Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

 

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) adalah salah satu institusi penting dalam wilayah pelabuhan (Iskandar, 2008). Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 356/MENKES/PER/IV/2008 Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Depkes RI, 2008).


Fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 356 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok Kantor Kesehatan Pelabuhan, Kantor Kesehatan Pelabuhan menyelenggarakan 15 fungsi, yaitu (Sarumpaet, 2008):
1. Pelaksanaan kekarantinaan.
2. Pelaksanaan pelayanan kesehatan.
3. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
4. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali batas darat negara.
5. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali.
6. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan kimia.
7. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional.
8. Pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk.
9. Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
10. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan OMKABA impor.
11. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya.
12. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
13. Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
14. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
15. Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan surveilans kesehatan pelabuhan.
16. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 356/MENKES/PER/IV/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
Iskandar, A. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2008.Htttp://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/abstrakpdf.jsp?id=76853&lokasi=lokal. Diakses pada tanggal 13 April 2010.
Sarumpaet, M. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 356/MENKES/PER/IV/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Medan.

Vektor Demam Berdarah Dengue

Vektor Demam Berdarah Dengue

1. Aedes aegypti dan Aedes albopictus
Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus Dengue penyebab penyakit DBD. Selain Dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus Dengue, Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vektor) dan bersama Aedes albopictus (co vektor) menciptakan siklus persebaran Dengue di desa dan kota (Womack, 1993).

2. Klasifikasi Ilmiah
Klasifikasi ilmuah nyamuk Aedes menurut Womack (1993) adalah sebagai berikut:
a. Aedes aegypti
1) Kerajaan : Animalia
2) Filum : Arthropoda
3) Kelas : Insecta
4) Ordo : Diptera
5) Familia : Culicidae
6) Subfamilia : Culicinae
7) Genus : Aedes (Stegomyia)
8) Spesies : Aedes aegypti
b. Aedes albopictus
1) Kerajaan : Animalia
2) Filum : Arthropoda
3) Kelas : Insecta
4) Ordo : Diptera
5) Familia : Culicidae
6) Subfamilia : Culicinae
7) Genus : Aedes (Stegomyia)
8) Spesies : Aedes albopictus

 

3. Ciri-ciri Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus
Secara umum ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit DBD (nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus) menurut Womack (1993) adalah sebagai berikut:
a. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
b. Pertumbuhan telur sampai dewasa ± 10 hari
c. Menggigit atau menghisap darah pada pagi dan sore hari
d. Senang hinggap pada pakaian yang bergantung dalam kamar
e. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah yang agak gelap dan lembab, bukan di got atau comberan
f. Hidup di dalam dan di sekitar rumah
1) Di dalam rumah : bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain.
2) Di luar rumah: drum, tangki penampungan air, kaleng bekas, ban bekas, botol pecah, potongan bambu, tempurung kelapa, dan lain-lain.
Aedes Aegypti dan Aedes albopictus secara morfologis keduanya sangat mirip, namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya (Merrit & Cummins, 1978). Skutum Aedes Aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih (Gambar 2.1). Sementara skutum Aedes albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya (Gambar 2.1). Roche (2002) dalam Supartha (2008), melaporkan bahwa Aedes aegypti mempunyai dua sub spesies yaitu Aedes aegypti queenslandensis dan Aedes aegypti formosus. Sub spesies pertama hidup bebas di Afrika sementara sub spesies kedua hidup di daerah tropis yang dikenal efektif menularkan virus DBD. Sub spesies kedua lebih berbahaya dibandingkan sub spesies pertama.

 

4. Siklus Hidup Aedes Aegypti dan Aedes albopictus
Menurut Departemen Kesehatan (2004) siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus dibagi menjadi 4 tahapan siklus yaitu:
a. Telur
1) Satu per satu pada dinding bejana
2) Telur tidak berpelampung
3) Sekali bertelur nyamuk betina menghasilkan sekitar 100-250 butir
4) Telur kering dapat tahan 6 bulan
5) Telur akan menjadi jentik setelah sekitar 2 hari
b. Jentik
1) Sifon dengan satu kumpulan rambut
2) Pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air
3) 6-8 hari menjadi pupa
c. Pupa
1) Sebagian kecil tubuhnya kontak dengan permukaan air
2) Bentuk terompet panjang dan ramping
3) 1-2 hari menjadi nyamuk Aedes aegypti
d. Nyamuk Dewasa
1) Panjang 3-4 mm
2) Bintik hitam dan putih pada badan dan kepala
3) Terdapat ring putih di kakinya

 

5. Tempat Berkembang Biak Aedes Aegypti dan Aedes albopictus
Lingkaran hidup nyamuk ini melalui metamorfosis sempurna, artinya sebelum menjadi stadium dewasa harus mengalami beberapa stadium pertumbuhan yakni telur, beberapa stadium larva dan stadium pupa. Satu siklus lamanya kira-kira 9-12 hari dan ini sangat tergantung dengan adanya persediaan makanan dan temperatur yang sesuai. Pengetahuan tentang oviposition (tempat bertelur) dan breeding place (tempat perkembangbiakan) dalam siklus hidup mem[unyai arti tersendiri karena ada kaitannya dengan program penanggulangan vektor (Wijana,1992).
Secara biologis kedua spesies nyamuk tersebut mempunyai dua habitat yaitu akuatik (perairan) untuk fase pra dewasanya (telur, arva dan pupa), dan daratan atau udara untuk serangga dewasa. Nyamuk yang habitat imago di daratan atau udara akan mencari tempat di dekat permukaan air untuk meletakkan telurnya. Bila telur yang diletakkan itu tidak mendapat sentuhan air atau kering masih mampu bertahan hidup antara 3 bulan sampai satu tahun. Masa hibernasi telur-telur itu akan berakhir atau menetas bila sudah mendapatkan lingkungan yang cocok pada musim hujan untuk menetas. Telur itu akan menetas antara 3-4 jam setelah mendapat genangan air menjadi larva. Habitat larva yang keluar dari telur tersebut hidup mengapung di bawah permukaan air (Judarwanto, 2007).
Berbeda dengan habitat imagonya yaitu hidup bebas di daratan (terrestrial) atau udara (aborial). Aedea aegypti lebih menyukai tempat di dalam rumah penduduk sementara Aedes albopictus lebih menyukai tempat di luar rumah yaitu hidup di pohon atau kebun atau kawasan pinggir hutan oleh karena itu sering disebut nyamuk kebun. Nyamuk Aedes aegypti yang lebih memilih habitat di dalam rumah sering hinggap pada pakaian yang digantung untuk beristirahat dan bersembunyi menantikan saat tepat inang datang untuk menghisap darah (Supartha, 2008).
Berdasarkan pola pemilihan habitat dan kebisaaan hidup nyamuk dewasa Aedes aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan terisi air. Sementara Aedes albopictus dapat berkembang biak di habitat perkebunan terutama pada lubang pohon atau pangkal bambu yang sudah dipotong yang bisaanya jarang terpantau di lapangan. Kondisi itu dimungkinkan karena larva nyamuk tersebut dapat berembang biak dengan volume air minimum kira-kira 0,5 sentimeter setara atau setara dengan satu sendok teh (Hasyimi dan Soekirno, 2004).
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang bertelur di permukaan-permukaan yang basah dari kontainer. Tidak pernah ditemukan bertelur di permukaan kering dan permukaan berlumpur. Berdasarkan percobaan di laboratorium ternyata 29,9% telur dapat ditetaskan di permukaan air apabila disediakan permukaan kontainer yang tidak cocok, misalnya permukaan gelas. Suatu survai telah dilakukan oleh Moore, dkk (1978) di Tanzania dan menemukan breeding place pada tempat-tempat sebagai berikut:

a. Ban-ban bekas
b. Bekas bagian-bagian (onderdil)
c. Tong-tong kayu
d. Kulit-kulit kacang
e. Tempayan-tempayan berisi air
f. Lekukan-lekukan daun
g. Bekas rumah-rumah siput
h. Lubang-lubang pada pohon
i. Potongan-potogan bambu
Perilaku hidup larva tersebut berhubungan dengan upayanya menjulurkan alat pernafasan yang disebut sifon menjangkau permukaan air guna mendapatkan oksigen untuk bernafas. Habitat seluruh masa pradewasanya dar telur, larva dan pupa hidup di dalam air walaupun kondisi airnya sangat terbatas (Judarwanto, 2007).

 

6. Perilaku Aedes Aegypti dan Aedes albopictus
Menurut Departemen Kesehatan (20044) pola perilaku nyamuk meliputi perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang biak:
a. Perilaku Mencari Darah
Imago Aedes aegypti dan Aedes algopictus jantan mempunyai perilaku makan yang sama yaitu mengisap vektor dan juga tanaman sebagi sumber energinya. Selain energi, imago betina juga membutuhkan pasokan protein untuk keperluan produksi (anautogenous) dan proses pematangan telurnya. Pasokan protein tersebut diperoleh dari cairan darah inang (Merrit & Cummins, 1978).
Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali pada pagi hari sampai sore hari, dan lebih suka pada jam 08.00-12.00 dan jam 15.00-17.00. nyamuk betina untuk mendapatkan darah yang cukup sering menggigit lebih dari satu orang (multiple bitter). Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter dan umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan (Merrit & Cummins, 1978).
b. Perilaku Istirahat
Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telur. Tempat istirahat yang disukai Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, WC dan di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu, tirai sedangkan Aedes albopictus di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah (Merrit & Cummins, 1978).
c. Perilaku Berkembang Biak
1) Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas permukaan air.
2) Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 mm per butir.
3) Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan.
4) Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air.
5) Jentik nyamuk setelah 6-8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk.
6) Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak di dalam air, tetapi tidak makan dan setelah 1-2 hari akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti baru.

Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan RI. 2004. Demam Berdarah Dengue, Depkes. Jakarta

Judarwanto, W. 2007. Profil Nyamuk Aedes dan Pembasmiannya, Http://www.indonesiaindonesia.com/f/1344-profil-nyamuk-aedes-pembasmian .

Merrit, R.W. & K.W. Cummins(Eds). 1978. An Introduction to The Aquatic Insects of North America. Kendall/Hunt Publishing Company. 441p.

Wormack, M. 1993. The yellow fever mosquito, Aedes aegepty. Wing Beats, Vol. 5(4);4

Sampah dan Pengelolaannya

Sampah dan Pengelolaannya

Sampah merupakan bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo, 2003). Sampah dibagi menjadi tiga jenis yaitu sampah padat, sampah cair dan sampah gas. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003) sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut:

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi:
a. Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk misalnya: logam atau besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.
b. Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk misalnya: sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya.
2. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar
a. Sampah yang mudah terbakar misalnya: kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas dan sebagainya.
b. Sampah yang tidak dapat terbakar misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi atau logam bekas, pecahan gelas, kaca dan sebagainya.
3. Berdasarkan karakteristik sampah
a. Garbage yaitu sampah hasil pengolahan atau pembuatan makanan, yang umumnya mudah membusuk dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel dan sebagainya.
b. Rubbish yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagangan baik yang mudah terbakar (kertas, karton, plastik dan sebagainya) maupun yang tidak mudah terbakar (kaleng bekas, klip, pecahan gelas dan sebagainya).
c. Ashes (abu) yaitu sisa pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar, termasuk abu rokok.
d. Street sweeping (sampah jalanan) yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran bermacam-macam sampah, daun-daunan, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu dan sebagainya.
e. Sampah industri yaitu sampah yang berasal dari industri atau pabrik-pabrik.
f. Dead animal (bangkai binatang) yaitu bangkai binatang yang mati karena alam, ditabrak kendaraan atau dibuang oleh orang.
g. Abandoned vehicle (bangkai kendaraan) adalah bangkai mobil, sepeda, sepeda motor dan sebagainya.
h. Construction wastes (sampah pembangunan) yaitu sampah dari proses pembangunan gedung, rumah dan sebagainya, yang berupa puing-puing, potongan-potongan kayu, besi beton, bambu dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

 

Menurut Soemirat (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi sampah adalah:
1. Jumlah penduduk
Hal tersebut dapat dipahami dengan mudah, bahwa semakin banyak penduduk maka semakin banyak pula jumlah sampahnya. Pengelolaan sampah inipun berpacu dengan laju pertambahan penduduk.
2. Keadaan sosial ekonomi
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah per kapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan. Kenaikan kesejahteraan inipun akan meningkatkan kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunan-bangunan, transportasipun bertambah, produk pertanian, industri dan lain-lain akan bertambah dengan konsekuensi bertambahnya volume dan jenis sampah.
3. Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufakturpun semakin beragam pula (Soemirat, 2004).
Soemirat (2004) menyatakan bahwa sampah erat kaitanya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri patogen) dan juga binatang serangga sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vektor). Sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin agar tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Pengelolaan sampah di sini meliputi pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa, sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup (Soemirat, 2004).
Menurut Notoatmodjo (2003), cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut:
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau instansi yang menghasilkan sampah, maka dari itu mereka harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah dan selanjutnya ke Tempat Penampungan Akhir (TPA).
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Pemusnahan dan atau pengelolaan sampah ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain sebagai berikut:
a. Ditanam (Landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah (jugangan) kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
b. Dibakar (Inceneration) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran (incenerator).
c. Dijadikan pupuk (Composting) yaitu pengelolaan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik seperti: daun-daunan, sisa makanan dan sampah lain yang dapat membusuk (Notoatmodjo, 2003).
Tempat sampah merupakan suatu sarana atau tempat yang digunakan untuk membuang segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Syarat tempat sampah yang sehat dalam Suryasa (2008) yaitu :
a. Konstruksinya kuat dan tidak mudah bocor sehingga sampah-sampah tersebut tidak berserakan
b. Mempunyai tutup yang dibuat sedemikian rupa agar mudah dibuka dan ditutup tanpa harus mengotorkan tangan
c. Mudah dibersihkan
d. Mempunyai ukuran yang sesuai sehingga mudah diangkat
e. Tempat sampah basah dan kering harus dipisahkan untuk memudahkan dalam proses pengolahan
f. Menyediakan plastik di dalamnya
g. Tempat sampah dibersihkan secara rutin agar kuman-kuman penyakit tidak tertinggal
h. Letakkan tempat sampah di tempat yang strategis atau ramai yang sering dilalui, tapi tidak menghalangi jalan dan jangan di dekat penyimpanan makanan atau minuman
i. Kosongkan tempat sampah secara rutin

DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Soemirat, J. 2004. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta.

Surayasa. 2008. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Banjir. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/11_ej_surayasa%20doc.pdf. Diakses tanggal 30 Maret 2011.

Pengertian Inflamasi

Pengertian Inflamasi

 

Radang atau inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas yang berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Robbins & Kumar, 1994).

Tujuan inflamasi yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap infeksi (Soesatyo, 2002). Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemeraham (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor) (Soesatyo, 2002), dan function laesa (Chandrasoma dan Tailor, 1995).
Secara garis besar proses inflamasi dibagi menjadi 2 tahap :
a. Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah adanya rangsang iritan. Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen seluler darah ke dalam ruang-ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk didalamnya granulosit neutrofil yang melakukan pelahapan (fagositosis) untuk membersihkan debris jaringan dan mikroba (Soesatyo, 2002)
b. Inflamasi kronis
Inflamasi kronis terjadi jika respon inflamasi tidak berhasil memperbaiki seluruh jaringan yang rusak kembali ke keadaan aslinya atau jika perbaikan tidak dapat dilakukan sempurna (Ward, 1985)

DAFTAR PUSTAKA
Chandrasoma dan Tailor, 1995, Concise Pathology, Ed. II., 104, Prentice-Hall International, London
Robbins, S.L, dan Kumar, V., 1994, Patologi, Edisi IV, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Surabaya, 28,29,30,33
Soesatyo, M.H.N.E, 2002, Proses Inflamasi, Penggunaan Analgetik dan Antiinflamasi Non Steroid Secara Rasional, Bagian Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,27-38
Ward, P.A., 1985, Inflamasi , dalam Bellanti, J.A., (Ed.) Imunology III, diterjemahkan oleh Wahab, A.S., 223-233, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Tanaman Pengusir Nyamuk

Tanaman Pengusir Nyamuk 
Nyamuk penular (vektor) penyakit demam berdarah memang sulit untuk ditanggulangi. Tetapi ada salah satu cara yang cukup efektif dan murah untuk menghindarinya, yakni dengan mengusir nyamuk dari lingkungan sekitar kita atau mencegah agar nyamuk tidak sampai menggigit dengan menggunakan tanaman obat.
Beberapa tanaman yang dapat digunakan untuk pengusir nyamuk antara lain: Zodia(Evodia suaveolens), sera wangi (Cymbopogon nardus), Lavender (Lavandula latifolia), Geranium (Geranium homeanum), nilam (Pogostemon cablin) dan mimba (Azadirachta indica).
Zodia, serai wangi dan geranium dapat langsung digunakan untuk mengusir nyamuk dengan cara menanam di pot kemudian disimpan di dalam rumah atau ditanam di halaman rumah. Tanaman pengusir nyamuk ini juga bisa dibuat lotion yang dioleskan ke tubuh sehingga nyamuk enggan untuk menggigit. Kelebihan lotion ini adalah tidak memberikan efek negatif pada kulit (Syakir, 2007).
1. Zodia
Zodia merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari daerah Irian (Papua). Oleh penduduk setempat tanaman ini biasa digunakan untuk menghalau serangga, khususnya nyamuk apabila hendak pergi kehutan, yaitu dengan cara menggosokkan daunnya ke kulit.
Selain itu, tanaman yang mempunyai tinggi antara 50 cm hingga 200 cm (rata-rata 75 cm), dipercaya mampu mengusir nyamuk dan serangga lainnya dari sekitar tanaman. Oleh sebab itu tanaman ini, sering ditanam dipekarangan ataupun di pot untuk menghalau nyamuk. Aroma yang dikeluarkan oleh tanaman Zodia cukup wangi.
Biasanya tanaman itu mengeluarkan aroma apabila tanaman tergoyah oleh tiupan angin sehingga di antara daunnya saling menggosok, maka keluarlah aroma yang wangi. Saat ini sebagian masyarakat menyimpan tanaman zodia pada pot di dalam ruangan, sehingga selain memberikan aroma yang khas, juga aromanya dapat menghalau nyamuk dari ruangan. Namun demikian tidak berarti bahwa nantinya di dalam ruangan terdapat beberapa bangkai nyamuk sebagai akibat dari tanaman ini, nyamuk hanya terusir karena tidak menyukai aroma dari tanaman ini. Penyimpanan tanaman juga sering diletakkan di sekitar tempat angin masuk ke dalam ruangan, nyamuk yang hendak masukpun terhalau.
Zodia (Evodia suaveolens) yang termasuk ke dalam keluarga Rutaceae mengandung evodiamine dan rutaecarpine. Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun tanaman ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%). Linalool sudah sangat dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk.
Menurut penelitian Kardinan (2004) yang dilakukan terhadap nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti) yang sering membuat heboh masyarakat, yaitu dengan cara menggosokkan daun zodia ke lengan, lalu lengannya dimasukkan ke kotak yang berisi nyamuk demam berdarah dan dibandingkan dengan lengan yang tanpa digosok dengan daun zodia menunjukkan bahwa daun zodia mampu menghalau nyamuk selama enam jam dengan daya halau (daya proteksi) sebesar lebih dari 70%.
Selain itu, lengan yang digigit oleh nyamuk demam berdaarah akan cepat sembuh (bentol dan gatal) apabila digosok dengan daun zodia. Hal ini merupakan harapan baru untuk menghalau serangan nyamuk demam berdarah di masa mendatang, yaitu dengan gerakan kembali ke alam dengan memanfaatkan tanaman di sekitar kita untuk memerangi penyakit demam berdarah.

2. Geranium
Tanaman Geranium sekurang-kurangnya memiliki tiga varian, yaitu : Citrosa mosquito fighter, Citrosa queen of lemon, Citrosa lady diana. Citrosa mosquito fighter pada tahun 1980-1990 cukup mudah ditemukan di kawasan sekitar Bandung dan Sukabumi. Tumbuh liar di sekitar sawah, daunnya diambil lau diselipkan di antara pakaian atau almari. Khasiatnya mampu mengusir nyamuk dan ngengat, juga memberikan aroma yang khas. Pada geranium terdapat zat Citronella yang mampu mengusir nyamuk (Kardinan, 2003).

3. Serai Wangi
Selama ini serai wangi (Cymbopogon nardus) sering dipakai untuk bumbu masak dan bahan pencampur jamu, namun ternyata batangnya bisa digunakan sebagai pengusir nyamuk. Serai wangi mengandung zat-zat geroniol, metilheptenon, terpen-terpen, terpen alkil, sitronelal. Zat sitronelal ini memiliki sifat racun kontak. Sebagai racun kontak dapat menyebabkan tubuh nyamuk kehilangan cairan yang dapat menyebabkan kematian(Kardinan, 2003).
Kandungan dari serai terutama minyak atsiri dengan komponen sitronelal 32-45%, geraniol 12-18%, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%, sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen, vanilin, limonen, kamfen. Minyak serai mengandung 3 komponen utama yaitu sitronelal, sitronelol dan geraniol (Sastrohamidjojo, 2004 dalam Wardani, 2009). Hasil penyulingan dari Andropogon nardus L dapat diperoleh minyak atsiri yang disebut Oleum citronellae, terutama terdiri atas geraniol dan sitronelal yang dapat digunakan untuk menghalau nyamuk (Tjitrosoepomo, 2005 dalam Wardani, 2009). Abu dari daun dan tangkai serai mengandung 45 % silika yang merupakan penyebab desikasi (keluarnya cairan tubuh secara terus menerus) pada kulit serangga sehingga serangga akan mati kekeringan. Sitronelol dan geraniol merupakan bahan aktif yang tidak disukai dan sangat dihindari serangga, termasuk nyamuk sehingga penggunaan bahan-bahan ini sangat bermanfaat sebagai bahan pengusir nyamuk (Yunus, 2008 dalam Wardani, 2009).

4. Rosemary
Jika melihat dari bentuk fisiknya, tanaman rosemary (Rosmarinus officinalis) ini kurang menarik jika dijadikan tanaman hias. Tapi jika melihat fungsinya, banyak orang yang mencari tanaman ini. Sebagai tanaman batang keras, bentuk tanaman rosemary tidak berbeda dengan tanaman lain sejenisnya.
Kelebihannya hanya terletak pada baunya yang sangat menyengat. Warna daunnya hijau tua dan bentuk daunnya meruncing. Tapi baunya yang menyengat inilah yang dicari-cari orang, karena baunya yang tercium saat tanaman ini tertiup angin justru dapat mengusir nyamuk. Aroma yang dihasilkan jika daunnya digosok-gosokkan ke kulit mirip seperti aroma minyak kayu putih. Aroma ini dapat mengacaukan penciuman dan nyamuk.
Meskipun tanaman lavender dan zodia juga mampu digunakan untuk mengusir nyamuk, tapi tanaman rosemary tetap yang paling banyak dicari orang. Hal ini disebabkan karena selain perawatannya yang sangat mudah, tanaman rosemary ini sangat kuat dan tahan terhadap serangan hama (Pakar Tanaman, 2010).

Daftar Pustaka

Kardinan. 2003. Model Pencegahan Berbasis Lingkungan terhadap Penyakit. IPB. repository.ipb.ac.id. Diakses tanggal 9 Mei 2011.

Kardinan, Agus. 2004. Zodia (Evodiaa suaveolens) Tanaman Pengusir Nyamuk. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/77/pdf/Zodia%20%28Evodiaa%20suaveolens%29:%20Tanaman%20Pengusir%20Nyamuk.pdf. Diakses tanggal 9 Mei 2011.

Pakar Tanaman. 2010. Rosemary Tanaman Si Pengusir Nyamuk. http://tanaman.org/. Diakses tanggal 9 Mei 2011.

Syakir. 2007. Ramuan Ajaib Mengatasi Demam Berdarah Dengue Secara Alami. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/162/pdf/Ramuan%20Ajaib,%20Mengatasi%20Demam%20Berdarah%20Dengue%20Secara%20Alami.pdf. Diakses tanggal 9 Mei 2011.

Wardani, Sukma. 2009. Uji Aktivitas Minyak Atsiri Daun dan Batang Serai (Andropogon nardus L) Sebagai Obat Nyamuk Elektrik Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. http://etd.eprints.ums.ac.id/5156/1/K100050116.pdf. Diakses tanggal 9 Mei 2011.

Kanker Payudara(CA MAMMAE)

Kanker Payudara(CA MAMMAE)

A. Definisi
Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara. Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Kanker payudara menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2007).
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit (Tapan, 2005).

B. Etiologi
Etiologi dari kanker payudara belum diketahui secara spesifik, namun ada faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker payudara, yaitu:
1. Riwayat pribadi tentang kanker payudara
2. Anak perempuan dan saudara perempuan dari wanita dengan kanker payudara
3. Menarke dini (kurang dari 12 tahun)
4. Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama (>30 tahun)
5. Menopouse pada usia lanjut
6. Riwayat penyakit payudara jinak
7. Obesitas setelah menopouse
8. Kontrasepsi oral
9. Terapi penggantian hormon estrogen atau progesteron
10. Gaya hidup
11. Status sosial ekonomi tinggi (Smeltzer 2000; Swart 2011)

C. Manifestasi klinis
1. Gejala klinisnya insidensius, umumnya lesi dan tidak ada yeri tekan, terikat, dan keras dengan perbatasan tak teratur, mayoritas terjadi pada kuadran luar atas, lebih sering pada payudara kiri.
2. Nyeri biasanya terjadi pada tahap akhir, sebagian wanita tidak menunjukan gejala-gejala dan tidak mempunyai benjolan yang dapat terapa namun hasil mammogram abnormal
3. dimpling atau peau d’orange yaitu kondisi yang disebabkan oleh obstruksi sirkulasi limfatik dalam lapisan dermal,
4. asimetris dan peninggian payudara yang terkena, retraksi puting susu, payudara sedikit terikat pada dinding dada, ulserasi, dan metastasis (Smeltzer, 2000).

D. Tahapan Kanker Payudara
Tahap-tahap pada kanker payudara adalah :
– Tahap I terdiri atas tumor yang kurang dari 2 cm, tidak mengenai nodus limfe, dan tidak terdeteksi adanya metastasis
– Tahap II terdiri atas tumor yang lebih besar dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm, dengan nodus limfe tidak terfiksasi negatif atau positif, dan tidak terdeteksi adanya metastasis
– Tahap III terdiri atas tumor yang lebih besar dari 5 cm dengan nodus limfe terfiksasi positif dalam area klavikular, dan tanpa bukti adanya metastasis
– Tahap IV terdiri atas tumor dan dalam berbagai ukuran dengan nodus limfe normal atau ksnkerosa, dan adanya metastasis jauh (Smeltzer, 2002).
Tahapan kanker payudara (Smeltzer 2002; Lowdermilk et al 2000)

E. Tipe Kanker payudara
1. Karsinoma duktal menginfiltrasi, adalah tipe histologis yang paling umum, merupakan 75% dari semua jenis kanker payudara. Kanker ini sangat jelas karena keras saat dipalpasi. Biasanya bermetastasis ke nodus aksila, prognosisnya lebih buruk dari pada kanker jenis lainnya.
2. Karsinoma lobular menginfiltrasi, jarang terjadi, 5% sampai 10% kanker payudara. Tipe ini umumnya multisentris, dengan demikian dapat terjadi beberapa penebalan beberapa area pada sala satu atau kedua payudara.
3. Karsinoma medular, menempati sekitar 6% dari kanker payudara dan tumbuh dalam kapsul di dalam duktus.
4. Kanker musinus menempati 3% dari kanker payudara. Penghasil lendir, juga tumbuh dengan lambat sehingga kanker ini mempunyai prognosis yang lebih baik.
5. Kanker duktal-tubular jarang terjadi, sekitar 2% dari kanker payudara.
6. Karsinoma inflamatori menimbulkan gejala nyeri tekan dan sangat nyeri, payudara akan keras dan membesar, kuit diatas tumor merah dan agak hitam, sering terjadi edema dan retraksi puting susu.
7. Karsinoma payudara in situ (Smeltzer, 2002)

F. Patofisiologi
Kanker payudara adalah penyakit yang terjadi jika terjadi kerusakan genetik pada DNA dari sel epitel payudara. Ada banyak jenis dari kanker payudara. Perubahan genetik ditemukan pada sel epitel, menjalar ke duktus atau jaringan lobular. Tingkat dari pertumbuhan kanker tergantung pada efek dari estrogen dan progesteron. Kanker dapat berupa invasif (infiltrasi) maupun noninvasif (in situ). Kanker payudara invasif atau infiltrasi dapat berkembang ke dinding duktus dan jaringan sekitar, sejauh ini kanker yang banyak terjadi adalah invasif duktus karsinoma. Duktus karsinoma berasal dari duktus lactiferous dan bentuknya seperti tentakel yang menyerang struktur payudara di sekitarnya. Tumornya biasanya unilateral, tidak bisa digambarkan, padat, non mobile, dan nontender. Lobular karsinoma berasal dari lobus payudara. Biasanya bilateral dan tidak teraba. Nipple karsinoma (paget’s disease) berasal dari puting. Biasanya terjadi dengan invasif duktal karsinoma. Perdarahan, berdarah, dan terjadi pengerasan puting (Lowdermilk et al 2000).
Kanker payudara dapat menyerang jaringan sekitar sehingga mempunyai tentakel. Pola pertumbuhan invasif dapat menghasilkan tumor irregular yang bisa terapa saat palpasi. Pada saat tumor berkembang, terjadi fibrosis di sekitarnya dan memendekkan Cooper’s ligamen. Saat Cooper’s ligamen memendek, mengakibatkan terjadinya peau d’orange (kulit berwarna orange) perubahan kulit dan edema berhubungan dengan kanker payudara. Jika kanker payudara menyerang duktus limpatik, tumor dapat berkembang di nodus limpa, biasanya menyerang nodus limpa axila. Tumor bisa merusak lapisan kulit, menyebabkan ulserasi. Metastasis diakibatkan oleh kanker payudara yang menempati darah dan sistem lympa, menyebabkan perkembangan tumor di tulang, paru-paru, otak, dan hati (Lowdermilk et al 2000, Swart 2011)

G. Pemeriksaan penunjang
Deteksi awal dilakukan untuk mencegah perkembangan kanker payudara. Tumor payudara yang lebih kecilk lebih mudah diobati bila terdeteksi dan prognosisnya lebih baik. Pemeriksaan untk mendetaksi kanker payudara antara lain: (Breast Health UK 2010, Swart 2011).
a. Pemeriksaan payudara sendiri
Pemeriksaan payudara sendiri dan pemeriksaan payudara klinis adalah prosedur murah dan tidak invasif untuk pemeriksaan payudara. Apabila ditemukan indikasi yang abnormal, yaitu benjolan atau penebalan pada jaringan payudara, sakit pada salah satu payudara atau pada ketiak. Satu payudara menjadi lebih besar atau lebih rendah, puting tertarik ke dalam atau berubah posisi, perubahan kulit (mengkerut), bengkak di bawah ketiak ayau tulang selangka, ruam pada atau sekitar kulit. Jika ada tanda-tanda tersebut harus dilakukan tiga pengkajian, yaitu pemeriksaan klinis payudara, mammografi atau ultrasonografi, dan biopsi
b. Mammografi
Mamografi menggunakan sinar x dosis rendah untuk membuat gambaran rinci dari payudara. Mammografi bisa mendeteksi kanker payudara pada tahap awal, bisa menunjukkan lesi yang tidak bisa dideteksi dengan pemeriksaan payudara klinis. Ada 2 dua jenis pemeriksaan mamografi, skrining dan diagnostik. Skrining payudara dilakukan pada wanita tanpa gejala misalnya ketika ada benjolan pada payudara atau putting discharge ditemukan ada pemeriksaan payudara sendiri atau kelainan yang ditemukan selama skrining mamografi. Wanita dengan implan payudara atau riwayat penyakit kanker payudara menggunakan diagnostik mamografi.
c. Ultrasonografi
Ultrasonografi dari lesi mencurigakan terdeteksi pada mamografi atau pemeriksaan fisik. Ultrasonografi digunakan terutama sebagai metode relatif murah dan efektif untuk membedakan massa kistik payudara, yang tidak memerlukan sampling, dari massa payudara padat yang biasanya diperiksa dengan biopsi, dalam banyak kasus, hasil dari biopsi adalah tumor jinak. Namun, sekarang mapan yang ultrasonografi juga memberikan informasi berharga tentang sifat dan tingkat massa padat dan lesi payudara lainnya.
d. MRI
MRI digunakan untuk beberapa kasus, yaitu : kasus kanker payudara dengan hasil mammografi negatif, untuk mengetahui ukuran tumor dalam kanker lobular invasif, untuk memantau respon kanker payudara terhadap terapi preoreratif, ada kejanggalan antara penilaian pengkajian awal terhadap gumpalan di payudara.
e. Infra merah digital
f. Positron Emision Tomography Scanning
PET scanning digunakan untuk mengidentifikasi metastasis kelenjar getah bening nonaxilary untuk kanker payudara stadium lanjut dan kanker payudara inflamatory sebelum memulai terapi non adjuvant.
g. Tes Genetik
Penyebab utama dari pewarisan kanker payudara adalah mutasi dari gen BRCA1 atau BRCA2, yang merupakan faktor resiko dari pengembangan penyakit lain. Akan tetapi gen ini sangat jarang ditemukan pada populasi wanita dengan kanker payudara. Tes ini sudah dilakukan di Amerika Serikat.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk kanker payudara tergantung pada tipe, ukuran, dan lokasi tumor, dan derajat (Doenges, 2000). Pengobatan untuk kanker payudara yaitu : (Bobak 2005, Smetzer 2002, Wiknjosastro et al 2007)
1. Pembedahan
Tujuan utama terapi lokal adalah untuk menyingkirkan adanya kanker lokal. Prosedur yang paling sering digunakan untuk penatalaksanaan kanker payudara lokal badalah mansektomi dengan atau tanpa rekonstruksi dan bedah penyelamatan kanker payudara yang dikombinasikan dengan terapi radiasi.
Tabel tindakan bedah pada kanker payudara

Sebelum pembedahan, dokter merencanakan insisi yang akan dibuat dan menghindari jaringan parut yang akan tampak dab restruiktif. Sasaran pengobatan adalah untuk mempertahankan atau memulihkan fungsi normal tangan, lengan, soket bahu pada tempat sakit setelah pembedahan.
2. Rekonstruksi Payudara
3. Radiasi
Radiasi dianjurkan untuk wanita yang mengalami kanker stadium I dan II. Terapi penyinaran radiasi biasanya dilakukan setelah insisi massa tumor untik mengurangi kecenderungan kambuh dan untuk menyingkirkan kanker residual.
4. Terapi hormonal
5. Transplantasi sumsum tulang
Kemoterapi dan radiasi menyebabkan toksisitas terhadap sumsum tulang, sehngga saat ini banyak dikembangkan transplantasi susmsum tulang. Prosedurnya mencakup pengangkatan susmsum tulang dari pasien dan memberikan kemoterapi dosis tinggi. Susmsum tulang pasien, yang dipisahkan dari efek kemoterapi kemudian diinfuskan kembali secara intravena.
6. Kemoterapi
Kemoterapi diberikan untuk menyingkirkan penyebaran penyakit mikrometastik. Kemoterapi digunakan setelah mansektomi. Pada beberapa kasus, kemoterapi diberikan dalam beberapa siklus, dan siklus kemoterapi final diberikan setelah radiasi. Kemoterapi tidak hanya diberikan sebagai single drugs regiment tetapi multiple drug regiment. Program kemoterapi untuk kanker payudara menggabungkan beberapa preparat untuk meningkatkan penghancuran sel tumor dan untuk meminimalkan resistensi medikal. Preparan kemoterapi yang sering digunakan adalah cytoxan (C), methotrexate (M), flourouracil (F), dan adryamicyn (A),
Efek samping fisik kemoterapi yang umum adalah mual, muntah, perubahan rasa kecap, alopesia (rambut rontok), mukositis, dermatitis, keletihan, penambahan berat badan, dan depresi sumsum tulang.
7. Adjuvant Therapy

DAFTAR PUSTAKA
Bobak., Lowdwrmilk., Jensen., dan Wijayarini M., 2005. Buku Ajar keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.
BreastHealth UK. 2010. Breast Cancer : Advances in Risk Assessment. Practice Nursing 2010, vol 21, No 10.
Lowdermilk, D. L., Shanon E. P., Irene M. B. 2000. Maternity and women’s Healtyh Care Seventh Edition. St. Louis, Missouri : Mosby, Inc.
Mardiana, Lina. 2007. Kanker pada Wanita, Pencegahan dan Pengobatan dengan Tanaman Obat. Jakarta : Peneber Swadaya.
Swart, R., 2011. Breast Cancer Risk Factors. Medscape Reference.
Tapan, 2005, Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplementer, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Wiknjosastro, N., Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., 2007. Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD)

1. Demam Berdarah Dengue
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses (arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga (www.litbang.depkes.go.id, 2010).
Penyakit DBD adalah penyakit menular berbahaya yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah (trombosit) sehingga berkurangnya zat pembeku darah dalam plasma yang mengakibatkan pendarahan dan dapat menimbulkan kematian. Virus lalu merusak limpa dan hati termasuk butir-butir darah merah dan darah putih yang mengalir ke organ tersebut (WHO, 1997).
Trend kasus penyakit DBD pada umumnya sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan dan menurun setelah musim penghujan berakhir. Virus ini muncul akibat pengaruh musim dan alam serta perilaku manusia (Departemen Kesehatan, 2004). Penyebaran penyakit DBD disebabkan karena faktor agent (virus Dengue), lingkungan (kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim), kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk)), semakin baiknya sarana transportasi penduduk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air, dan adanya empat serotipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (WHO, 2002).

2. Penyebab Demem Berdarah Dengue
Menurut Siregar (2004), penyebab penyakit adalah virus Dengue. Virus ini termasuk kelompok Arthropoda Borne Viruses (Arbovirosis).
Sampai saat ini dikenal ada 4 serotipe virus yaitu :
a. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944
b. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944
c. Dengue 3 diisolasi oleh Sather
d. Dengue 4 diisolasi oleh Sather
Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah Dengue 2 dan Dengue 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat (WHO, 2000).
3. Cara Penularan Demam Berdarah Dengue
DBD merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk yang paling berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti karena hidupnya di dalam dan di sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga lebih jarang kontak dengan manusia (Sumunar, 2008).
Cara penularan penyakit DBD adalah melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi dengan DBD kemudian ditularkan kepada orang sehat. Nyamuk betina menggigit atau menghisap darah orang yang mengalami infeksi Dengue, kemudian virus Dengue akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Virus Dengue memerlukan waktu sembilan hari untuk hidup dan berkembangbiak di dalam air liur nyamuk. Nyamuk yang terjangkit virus Dengue kemudian menggigit manusia dan memasukkan virus Dengue yang berada di dalam air liurnya ke dalam sistem aliran darah manusia. Setelah 3-15 hari atau yang disebut sebagai periode inkubasi, penderita akan mulai mendapat demam yang tinggi (Siregar, 2004).
Penularan juga dapat terjadi apabila nyamuk Aedes betina sedang menghisap darah orang yang terinfeksi virus Dengue, dan nyamuk itu segera akan menggigit orang lain pula. Hal ini menyebabkan virus yang terdapat di dalam probosis nyamuk tersebut akan masuk ke dalam peredaran darh orang kedua tanpa memerlukan masa inkubasi. Seekor nyamuk yang sudah terjangkit akan membawa virus itu di dalam badannya sampai berakhir kehidupannya (Siregar, 2004).

 

4. Gejala Demam Berdarah Dengue
Menurut WHO (1997), setelah mengalami inkubasi selama 3-15 hari sejak seseorang terserang virus Dengue, selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala DBD sebagai berikut:
a. Demam
Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.
b. Manifestasi Pendarahan
Pendarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam. Sebab pendarahan adalah trombosittopenia. Bentuk pendarahan dapat berupa :
1) Ptechiae
2) Purpura
3) Echymosis
4) Pendarahan konjungtiva
5) Pendarahan dari hidung (mimisan atau epistaxis)
6) Pendarahan gusi
7) Muntah darah (hematemesis)
8) Buang air besar berdarah (hematuri)
Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu diperlukan tes torniquet dan bisaanya positif pada sebagian besar penderita DBD.
c. Pembesaran Hati (Hepatomegali)
Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan berupa penyakit pembesaran hati mungkin berkaitan dengan strain serotipe virus Dengue.
d. Renjatan (Syok)
Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai sakit. Renjatan perdarahan atau kebocoran plasma ke darah vaskuler melalui kapiler yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan:
1) Kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki.
2) Penderita menjadi gelisah.
3) Nadi cepat, lemah, kecil.
4) Tekanan nadi menurun (menjadi 20 MMHg atau kurang).
5) Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 MMHg atau kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, bisaanya mempunyai kemungkinan yang lebih buruk.
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan patofisiologis yang mencolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi secara singkat (24-48 jam). Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat (WHO, 2000).
5. Manifestasi Klinis Penyakit Demam Berdarah Dengue
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi. Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis ynag berlebihan (overdiagnosis) (WHO, 1998).
a. Kriteria Klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 1-7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
1) Uji tourniquet positif
2) Petekia, ekimosis, purpura
3) Perdarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi
4) Hematemesis dan melena
5) Hematuria
6) Pembesaran hati (hepatomegali)
7) Manifestasi syok/renjatan
b. Kriteria Laboratoris
1) Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml) 2) Hemokonsentrasi (kenaikan Ht > 20%)
Menurut WHO (1998), DBD diklasifikasikan menjadi empat tingkatan keparahan, dimana derajat III dan IV dianggap DSS. Adanya trombositopenia dengan disertai hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II DHF dan DF.
a. Derajat I
Demam disertai dengan gejala non-spesifik; satu-satunya manifestasi perdarahan adalah tes tourniquet positif dan mudah memar.
b. Derajat II
Pendarahan spontan selain manifestasi pasien pada derajat I, bisaanya pada bentuk pendarahan kulit atau pendarahan lain.
c. Derajat III
Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan nadi atau hipotensi, dengan kulit dingin dan lembab serta gelisah.
d. Derajat IV
Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI. 2004. Demam Berdarah Dengue, Depkes. Jakarta

Siregar, F.A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan DBD di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat UNSU. Sumatra Utara

WHO. 1997, Dengue Haemorrhagic Fever; Diagnosis Treatment, Prevention, Control. World Health Organization, Geneva

WHO. 1998. Demam Berdarah Dengue; Diagnosis, pengobatan, pencegahan, dan pengendalian. EGC, Jakarta

WHO. 2000. Pencegahan dan Penaggulangan Penyakit Demam Berdarah dan Bemam Berdarah Dengue. Terj, WHO Regional Publication SEARO No.29. WHO dan Depkes RI. Hal 53

WHO. 2002. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. EGC, Jakarta

MENETAPKAN PRIORITAS MASALAH

MENETAPKAN PRIORITAS MASALAH
Arih Diyaning Intiasari, SKM, MPH

Penetapan prioritas masalah menjadi bagian penting dalam proses pemecahan masalah dikarenakan dua alasan. Pertama, karena terbatasnya sumber daya yang tersedia, dan karena itu tidak mungkin menyelesaikan semua masalah. Kedua, karena adanya hubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya, dan karena itu tidak perlu semua masalah diselesaikan (Azwar, 1996).
Ada beberap teknik atau metode yang dapat digunakan untuk menetapkan prioritas masalah baik dengan menggunakan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif sebagai berikut.
A. Metode Kuantitatif
1. Teknik Kriteria Matriks (Criteria Matrix Technique)
Kriteria yang dipergunakan banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:
a. Pentingnya masalah
Makin penting (importancy) masalah tersebut, makin diprioritaskan penyelesaiannya. Beberapa ukuran pentingnya masalah sebagai berikut:
­ Besarnya masalah (prevalence)
­ Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (severity)
­ Kenaikan besarnya masalah (rate of increase)
­ Derajat keinginan masyarakat yang tidak dipenuhi (degree of unmeet need)
­ Keuntungan sosial karena selesainya masalah (social benefit)
­ Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern)
­ Suasana plitik (political climate)
b. Kelayakan teknologi
Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah (technical feasibility), makin diprioritaskan masalah tersebut.
c. Sumber daya yang tersedia
Makin tersedia sumberdaya yang dapat dipakai seperti tenaga, dana dan sarana untuk mengatasi masalah (resource ability) makin diprioritaskan masalah tersebut.

Nilai skor antara 1 (tidak penting) sampai 5 (sangat penting) untuk setiap kriteria yang sesuai. Prioritas masalah adalah yang jumlah nilainya paling besar. Contoh sederhana adalah sebagai berikut :

2. Metode Delbeq
Pada metode ini diprioritaskan masalah dilakukan dengan memberikan bobot (yang merupakan nilai maksimum dan berkisar antara 0 sampai 100 dengan kriteria:
a. Besar masalah yaitu % atau jumlah atau kelompok penduduk yang ada kemungkinan terkena masalah serta keterlibatan masyarakat dan instansi terkait.
b. Kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas dan mortalitas, kecenderungannya dari waktu ke waktu.
c. Biaya/dana yaitu besar atau jumlah dana yang diperlukan untuk mengatasi masalah baik dari segi instansi yang bertanggung jawab terhadap penyelesaian masalah atau dari masyarakat yang terkena masalah.
d. Kemudahan yaitu tersediannya tenaga, sarana/peralatan, waktu serta cara atau metode dan teknologi penyelesaian masalah seperti tersediannya kebijakan/peraturan, petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis) dan sebagainnya.

Langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai berikut:
a. Tentukan dahulu bobot masing-masing kriteria (nilai 0-10)
b. Isi setiap kolom dengan hasil perkalian antara bobot dengan skor masing-masing masalah. Besarnya skor tidak boleh melebihi bobot yang telah disepakati. Bila ada perbedaan pendapat dalam menentukan besarnya bobot dan skor yang dipilih reratanya.
c. Jumlahkan nilai masing-masing kolom dan tentukan prioritasnya berdasarkan jumlah skor yang tertinggi sampai terendah.

3. Metode Hanlon (Kuantitatif)
Metode ini hampir sama dengan metode Delbeq, dilakukan dengan memberikan skor atas serangkaian kriteria A, B, C dan D (PEARL).
A = Besar masalah yaitu % atau jumlah atau kelompok
penduduk yang terkena masalah serta keterlibatan
masyarakat dan instansi terkait. Skor 0-10 (kecil-
besar).
B = Kegawatan masalah yaitu tingginya angka
morbiditas dan mortalitas,kecenderungannya dari
waktu ke waktu. Skor 0-10 (tidak gawat – sangat
gawat).
C = Efaktifitas atau kemudahan penanggulangan
masalah, dilihat dari perbandingan antara perkiraan
hasil atau manfaat penyelesaian masalah yang
akan diperoleh dengan sumber daya (biaya, sarana
dan cara) untuk menyelesaikan masalah. Skor 0-10
(sulit – mudah).
D = PEARL
Berbagai pertimbangan dalam kemungkinan
pemecahan masalah. Skor 0 = tidak dan 1 = ya
P = Propriatness yaitu kesesuaian masalah
dengan prioritas berbagai
kebijaksanaan/program/kegiatan
instansi/organisasi terkait.
E = Economic feasibility yaitu kelayakan dari
segi pembiayaan.
A = Acceptability yaitu situasi penerimaan
masyarakat dan instansi terkait/instansi
lainnya.
R = Resource availability yaitu ketersediaan
sumber daya untuk memecahkan masalah
(tenaga, sarana/peralatan, waktu)
L = Legality yaitu dukungan aspek
hukum/perundangan-undangan/peraturan
terkait seperti peraturan
pemerintah/juklak/juknis/protap.

Setelah kriteria tersebut berhasil diisi, maka selanjutnya menghitung nilai NPD dan NPT dengan rumus sebagai berikut:
NPD = Nilai Prioritas dasar = (A + B) x C
NPT = Nilai Prioritas Total = (A + B) x C x D
Prioritas pertama adalah masalah dengan skor NPT tertinggi. Metode Hanlon (Kuantitatif) ini lebih efektif bila digunakan untuk masalah yang bersifat kuantitatif. Contoh sederhana adalah sebagai berikut

4. Metode Hanlon (Kualitatif)
Metode Hanlon (Kualitatif) ini lebih efektif dipergunakan untuk masalah yang bersifat kualitatif dan data atau informasi yang tersediapun bersifat kualitatif miaslkan peran serta masyarakat, kerja sama lintas program, kerja sama lintas sektor dan motivasi staf.
Prinsip utama dalam metode ini adalah membandingkan pentingnya masalah yang satu dengan yang lainnya dengan cara “matching”. Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
a. Membuat matriks masalah
b. Menuliskan semua masalah yang berhasil dikumpulkan pada sumbu vertikal dan horisontal.
c. Membandingkan (matching) antara masalah yang satu dengan yang lainnya pada sisi kanan diagonal dengan memberi tanda (+) bila masalah lebih penting dan memberi tanda (-) bila masalah kurang penting.
d. Menjumlahkan tanda (+) secara horisontal dan masukan pada kotak total (+) horisontal.
e. Menjumlahkan tanda (-) secara vertikal dan masukan pada kotak total (-) vertikal.
f. Pindahkan hasil penjumlahan pada total (-) horisontal di bawah kotak (-) vertikal.
g. Jumlah hasil vertikal dan horisontal dan masukan pada kotak total.
h. Hasil penjumlahan pada kotak total yang mempunyai nilai tertinggi adalah urutan prioritas masalah.

5. Metode CARL
Metode CARL merupakan metode yang cukup baru di kesehatan. Metode CARL juga didasarkan pada serangkaian kriteria yang harus diberi skor 0-10. Kriteria CARL tersebut mempunyai arti:
C = Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan peralatan)
A = Accessibility yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi atau
tidak. Kemudahaan dapat didasarkan pada ketersediaan
metode/cara/teknoloi serta penunjang pelaksanaan seperti peraturan atau
juklak.
R = Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan
sasaran, seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi.
L = Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang
lain dalam pemecahan masalah yang dibahas.
Setelah masalah atau alternatif pemecahan masalah diidentifikasi, kemudian dibuat tabel kriteria CARL dan diisi skornya. Bila ada beberapa pendapat tentang nilai skor yang diambil adalah rerata.
Nilai total merupakan hasil perkalian: C x A x R x L
Contoh pemakain metode CARL adalah sebagai berikut:

6. Metode Reinke
Metode Reinke juga merupakan metode dengan mempergunakan skor. Nilai skor berkisar 1-5 atas serangkaian kriteria:
M = Magnitude of the problem yaitu besarnya masalah
yang dapat dilihat dari % atau jumlah/kelompok
yang terkena masalah, keterlibatan masyarakat
serta kepentingan instansi terkait.
I = Importancy atau kegawatan masalah yaitu
tingginya angka morbiditas dan mortalitas serta
kecenderunagn dari waktu ke waktu.
V = Vulnerability yaitu sensitif atau tidaknya pemecahan
masalah dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Sensitifitas dapat diketahui dari perkiraan
hasil (output) yang diperoleh dibandingkan dengan
pengorbanan (input) yang dipergunakan.
C = Cost yaitu biaya atau dana yang dipergunakan
untuk melaksanakan pemecahan masalah.
Semakin besar biaya semakin kecil skornya.
P = Prioritas atau pemecahan masalah.
Sama seperti metode yang lain dengan menggunakan skor, maka untuk mempermudah pengerjaan diperlukan adanya tabel. Hasil skor masing-masing masalah kemudian dihitung dengan rumus:
P = (M x V x I) : C
Prioritas masalah atau pemecahan masalah diperoleh dengan mengurutkan jumlah nilai P dari yang tertinggi sampai terendah. Contoh penggunaan metode Reinke adalah sebagai berikut:

7. Metode Bryant
Metode Bryant juga menggunakan skoring yang didasarkan pada kriteria:
P = Prevalence atau besar masalah yaitu jumlah atau
kelompok masyarakat yang terkena masalah.
S = Seriousness atau kegawatan masalah yaitu
tingginya angka morbiditas atau mortalitas serta
kecenderungannya.
C = Community concern yaitu perhatian atau
kepentingan masyarakat dan pemerintah atau
instansi terkait terhadap masalah tersebut.
M = Managebility yaitu ketersediaan sumber daya
(tenaga, dana, sarana dan metode/cara)
Skor masing-masing kriteria berkisar 1-5. Contoh pengunaan metode ini adalah sebagai berikut:

B. Metode Kualitatif
1. Metode Delphi
a. Teknik survei kepada para peserta yang relatif homogen baik pendidikan, keahlian dan pengalaman serta masing-masing peserta mempunyai data yang cukup.
b. Daftar pertanyaan (kuesioner) dikirimkan beberapa kali kepada peserta:
­ Kuesioner pertama: pertanyaan-pertanyaan umum
­ Kuesioner kedua: lebih khusus
­ Kuesioner ketiga: Khusus
c. Kosensus peserta dapat dipercepat dengan pengambilan suara
d. Diperlukan kecermatan dan kesabaran pihak pemberi kuesioner

2. Metode Diskusi atau Brainstorming Technique
a. Pemimpin diskusi adalah fasilitator.
b. Diperlukan fasilitator yang handal dan menguasai masalah.
c. Peserta diskusi ditantang untuk mengemukakan pendapat sebanyak-banyaknya tetapi menghindari saling kritik.
d. Peserta memiliki keahlian atau kemampuan dan pengalaman yang relatif sama.
e. Waktu efektif 1 jam dan peserta maksimal 10-12 orang.

3. Metode Brainwriting
a. Peserta 6-8 orang dengan keahlian dan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang relatif sama atau setara.
b. Pimpinan diskusi mengajukan masalah pada secarik kertas dan diletakkan di atas kertas.
c. Semua peserta membacanya kemudian menuliskan pendapatnya pada pada kertas-kertas yang ada. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai lengkap.
d. Kertas-kertas dibagikan lagi, kemudian peserta menambah atau mengurangi pendapatnya.
e. Semua pendapat ditulis di kertas atau di papan tulis kemudian didiskusikan untuk dicari pendapat yang terbanyak.

Daftar Pustaka
Azwar A., 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara.
Chriswardani S. Metode Penentuan Prioritas Masalah. Bahan Kuliah Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Teori Domino

Teori Domino

Heinrich (1931), menemukan sebuah teori yang dinamainya ”teori domino”. Teori itu menyebutkan bahwa pada setiap kecelakaan yang menimbulkan cidera, terdapat lima faktor secara berurutan yang digambarkan sebagai lima domino yang berdiri sejajar, yaitu: kebiasaan, kesalahan seseorang, perbuatan dan kondisi tidak aman (hazard), kecelakaan, serta cidera. Heinrich mengemukakan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kuncinya adalah dengan memutuskan rantai sebab-akibat. Misalnya, dengan mengendalikan hazard, satu domino diantaranya (Suardi, 2007).


Birds (1967), memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu: manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Dalam teorinya, Birds mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan mulai memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Perilaku di bawah standar (unsafe acts) dan kondisi di bawah standar (unsafe conditions) merupakan penyebab langsung suatu kecelakaan, dan penyebab utama dari kesalahan manajemen.

Dalam penelitiannya, Birds mengemukakan bahwa setiap satu kecelakaan berat, disertai oleh 10 kejadian kecelakaan ringan, 30 kecelakaan yang menimbulkan kerusakan harta benda dan 600 kejadian-kejadian hampir celaka. Biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan biaya tak langsung adalah 1: 5-50 yang digambarkan sebagai gunung es (Suardi, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Suardi, Rudi. 2007. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja Panduan Penerapan Berdasarkan OHSAS 18001 & Permenaker 05/1996. PPM, Jakarta.