Nutrisi
Takaran Saji : 49 gram / Jumlah Sajian Per Kemasan : 1
        Total Kalori : 180
        Kalori dari lemak : 40
        Lemak total : 4,5 gram / 7%
        Protein : 3 gram / 5%
        Karbohidrat total : 33 gram / 11%
        Natrium : 1020 mgram / 44%
        Vitamin A : 20%
        Vitamin B1 : 35%
        Vitamin B2 : 20%
        Vitamin B6 : 20%
        Vitamin B12 : 25%
Persen angka kebutuhan gizi (%AKG) berdasarkan diet 2000 kalori AKG dapat lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kebutuhan kalori masing-masing.
Cara Penyajian / Sugested Preparation (Cara Membuat Bubur Instan) :
1)      Masukkan bubur instan ke dalam mangkok.
2)      Tuang air panas 250 cc (satu gelas penuh), aduk sampai rata, diamkan kira-kira 3 menit sampai bubur mengental.
3)      Tambahkan kecap dan sambal sesuai selera.
4)      Tambahkan krupuk dan abon sapi. Super bubur siap dihidangkan.
Seduh – Tidak perlu dimasak dengan air mendidih, cukup diseduh dengan air panas.
Lengkap – Sudah termasuk tambahan bahan pelengkap seperti abon sapi, kerupuk, kecap, sambal dan bawang goreng.
Bergizi mengandung 5 vitamin :
        Vitamin A membantu fungsi penglihatan
        Vitamin B membantu metabolisme karbohidrat menjadi energi.
2.      Macam mie instan
Description: E:Tugas Semester 5Iptek Mutakhirindo-fk1.jpg
1)      Indomie Rasa Soto Mie
     Energi = 340 kkal
     Energi dari lemak = 110 kkal
     Lemak total = 12 gr / 22%
     Lemak jenuh = 4 gr / 19%
     Kolesterol = 0 mg / 0%
     Karbohidrat = 50 gr / 15%
     Serat makanan = 2 gr / 9%
     Gula = 2 gr / 9%
     Protein = 7 gr / 15%
     Natrium = 600 mg / 25%
     Vitamin A = 60% AKG
     Vitamin B12 = 20% AKG
     Vitamin B1 = 40% AKG
     Vitamin C = 6% AKG
     Vitamin B6 = 26% AKG
     Pantotenat = 10% AKG
     Kalsium = 2% AKG
     Niasin = 25% AKG
     Asam folat = 25% AKG
     Zat besi = 30% AKG
3.      MINUMAN INSTAN
a.       Teh instan
 

 

Komposisi : gula, ekstra teh, asam sitrat, bubuk jeruk nipis (atau rasa yang lain), pencita rasa jeruk, tanpa zat pengawet, tanpa pemanis buatan.
Produk Sari Wangi ini dijual dalam kemasan sachet, 18 gram. Rasanya bermacam-macam, ada yang jeruk nipis, jahe, dll. Karena instan menyajikannya pun mudah: masukkan serbuk ke gelas, cukup tuang air panas, aduk-aduk, siap diminum.
b.      Kopi instan
 
Menurut jenisnya produk kopi bisa dibagi menjadi tiga bagian besar :
       Kopi dengan gula
       Kopi, gula, dan susu
       Kopi, gula dan krimmer
       Kopi dengan berbagai rasa seperti moka, jahe, ginseng, dll
       Cappuccino
c.       Saus
d.      Gudeg instan
Description: E:Gudeg-Kaleng.jpg
F.     DAMPAK MENGKONSUMSI MAKANAN INSTAN
Dampak Makanan Siap Saji
Manfaat Makanan Siap Saji
Makan siap saji yang beredar saat ini tercatat 500 – 600 jenis (Media Indonesia, 2003). Jenis tersebut terdiri dari minuman dan makanan yang diproduksi dalam skala kecil dan besar.  Ketersediaan makanan siap saji ini akan memberikan kemudahan pemilihan jenis makanan, keragaman makanan, kualitas makanan dan praktis.
Bahaya Makanan Siap Saji
World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural  Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu : 1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh, 2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, 3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.
Dampak negatif zat aditif terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun  jangka panjang.
Description: http://www.eurekaindonesia.org/wp-content/uploads/zat-aditif.jpg
Dampak positif :
        Hemat waktu dan biaya
        Praktis
        Mudah dalam persiapan
        Mudah ditemukan/didapat
         
Dampak negatif
        Kurang dalam kandungan gizi
        Banyak mengandung Bahan Tambahan Pangan
        Bisa menyebabkan gangguan kesehatan/efek dalam jangka panjang sebab :
                                                 a.      Kandungan garam sodium dan karbohidratnya sangat tinggi
                                                b.      mengandung bahan penyedap buatan seperti Monosodium Glutamat (Vetsin) yang membuat makanan terlalu gurih. Juga mengandung sakarin dan gula bit, sehingga makanan menjadi terlalu manis, akibatnya sulit diserap oleh tubuh.
                                                 c.      bahan penyedap dan pengawet buatan yang membuat jenis makanan berwarna-warni jika dikonsumsi terus menerus akan membahayakan tubuh, sebab zat pewarna ini berasal dari bahan kimia.
        Penghamburan uang, makanan ringan banyak disukai karena kemasannya bagus, menarik, iklannya terus menerus ditayangkan di televise. Akibatnya membuat orang penasaran dan tertarik untuk mencoba makanan tersebut.
        Dapat mengurangi selera makan seseorang, sehingga dapat menghambat pertumbuhan.
Upaya Meminimalisasi Dampak Negatif
Untuk mengurangi dan meminimalisasi dampak negatif zat aditif makanan dapat di upayakan dengan beberapa cara antara lain :
                         a.      Secara Internal
Mengurangi konsumsi makanan siap saji, meningkatkan konsumsi sayur dan buah-buahan serta mengkonsumsi vitamin. Beberapa vitamin diduga mengandung zat antikarsinogen diantaranya adalah Vitamin A, C, E banyak terdapat dalam sayur dan buah; asam folat terdapat dalam brokoli, bayam dan asparagus: Betakaroten, Vitamin B3 (niasin), vitamin D dalam bentuk aktif (1.25-hidroksi) terdapat pada mentega, susu, kuning telur, hati, beras dan ikan.
Memberi pengertian pada keluarga tentang bahaya zat aditif, mengawasi, mengontrol  pemberian dan penggunaan uang jajan dan membiasakan membawa bekal  makanan sehat dari rumah
                        b.      Secara Eksternal
Produsen; diperlukan kesadaran dan tanggung jawab produsen terhadap penggunaan zat aditif pada bahan pangan yang diproduksikan, memberikan informasi yang jelas komposisi makanan termasuk zat aditif yang ditambahkan
Pemerintah; melakukan pengawasan dan menindak tegas produsen yang melanggar aturan yang berlaku. Meneruskan kegiatan PMT-AS (Program Makanan Tambahan-Anak Sekolah) dengan memanfaatkan sumber makanan lokal.
Non-pemerintah (LSM); memfasilitasi terbentuknya kelompok konsumen, mendorong peran serta masyarakat sebagai pengawas kebijakan publik, mengantisipasi kebijakan global yang berdampak pada konsumen, melakukan pengawasan dan bertindak sebagai pembela konsumen. []
G.    PENUTUP
Memang tuntutan kepraktisan dan ketersediaan waktu yang semakin sempit karena kesibukan; konsumen memang memerlukan pangan yang lebih praktis. Namun demikian, konsumen perlu selalu berusaha mengembangkan perilaku hidup sehat; termasuk perilaku makan sehat dengan menu pangan yang sehat. Secara umum, perilaku makan sehat yang perlu disampaikan adalah Konsumsi aneka ragam jenis pangan dan Jangan berlebih-lebihan terhadap salah satu jenis produk pangan.
Dalam menyusun menu sehari-hari, upayakan minimal harus terdiri dari 3 kelompok pangan; yaitu pangan pokok, lauk pauk, sayur dan buah. Produk pangan olahan, bisa digunakan sebagai pilihan dalam menyusun menu yang menarik dan bervariasi. Untuk memilih produk pangan olahan, biasakan membaca label, meneliti ada tidaknya nomor pendaftaran oleh BPOM atau Dinas Kesehatan, dan menggunakannya sesuai dengan petunjuk penggunaan dan penyimpanannya.


DAFTAR PUSTAKA
http://xamthoneplus.acepsuherman.com/2011/11/jus-manggis/dampak-negatif-makanan-cepat-saji-bagi-kesehatan/
http://www.scribd.com/doc/11681545/Jurnal

Penyebab Mimisan Hidung Tiba Tiba

Mimisan pada hidung sering terjadi pada anak, balita dan orang dewasa yang menyebabkan darah mengalir terus menurus secara tiba-tiba. Sebenarnya darah mimisan ini disebabkan beberapa faktor yang bisa kita hindari dan ada juga faktor yang tidak bisa dihindari. Lebih lengkapnya tentang penyebab mimisan hidung tiba tiba sebagai berikut :

Pada bagian dalam depan rongga hidung kita ada sekumpulan pembuluh darah. Pada anak, kumpulan pembuluh darah ini biasanya lebih rentan pecah, dan menimbulkan perdarahan. Biasanya, pembuluh darah serta sel lendir pada rongga hidung anak tersebut akan lebih kuat setelah ia lulus sekolah dasar.

Penyebab mimisan diantaranya benturan pada hidung, kebiasaan mengorek hidung yang berlebihan, hidung kemasukan benda asing atau benda kecil lain yang menimbulkan infeksi, perubahan cuaca, menghadapi perubahan tekanan udara, penyakit infeksi terutama jika disertai demam tinggi secara mendadak, penyakit darah seperti leukemia dan hemofilia.

Untuk mengobati orang mimisan yaitu dengan mendudukkannya dengan posisi tegak kemudian segera pencet hidungnya selama beberapa menit dan suruh dia bernapas dengan menggunakan mulut. Setelah itu gunakan es batu untuk mengkompres bagian pangkal hidungnya.

Jika pendarahan belum juga berhenti, masukkan kain atau kapas basah untuk menekan pendarahan atau bisa juga dengan menggunakan daun sirih. Jika pendarahan masih berlanjut, segera bawa orang tersebut ke rumah sakit atau dokter terdekat.