BAMBU-BAMBU YANG TERMARJINALKAN

Siapa yang tidak kenal dengan bambu? Mungkin ada yang belum pernah melihat pohon bambu, tetapi pasti tidak asing lagi dengan tusuk sate, sumpit, tusuk gigi bahkan beberapa perabotan rumah tangga banyak yang terbuat dari bambu.

Dari kurang lebih 1.000 species bambu dalam 80 genera, sekitar 200 species dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja, 1995), sedangkan di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis. Tanaman bambu Indonesia ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dpl. Pada umumnya ditemukan ditempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air.Tanaman bambu hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Jawa.

Bambu (Inggris : Bamboo) dikenal dengan nama daerah/local yang berbeda-beda seperti pring (jawa), awi (sunda), buluh (sumbar), aur dan ada juga yang menyebutnya eru. Pohon bambu ini hamper merata tumbuh di seluruh wilayah Indonesia, oleh karena itu wajar jika bambu sangat dikenal sampai ke pelosok-pelosok desa. Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bamboo memegang peranan sangat penting.

Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan.

Pada awal tahun 80-an pengiriman bamboo antar daerah di jawa banyak dilakukan dengan menggunakan jalur air melalui sungai-sungai yang banyak terdapat di Pulau Jawa. Dari hulu yang kebetulan banyak terdapat hutan bambu, kemudian bambu-bambu ini dirakit membentuk sebuah rakit yang nantinya dihanyutkan menuju ke hilir yang biasanya terdapat pasar-pasar tempat untuk menjual bambu-bambu tersebut. Fenomena yang sangat menarik dari konvoi beberapa rakit bambu yang sedang menyusuri sungai seperti ini sekarang jarang kita lihat lagi. Hal ini ada beberapa kemungkinan yaitu karena hutan bambu di hulu sudah habis ditebang atau karena system transportasi darat yang sudah lebih maju atau mungkin juga karena penggunaan bambu sudah jauh berkurang dibanding waktu dulu.

Di waktu dulu masih banyak bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan dan sebagainya. Beberapa jenis bamboo akhir-akhir ini mulai banyak digunakan sebagai bahan industri supit, alat ibadah, serta barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lain-lain.

Dahulu pada awal tahun 90-an di sekitar pegunungan So seperti wilayah Jering dan Pare masih banyak terlihat hutan bambu (dapuran pring), tetapi kini seiring dengan majunya industry genting yang banyak memanfaatkan tanah pegunungan tersebut juga menyebabkan hilangnya hutan bambu dan ekosistem yang merupakan habitat burung Bubut, Kucing Hutan, Ayam Hutan bahkan Alap-alap yang sudah terlebih dahulu hilang pada awal tahun 70-an.

Di samping itu dahulu penduduk desa sering menanam bambu disekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali (pring apus), bambu petung (pring petung), bambu hitam (pring wulung), bambu ori (pring ori) dan bambu tutul (pring tutul).

Bambusa maculate atau pring tutul/bambu tutul

Dendrocalamus asper atau pring petung/bambu petung

Gigantochloa atroviolacea atau pring wulung/bambu hitam

Gigantochloa apus atau pring apus/bambu tali

Bambusa arundinacea atau pring ori/bambu ori

Bambusa vulgaris atau pring gading/bambu kuning

Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya.

Dalam penggunaannya di masyarakat, bahan bambu kadang-kadang menemui beberapa keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bahan bambu adalah sifat fisik bambu yang membuatnya sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya serta ketidakawetan bahan bambu tersebut menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan komponen rumah. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan bulukan sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering.

GELATIK JAWA DAN GELATIK BATU

Kedua jenis burung ini sama-sama berwarna “plangkok/wingko” (Bhs. Jawa) yang artinya mempunyai dua atau lebih warna yang kontras pada bagian tertentu. Biasanya warna sekitar mata berwarna putih, kepala hitam, warna pungung abu-abu (silver) dan dada putih kecoklatan. Namun warna-warni yang indah tersebut tidaklah mutlak, apalagi untuk jenis gelatik Jawa dari hasil persilangan telah membuahkan berbagai tipe warna yang cukup menarik.

Burung-burung dikenal juga sebagai burung Pipit yang termasuk ke dalam suku Estrildidae, meski ada juga yang menganggap kelompok ini adalah anak-suku Estrildinae, bagian dari suku Passeridae yang lebih luas. Sebelumnya, kelompok burung ini ditempatkan dalam suku manyar-manyaran, Ploceidae.

Jenis-jenis pipit (termasuk bondol dan gelatik) senang berkelompok, dan sering terlihat bergerak dan mencari makanan dalam gerombolan yang cukup besar. Burung-burung ini memiliki perawakan dan kebiasaan yang serupa, namun warna-warni bulunya cukup bervariasi. Ukuran terkecil dimiliki oleh Nesocharis shelleyi yang panjang tubuhnya sekitar 8,3 cm (3,3 inci), meski yang bobotnya paling ringan adalah Estrilda troglodytes (6 g). Sedangkan yang paling besar adalah gelatik jawa (Padda oryzivora), yang panjang tubuhnya 17 cm (6,7 inci) dan beratnya 25 g.

Kebanyakan burung pipit tidak tahan dengan iklim dingin dan memerlukan habitat hangat seperti di wilayah tropika. Namun ada pula sebagian kecil jenis yang beradaptasi dengan lingkungan dingin di Australia selatan. Pipit bertelur 4-10 butir, putih, yang disimpan dalam sarangnya yang berupa bola-bola rumput.

GELATIK JAWA
Gelatik Jawa atau Padda oryzivora adalah sejenis burung pengicau berukuran kecil, dengan panjang lebih kurang 15cm, dari suku Estrildidae. Burung gelatik Jawa memiliki kepala hitam, pipi putih dan paruh merah yang berukuran besar. Burung dewasa mempunyai bulu berwarna abu-abu, perut berwarna coklat kemerahan, kaki merah muda dan lingkaran merah di sekitar matanya. Burung jantan dan betina serupa. Burung muda berwarna coklat.

Burung ini endemik dari Indonesia dan di alam ditemukan di hutan padang rumput, sawah dan lahan budidaya di Pulau Jawa dan Pulau Bali. Sekarang, spesies ini dikenali di banyak negara di seluruh dunia sebagai burung hias.

Perilakunya senang berkelompok dan cepat berpindah-pindah. Pakan utama burung ini adalah bulir padi atau beras, juga biji-bijian lain, buah, dan serangga. Burung betina menetaskan antara empat sampai enam telur berwarna putih, yang dierami oleh kedua tetuanya.

Spesies ini merupakan salah satu burung yang paling diminati oleh para pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya habitat hutan, serta terbatasnya ruang hidup burung ini menyebabkan populasi gelatik Jawa menyusut pesat dan terancam punah di habitat aslinya dalam waktu singkat. Sekarang telah sulit untuk menemukan gelatik di persawahan atau ladang.

Gelatik Jawa untuk sekarang ini sudah ada yang berhasil menangkarkan atau yang dikenal dengan Gelatik Silver. Gelatik silver termasuk salah satu gelatik yang muncul karena adanya mutasi warna yang terjadi dalam penangkaran gelatik jawa di luar negeri. Sama halnya dengan jenis gelatik lainnya, daya tarik gelatik silver juga terletak pada warna bulunya yang indah. Untuk mengenalnya lebih jauh sebaiknya mengetahui lebih dahulu ciri-ciri burung gelatik silver ini.

Bagian atas paruh hingga kepala bagian belakang berwarna abu-abu kehitaman.Warna abu-abu pada bagian ini terlihat paling gelap (abu-abu tua). Bulu di bagian samping kepala atau bagian pipi berwarna putih. Bagian dagu, dada, punggung, hingga ekor bagian atas berwarna abu-abu muda. Perut hingga bagian kloaka serta ekor bagian bawah berwarna putih. Sayap berwarna abu-abu muda, berangsur-angsur ke arah ujung memudar keputih-putihan. Mata berwarna hitam bening dengan lingkaran mata berwarna merah terang. Paruh berwarna merah cerah dengan bagian tepi berwarna putih kekuningan. Kaki berwarna merah muda dengan ruas-ruas yang berwarna putih. Warna merah pada bagian kaki lebih pucat dibandingkan dengan warna pada paruh. Kuku berwarna putih kekuningan senada dengan warna bagian tepi paruh.

Panjang tubuh gelatik silver dari kepala hingga ekor kurang lebih 12–15 cm. Ukuran panjang ini tergantung pada lingkungan dan baik atau tidaknya pakan yang diberikan kepada gelatik tersebut. Jika lingkungannya mendukung serta gelatik mendapatkan pakan yang baik, maka burung ini akan tumbuh dengan sempurna dan memiliki ukuran panjang tubuh yang optimal.

MEMBEDAKAN JANTAN ATAU BETINA SECARA FISIK
Untuk membedakan jenis kelamin pada gelatik silver sebenarnya tidaklah terlalu sulit. Berikut ini beberapa hal yang dapat dijadikan acuan untuk membedakan antara jantan dan betina pada gelatik silver.

1. Bentuk paruh

Bentuk paruh antara gelatik silver jantan dan betina secara sekilas hampir sama. Untuk membedakannya harus diamati secara teliti. Bagi penangkar, tentunya sudah terbiasa dan cepat dalam membedakannya. Lain halnya bagi yang masih awam harus mencermatinya benar-benar.

Paruh gelatik siver jantan, lebih tebal membentuk lekukan pada bagian atas kepala. Paruh gelatik silver betina, hampir rata dengan bagian atas kepala.
Bentuk paruh gelatik silver jantan lebih melebar jika dilihat dari depan. Sementara jika dilihat dari samping akan tampak lebih menebal. Bagian yang menebal ini terlihat jelas pada paruh bagian atas. Pada bagian atas lubang hidungnya kelihatan lebih menebal sehingga membuat lekukan pada kepalanya. Sementara pada yang betina bagian ini tidak terlalu tebal sehingga bagian atas kepala sampai ke ujung paruh terlihat lebih rata.

Warna paruh umumnya sama antara yang jantan dengan betina. Namun jika dibandingkan, warna merah pada paruh gelatik silver betina cenderung lebih terang. Sementara pada paruh gelatik silver jantan lebih tajam (gelap).

2. Bentuk tubuh

Bentuk tubuh gelatik silver jantan dan betina hampir sama. Namun jika diamati, tubuh jantan akan kelihatan lebih panjang terutama pada bagian leher dan kaki. Namun, hal ini lebih dikarenakan kebiasaan gelatik silver jantan yang suka bertengger dengan tubuh yang tegak. Sedangkan yang betina umumnya saat bertengger kurang tegak dan lebih suka diam. Selain itu, kaki dan jemari yang jantan umumnya lebih panjang serta ramping dibanding betinanya.

3. Suara yang diperdengarkan
Baik gelatik silver jantan maupun betina dapat bersuara. Namun, suara pada yang betina hanya sedikit sehingga sering dikatakan tidak bersuara. Lain halnya pada yang jantan, suaranya lantang dan dapat membentuk kicauan. Kicauan ini cukup enak untuk dinikmati, meski saat ini hal tersebut kurang diperhatikan. Kicauan akan semakin keras saat masa berahi. Pada saat ini gelatik silver jantan menunjukkan kemampuannya untuk menarik pasangannya. Selain dengan suara, gelatik silver jantan juga memiliki sejenis tarian untuk memikat, sedangkan yang betina relatif lebih diam (pasif).

GELATIK BATU

Gelatik Batu Parus major( Paridae) dari sisi suara relative lebih bagus dan bervariasi dari pada kicauan Gelatik Jawa (Silver), hanya saja dari sisi penampilan Gelatik Batu warnanya relative kurang cemerlang dibanding Gelatik Jawa. Paruh yang berbeda dari sisi warna maupun bentuk, untuk Gelatik Batu paruh runcing dan bisa diguakan untuk makan serangga, sedangkan untuk paruh Gelatik Jawa (Silver) berbentuk tumpul mirip dengan paruh emprit yang biasa digunakan untuk makan biji-bijian.
Deskripsi

Tubuh berukuran kecil (13 cm).Tubuh warna hitam, abu-abu, putih. Kepala dan kerongkongan hitam. Bercak putih mencolok di sisi muka. Setrip putih pada sayap. Paruh kecil. Iris hitam, paruh kehitaman, kaki abu-abu gelap. Bersifat lincah, aktif bergerak, naik turun di puncak pohon atau permukaan tanah. Berburu dalam kelompok keluarga atau pasangan. Menyukai pohon berdaun jarum dan cemara.

Makanan: berbagai serangga. Sarang berupa lubang pohon, bekas sarang Takur bultok, dilapisi lumut.
Telur berwarna putih berbintik merah, jumlah 3-4 butir.
Berbiak bulan April-Juni.

Tempat hidup dan kebiasaan
Mengunjungi hutan mangrove, hutan pantai, hutan terbuka, pekarangan, lahan budidaya, dan kadang perdu sampai ketinggian 2400 mdpl. Burung kecil yang lincah, bergerak aktif naik turun di puncak pohon atau di permukaan tanah. Memakan beragam makanan tetapi kebanyakan serangga yang ditangkap di pohon. Berburu dalam kelompok keluarga atau berpasangan.

Ras Gelatik Batu di Indonesia
Ras Gelatik Silver hasil persilangan

LANDAK JAWA

Satu lagi hewan yang sudah masuk kategori langka dan dilindungi yaitu Landak Jawa (Hystrix javanica). Persaingan tempat hidup dengan manusia menyebabkan satwa langka ini banyak diburu oleh manusia dengan alasan karena dianggap hama. Dahulu Landak Jawa ini mudah di jumpai di sekitar pegunungan-pegunungan di daerah Yogyakarta. Tetapi sekarang jika Anda berkunjung ke Yogyakarta, satwa langka ini hanya bisa dijumpai di Kebun Binatang Gembiro Loka. Kasus seperti ini dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah dalam menangani Kasus Pembasmian Orangutan di Kalimantan.

Landak Jawa (Hystrix javanica) merupakan mamalia dari ordo rodentia yang memiliki duri yang menutupi kulitnya. Panjang tubuh landak jawa yakni 37 sampai 47 cm, panjang ekor 23 sampai 36 cm, dengan berat badan 13 sampai 27 kg. Landak jawa mampu hidup hingga 27 tahun jika berada dalam kandang.

Landak terdapat pada semua tipe hutan, perkebunan, semak-semak, padang rumput dan bahkan tepian perkampungan yang ada di sekitar Yogyakarta. bahkan sampai Madura. Landak Jawa merupakan hewan endemik yang tersebar di seluruh pulau Jawa hingga Madura.Landak merupakan satwa terrestrial ( hidup di tanah ) sehingga Landak membuat sarang dengan membuat lubang di dalam tanah dengan kedalaman sekitar 5 meter. Lubang ini terdiri beberapa cabang di dalam tanah yang mempunyai beberapa pintu keluar. Satu lubang (berukuran lebih besar) menjadi pintu masuk utama dan beberapa lubang (berukuran lebih kecil) sebagai pintu keluar.

Landak Jawa merupakan hewan pengerat yang memakan sayuran, buah-buahan, akar-akaran, umbi-umbian, dan kulit kayu dengan kuantitas berat pakan yang diberikan 10 % dari berat badannya. Hewan ini bersifat vivipar atau melahirkan anak. Masa kehamilannya kira-kira selama 56 hari. Anak yang dilahirkannya akan di asuh sang induk selama 3 bulan dan setelah itu akan dibiarkan mencari makan sendiri. Bagi para petani, Landak dianggap sebagai hama karena sering merusak tanaman sayur di ladang dan persawahan.

Perilaku
Satwa ini di siang hari bersembunyi di dalam lubang, jika malam keluar dari lubang mencari pakan. Satwa ini seperti tikus suka mengendus-endus tanah dan mondar-mandir di sekitar sarang. Hal ini di maksudkan untuk mendapatkan sumber pakan atau mengantisipasi jika ada bahaya. Apabila dalam keadaan terdesak satwa ini akan menggunakan rambut yang seperti tusuk sate (duri) tersebut yang berperan sebagai pelindung atau sebagai senjata. Sedangkan kaki depan landak selain digunakan untuk berjalan, kedua kaki depan landak berfungsi juga untuk menggali tanah.

Karena termasuk hewan pengerat, maka sering kali Landak memegang batu dan menggerogoti batu itu untuk mengurangi pertumbuhan giginya. Gigi (dentes) pada landak berfungsi untuk memotong dan mengunyah makanannya. Lidah (lingua) berguna untuk mengatur arah makanan dan juga untuk merasa karena terdapat beberapa tipe papillae yang terhubung dengan tunas rasa. Esophagus sebagai saluranpenghubung antara rongga mulut dengan lambung. Panjang esophagus tergantung dengan panjang leher. Di ujung dalam saluran esophagus terdapat lambung yang berfungsi untuk mencerna makanan. Setelah melalui proses pencernaan secara kimiawi, makanan yang sudah hancur kemudian melalui intestinum tennue, jejenum, dan ileum untuk di serap sari-sarinya. Selanjutnya sisa kotoran di tamping dalam caecum yang nantinya di buang melalui anus.

Pada saat tidur, Landak biasanya berbaring tengkurap dengan posisi keempat kakinya menyamping dan perut diletakkan di tanah tentu dengan memejamkan matanya.
Bila sedang kawin Landak akan lebih aktif dan agresif, khususnya landak jantan. Ekor landak jantan akan bergerak-gerak dan memutar-mutar ke segala arah di sekitar landak betina. Landak betina cenderung lebih pasif dan jarang bergerak saat kawin, dan hanya sesekali mengikuti gerak landak jantan. Keduanya saling bergerak dan seolah-olah seperti sedang berkelahi. Setelah itu keduanya sama-sama menjilati tubuh pasangannya, terutama di bagian leher. Setelah itu landak jantan bergerak dari arah belakang landak betina untuk menungganginya.

Jenis Makanan dan Pencernaan
Gigi (dentes) pada landak berfungsi untuk memotong dan mengunyah makanannya. Lidah (lingua) berguna untuk mengatur arah makanan dan juga untuk merasa karena terdapat beberapa tipe papillae yang terhubung dengan tunas rasa. Esophagus sebagai saluranpenghubung antara rongga mulut dengan lambung. Panjang esophagus tergantung dengan panjang leher. Di ujung dalam saluran esophagus terdapat lambung yang berfungsi untuk mencerna makanan. Setelah melalui proses pencernaan secara kimiawi, makanan yang sudah hancur kemudian melalui intestinum tennue, jejenum, dan ileum untuk di serap sari-sarinya. Selanjutnya sisa kotoran di tamping dalam caecum yang nantinya di buang melalui anus.

Penafasan
Pada landak, udara dari trachea melewati pasangan bronchus utama kemudian ke dalam cabang bronchus dan broncheolus yang lebih kecil. Proses it uterus berlangsung hingga pada akhirnya berhenti dalam alveoli dimana terjadi pertukaran gas O2 yang masuk dengan dengan CO2 dari dalam tubuh. Nares (hidung) selain sebagai alat pernafasan juga sebagai indra pembau khususnya dalam mencari makan.

Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Infraphylum : Gnathostoma
Superclassis : Tetrapoda
Classis : Mammalia
Subclassis : Theria
Infraclassis : Placentalia
Ordo : Rodentia
Suborder : Hystricomorpha
Subordo : Hystricomorpha
Infraorder : Hystricognathi
Infraordo : Phiomorpha
Familia : Hystricidae
Genus : Hystrix
Spesies : Hystrix javanica

YUYU SI KEPITING SAWAH

Tulisan ini terinspirasi ketika penulis waktu kecil sering kali di dongengkan cerita Ande-Ande Lumut, yang di dalamnya ada salah satu tokoh jahat bernama Yuyu Jangkang (Yuyu Raksasa). Bagi anda yang belum paham dengan si Yuyu, anda pasti tahu yang namanya kepiting. Nah Yuyu ini adalah sejenis kepiting air tawar. Memang kalau dari sisi nama kepiting air tawar kalah pamor dengan kepiting laut yang sudah banyak di jumpai di resto-resto sea food.

Nama Yuyu ini diambil dari bahasa Jawa yang kalau tidak salah bahasa Indonesianya Ketam. Ketam air tawar ini ada banyak jenisnya, dan kerap didapati di sungai-sungai, danau, dan persawahan; termasuk di parit-parit dan tanah becek di sekitarnya. Dalam ilmu zoologi, jenis-jenis yuyu biasanya tergolong ke dalam suku Parathelphusidae atau Gecarcinucidae, superfamilia Gecarcinucoidea. Yuyu tidak jarang terlihat di luar air. Berbeda dengan kepiting laut yang sepasang kaki belakangnya berbentuk pipih, kaki yuyu semuanya memiliki ujung lancip. Tempurung punggung yuyu umumnya berwarna kecoklatan, kehitaman, hingga ungu gelap; kerap memiliki lekukan seperti bekas terinjak tapak kaki kuda. Tepi tempurungnya kadang-kadang ada yang memiliki beberapa duri kecil. Yuyu adalah binatang bercapit yang ada di sawah. Orang jawa menyebutnya dengan nama Jangkang yaitu sejenis kepiting sungai yang masih kecil/muda. Dalam bahasa latin di kenal dengan nama parathelphusidae.

Berbeda dengan kepiting laut untuk kepiting air tawar ini penulis belum pernah mencicipi dagingnya, walaupun teman-teman di kampong dulu sering mencari Yuyu ini terutama yang kemburan (tempurung lunak) untuk diolah menjadi lauk pauk sebagai teman nasi dan sayur.

Beberapa jenis yuyu merupakan hama bagi petani karena membuat lubang-lubang sarang di pematang sawah dan tepi saluran irigasi, dan membocorkan air yang dibutuhkan untuk mengairi sawah. Jenis-jenis tertentu juga merusak semaian padi, seperti halnya Parathelphusa convexa, P. bogoriensis, dan P. tridentata. Jenis Terrathelphusa (Perbrinckia) kuhli tercatat pernah merusak tanaman tembakau muda secara total di Banyumas

Musuh alami Yuyu

Yuyu banyak pemangsanya seperti berang-berang, tikus, biawak, garangan, musang dan berbagai jenis burung air tercatat sebagai musuh alaminya, yang berperan penting untuk mengendalikan populasi yuyu. Di daerah berair payau, sejenis katak (Fejervarya cancrivora) dan ular bakau (Fordonia leucobalia) diketahui memangsa yuyu. Petani Jawa sering memanfaatkan daging hewan ini sebagai umpan untuk meracun tikus sawah. Caranya dengan mengeringkan Yuyu kemudian diolesi racun tikus dan dipasang di ujung kayu/ranting kemudian kayu tersebut ditancapkan di sawah yang menjelang panen.

Obat Lever/Hepatitis
Yuyu di percaya bisa menyembuhkan penyakit liver karena memiliki kandungan kalori dan protein cukup tinggi, meski belum ada penelitian ilmiah mengenai hal ini. Kecuali hanya satu penelitian yakni PENELITIAN para siswa SMA 1 Jekulo Kudus tentang manfaat kepiting (yuyu) sawah (Paratel¬pusa maculata) yang telah membawa hasil yang mengejutkan. Yuyu sawah yang diolah menjadi ekstrak, ternyata dapat mengobati pe¬nyakit hati pada ayam pedaging. Hasil penelitian yang dipre¬sentasikan pada Lomba Karya Ilmiah Remaja (KIR), di Bina Darma, Salatiga itu, akhirnya me¬raih juara pertama, setelah menyingkirkan 128 naskah KIR se-Jateng.

Ekstrak yuyu sawah terbukti berhasil menormalkan kadar SGOT dan SGPT (tolok ukur kesehatan hati) ayam pedaging. Dampak positif dari normalnya hati itu dapat dilihat ketika ayam pedaging yang diberikan ekstrak yuyu perilakunya menjadi lebih aktif.
Ketika dibedah, bagian hati ayam pedaging yang belum di¬beri ekstrak yuyu terlihat ada¬nya kelainan. Kelainan tersebut dapat dilihat dari tekstur hati yang lembek, warnanya merah pu¬cat dan terdapat banyak lu¬bang. Se¬dang¬kan pada ayam yang sudah diberi ekstrak yu¬yu, teksurnya kenyal, warna¬nya merah segar dan lubang yang ada relatif sedikit.

Caranya : Cari yuyu yang berusia muda, lalu di ambil dagingnya untuk kemudian di jus. Agar bau amisnya hilang dan rasanya lebih nikmat, sebaiknya jus Yuyu di campur dengan jeruk. Minumlah jus Yuyu secara rutin hingga penyakit liver hilang. Di anjurkan juga untuk minum sari temulawak secara rutin.

BAJING DAN TUPAI

BAJING DAN TUPAI

Siapa yang tidak kenal dengan Bajing dan Tupai, hampir semua mengenalnya, meskipun banyak orang yang menganggapnya sebagai binatang yang sama. Bajing dan Tupai adalah dua jenis hewan yang berbeda walaupun dari kedua jenis binatang tersebut sama-sama pintar dan hebat, sehingga orang Indonesia sering menggunkan istilah dari kata bajing dan tupai. Bajing dan Tupai memiliki perbedaan, Tupai sepintas mirip dengan bajing, tetapi berbeda anatomi dan perilakunya. Tupai mempunyai moncong sangat panjang (bagian muka, mulut dan hidung) sedangkan tidak demikian dengan bajing yang pada bagian mulut dan hidungnya relatif agak rata.

Bajing merupakan mamalia pengerat (ordo Rodentia) dari suku (famili) Sciuridae yang dalam bahasa Inggris disebut squirrel. Sedangkan Tupai berasal dari famili Tupaiidae dan Ptilocercidae yang dalam bahasa Inggris disebut treeshrew. Secara ilmiah (ilmu biologi), Bajing berbeda dengan Tupai, bahkan sangat jauh kekerabatannya.
Dalam hal makanannya pun berbeda. Bajing merupakan binatang pengerat yang memakan buah-buahan sedangkan Tupai merupakan binatang pemakan serangga.

 

949

Tupai
Tupai adalah segolongan mamalia kecil yang mirip, dan kerap dikelirukan, dengan bajing. Secara ilmiah, tupai tidak sama dan jauh kekerabatannya dari keluarga bajing. Tupai adalah pemangsa serangga, dan dahulu dimasukkan ke dalam bangsa insektivora (pemakan serangga) bersama-sama dengan cerurut, sedangkan bajing dan bajing terbang termasuk bangsa Rodentia (hewan pengerat) bersama-sama dengan tikus.

Dalam bahasa Inggris, tupai disebut treeshrew, yang arti harfiahnya cerurut pohon (tree pohon, shrew cerurut) meskipun tidak semuanya hidup di pohon (arboreal).
Tupai memiliki otak yang relatif besar. Rasio besar otak berbanding besar tubuh pada tupai adalah yang terbesar pada makhluk hidup, bahkan mengalahkan manusia.

Tupai sebelumnya diklasifikasiskan sebagai primata dan insectivora, tetapi sekarang diperlakukan sebagai suku tersendiri, dan sebagian zoologiwan dikelompokkan sebagai suku tersendiri, Scandentia. Ke-8 jenis Tupaia yang terdapat dipulau Kalimantan sangat mirip satu sama lain, tetapi biasanya dapat dibedakan dengan pengamatan yang hati-hati terhadap pola warna dan ukuranya. Bajing-Tanah moncong-runcing Rhiosciurus laticaudatus kadang bila terlihat dari jauh mirip seekor tupai, tetapi dapat dibedakan dari ekornya yang lebih pendek, tubuh bagian bawah lebih pucat dan jika ditangkap jari kaki depan akan mengalami perubahan dan gigi yang sangat berbeda. Anggota suku tupaidae lainya adalah tupai ekor sikat, yang sepintas berbeda dari tupaia dan merupakan satu-satunya anggotasuku yang norkturnal, dan tupai ekor kecil yaitu ras yang terdapat di pegunungan dan ekornya panjang serta kurus.

Tupai pernah dipisahkan dari cerurut dan tikus bulan yang tetap berada dalam bangsa Insectivora, dan dipindahkan ke dalam bangsa Primata yang beranggotakan kukang, singapuar, monyet dan kera. Pemindahan ini karena kemiripan internal tupai dengan bangsa monyet itu, sehingga dianggap sebagai golongan primata awal.

Namun menurut pendapat terbaru berdasarkan kajian kekerabatan molekuler (molecular phylogeny), kini tupai digolongkan tersendiri ke dalam bangsa Scandentia; yang bersama-sama dengan kubung (bangsa Dermoptera) dan bangsa Primata di atas, menyusun kelompok hewan yang disebut Euarchonta. Gambaran cabang-cabang kekerabatan tersebut adalah sebagai berikut:
Euarchontoglires
|–Glires
| |–hewan pengerat (Rodentia), termasuk bajing.
| |–kelinci dan terwelu (Lagomorpha)
–Euarchonta
|–tupai (Scandentia)
–N.N.
|–kubung (Dermoptera)
–N.N.
|–Plesiadapiformes (telah punah)
–primata (Primata)

Scandentia terdiri dari dua suku yakni Tupaiidae dan Ptilocercidae. Pendapat lain (misalnya Corbet dan Hill, 1992) menyebutkan bahwa bangsa ini terdiri dari suku tunggal Tupaiidae, dengan dua anak suku: Tupaiinae dan Ptilocercinae. Ptilocercidae berisikan satu marga dan satu spesies saja, yakni tupai ekor-sikat Ptilocercus lowii. Sedangkan Tupaiidae memiliki 4 marga dan 19 spesies.

Pulau Kalimantan (Borneo) kemungkinan merupakan pusat keragaman jenis-jenis tupai, mengingat sebelas (12 jika Palawan dimasukkan) dari 20 spesies tupai di dunia dijumpai di sana. Rincian jenis dan penyebarannya adalah sebagai berikut:
• ORDO SCANDENTIA
Suku Tupaiidae
Genus Anathana
Tupai madras (Anathana ellioti). Menyebar di anak benua India.
Genus Dendrogale
Tupai ekor-kecil indochina (Dendrogale murina) Kamboja, Vietnam selatan, Thailand timur.
Tupai ekor-kecil (Dendrogale melanura). Terbatas di Sarawak bagian utara.
Genus Tupaia
Tupai indochina (Tupaia belangeri). Assam, Bangladesh, Burma, Tiongkok selatan, Thailand, Indochina, Hainan.
Tupai mentawai (Tupaia chrysogaster). Kepulauan Mentawai.
Tupai bergaris (Tupaia dorsalis). Borneo.
Tupai akar (Tupaia glis). Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa dan Borneo.
Tupai ramping (Tupaia gracilis). Borneo, Karimata, Bangka dan Belitung.
Tupai kekes (Tupaia javanica). Sumatra, Nias, Jawa dan Bali.
Tupai kaki-panjang (Tupaia longipes). Sarawak.
Tupai kecil (Tupaia minor). Semenanjung Malaya, Sumatra, Borneo, dan beberapa pulau seperti Singkep dan Pulau Laut.
Tupai kalamian (Tupaia moellendorffi). Pulau Calamian, Filipina.
Tupai gunung (Tupaia montana). Terbatas di pegunungan di Sarawak.
Tupai nikobar (Tupaia nicobarica). Terbatas di Kepulauan Nikobar.
Tupai palawan (Tupaia palawanensis). Terbatas di Palawan, Filipina.
Tupai tercat (Tupaia picta). Terbatas di Sarawak.
Tupai indah (Tupaia splendidula). Borneo bagian selatan, Karimata, Natuna, dan Pulau Laut.
Tupai tanah (Tupaia tana). Sumatra dan Borneo.
Genus Urogale
Tupai mindanao (Urogale evereti). Terbatas di Mindanao dan pulau-pulau sekitarnya, Filipina.
o Suku Ptilocercidae
Genus Ptilocercus
Tupai ekor-sikat, Ptilocercus lowii. Semenanjung Malaya, Sumatra, Borneo dan pulau-pulau di sekitarnya.

Bajing
Bajing memiliki moncong yang tidak terlalu panjang seperti halnya tupai, bagian muka (mulut dan hidung) relati agak rata atau datar. Bajing memiliki 2 famili atau 2 anak suku antara lain, famili dari Sciuridae (Bajing pohon dan Bajing tanah) dengan jumlah 20 spesies dan famili dari Ptromydae (Bajing terbang) dengan jumlah 14 spesies.

Kerajaan (Kingdom) : Animalia
Dunia (Phyllum) : Chordata
Anak Dunia (Sub Phyllum) : Vertebrata
Kelas (Clasis) : Mamalia
Bangsa (Ordo) : Scandentia ( 2 famili, 34 spesies)

A. Famili Scuiridae
Sebagian bajing ini hidup pada lapisan bawah tanah (teresterial) dan sebagian ada yang hidup di poho (arboreal). Beberapa bajing terlihat sangat mirip, tetapi biasanya dapat diidentifikasi memalui perbedaan pola warna jika binatang ini terlihat jelas. Namun konisi yang ideal jarang sekali, dan banyak bajing tanah hanya terlihat sepintas dalam cahaya yang suram, sedangkan bajing pohon sering tersamar oleh dedaunan atau seperti bayanga di langit. Tropong (Binokular) sangat membantu untuk melihat bajing, dan ada jenis tertentu, kecuali jelarang dan bajing kerdil, cukup mudah diperangkap dalam kandang perangkap untuk diamati lebih dekat. Bajing tanah moncong runcing Rhinosciurus laticaudatus mungkin dari jauh tampak seperti seekor Tupaia karena moncongnya yang meruuncing, tetapi dapat dibedakan dari ekornya yang lebat dan lebih pendek.

B. Famili Pteromydae
Bajing ini dapat terbang (melayang dari atas ke bawah), walaupun tidak dapat benar-benar terbang seperti kelelawar, jenis ini mempunyai membaran diantara kaki depan dan belakang yang memungkinkan melayang jauh diantara pepohonan. Tidak seperti Kubung Malaya , yang juga melayang , ekor bajing terbang tidak terselubung oleh membran.

Bajing terbang kebanyakan norkturnal, dan lebih aktif diantara pepohonan, sehingga binatnag ini sangat sulit dilihat. Bajing terang yang lebih besar terutama aktif pada sore hari. Jika cahaya cukup atau lampu kepala dan lampu sorot yang kuat tersedia, keempat jenis terbesar biasanya dapat dibedakan, terutama dengan binokular. Walaupun demikian, bajing-bajing yang terbang berukuran kecil sampai dengan sedang kelihatan sangat mirip, terutama bajing terbang pipi jingga, bajing terbang pipi kelabu, dan bajing terbang pipi merah sulit diidentifikasi. Pada spesimen musium Petinomys yang lebih kecil dapat dibedakan dengan hylopetes melalui bentu tengkorak. Bajing terbang memiliki ujung ekor putih yang dapat digunakan sebagai ciri pembeda.

Bajing terbang kecil kadang dapat ditangkap dengan jaring kabut pada malam hari, tetapi biasanya ditangkap hanya dengan mencari lubang sarang terlebih dahulu pada batang pohon. Sejumlah besar bajing terbang yang ditangkap dengan cara ini adalah anakan dan sulit untuk diidentifikasi.

Ordo Family Scientific Name Indonesia Name
Scandentia
1 Sciuridae
1 Ratufa affinis Jelarang Bilalang
2 Callosciurrus prevostii Bajing Tiga Warna
3 Callosciurrus baluensis Bajing Kinabalu
4 Callosciurrus notatus Bajing Kelapa
5 Callosciurrus adamsi Bajing Telinga Botol
6 Callosciurrus orestes Bajing Kelabu
7 Sundasciurus hippurus Bajing Ekor Kuda
8 Sundasciurus lowii Bajing Ekor Pendek
9 Sundasciurus tenuis Bajing Bancirot
10 Sundasciurus jentinki Bajing Jentink
11 Sundasciurus brookei Bajing Brooke
12 Glyphotes simus Bajing Kerdil Perut Merah
13 Lariscus insignis Bajing Tanah Bergaris Tiga
14 Lariscus hosei Bajing Tanah Bergaris Empat
15 Dremomys everetii Bajing Gunnung
16 Rhinosciurus laticaudatus Bajing Tanah Moncong Runcing
17 Nannosciurus melanotis Bajing Kerdil Telingan Hitam
18 Exilisciurus exilis Bajing Kerdil Dataran Rendah
19 Exilisciurus whiteheady Bajing Kerdil Telinga Kuncung
20 Rheithrosciurus macrotis Bajing Tanah Ekor Tegak
2 Pteromydae
1 Petaurillus hosei Bajing Terbang Hose
2 Petaurillus emiliae Bajing Terbang Emili
3 Lomys horsfield Bajing Terbang Ekor Merah
4 Aeromys tephromelas Bajing Terbang Hitam
5 Aeromys thomasi Bajing Terbang Coklat Merah
6 Petinomys hageni Bajing Terbang Kepala Tengguli
7 Petinomys genibarbis Bajing Terbang Berjambang
8 Petinomys setosus Bajing Terbang Dada Putih
9 Petinomys vordermanni Bajing Terbang Pipi Jingga
10 Hylopetes lepidus Bajing Terbang Pipi Kelabu
11 Hylopetes spadiceus Bajing Terbang Pipi Merah
12 Pteromyscus pulverulentus Bajing Terbang Berbedak
13 Petaurista petaurista Bajing Terbang Rakasasa Merah
14 Petaurista elegans Bajing Terbang Totol

BUNGA AWAR-AWAR

Pohon atau semak tinggi, tegak 1-5 meter. Batang pokok bengkok-bengkok, lunak, ranting bulat silindris, berongga, gundul, bergetah bening. Daun penumpu tunggal, besar, sangat runcing, daun tunggal, bertangkai, duduk daun berseling atau berhadapan, bertangkai 2,53 cm. Helaian berbentuk bulat telur atau elips, dengan pangkal membulat, ujung menyempit cukup tumpul, tepi rata, 9-30 x 9-16 cm, dari atas hijau tua mengkilat, dengan banyak bintik-bintik yang pucat, dari bawah hijau muda, sisi kiri kanan tulang daun tengah dengan 6-12 tulang daun samping; kedua belah sisi tulang daun menyolok karena warnanya yang pucat. Bunga majemuk susunan periuk berpasangan, bertangkai pendek, pada pangkalnya dengan 3 daun pelindung, hijau muda atau hijau abu-abu, diameter lebih kurang 1,5 cm, pada beberapa tanaman ada bunga jantan dan bunga gal, pada yang lain bunga betina. Buah tipe periuk, berdaging , hijau-hijau abu-abu, diameter 1,5-2 cm. Waktu berbunga Januari-Desember. Tumbuhan ini banyak ditemukan di Jawa dan Madura; tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan laut, banyak ditemukan di tepi jalan, semak belukar dan hutan terbuka.

Perdu yang banyak tumbuh di tempat agak basah ini hampir tumbuh diseluruh Nusantara, dari akar sampai daun mempunyai kegunaan. Akarnya ditumbuk dengan Adas Pulowaras dan airnya diperas dapat digunakan untuk mengobati keracunan ikan, gadung (Dioscorea hispida dennst.) dan kepiting. Jika ditumbuk dengan segenggam akar alang-alang dan airnya diperas merupakan obat muntah yang sangat manjur.

Seringkali pohon awar-awar yang sudah tua bagian terasnya memperlihatkan gambar seperti pelet timaha, bagian ini banyak dicari pecinta keris untuk warangka karena diyakini kayu ini dapat meredam keris/tombak yang panas serta menjauhkan dari gangguan jin jahat dan black magic. Yang perlu diingat kayu ini sangat lunak.
Nama daerah : Kiciyat (Sunda), Awar-awar (Jawa Tengah, Belitung), Barabar(Madura), Sirih popar (Ambon), Bei, Loloyan (Minahasa); Tobotobo (Makasar); Dausalo (Bugis); Bobulutu (Halmahera Utara); Tagalolo (Ternate) (Hutapea, 1991).
Nama asing : Papua Nugini : Omia (Kurereda), Manibwohebwahe (Wagawaga, Milne Bay), Bahuerueru (Vanapa); Filipina: Hauili (Filipino), Kauili (Tagalog), Sio (Bikol).
Nama simplisia adalah Fici septicae folium (daun awar-awar).

Bunga Awar-Awar

Apakah awar-awar berbunga? ini yang sering ditanyakan oleh banyak orang yang sudah pernah melihat pohon awar-awar. Yang lazim dijumpai pohon awar-awar tua pasti sudah berbuah bulat kecil-kecil berwarna hijau. Kapan berbunganya/ tidak seorangpun yang menyangka bahwa konon kabarnya bunga awar-awar itu terapat di dalam biji yang bulat-bulat tersebut, sehingga tidak akan nampak dari luar tanpa membelahnya terlebih dahulu.

Klasifikasi tanaman
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Ficus
Jenis : Ficus septica Burm. F. (van Steenis, 1975)


Kandungan dan Manfaat Tanaman

Daun Ficus septica mengandung senyawa flavonoid genistin dan kaempferitrin, kumarin, senyawa fenolik, pirimidin dan alkaloid antofin, 10S,13aR-antofin N-oxide, dehidrotylophorin, ficuseptin A, tylophorin, 2-Demetoksitylophorin, 14α-Hidroksiisotylopcrebin N-oxide, saponin triterpenoid, sterol (Wu et al., 2002 cit Lansky et al., 2008, Yang et al., 2005, Damu et al., 2005). Akar mengandung sterol dan polifenol (Hutapea, 1991). Alkaloid yang terkandung pada batang antara lain adalah fenantroindolisidin (ficuseptin B, ficuseptin C, ficuseptin D, 10R,13aR-tylophorin N-oxide, 10R,13aR-tylocrebrin N-oxide, 10S,13aR-tylocrebrin N-oxide, 10S,13aR-isotylocrebrin N-oxide, dan 10S,13aS-isotylocrebrin N-oxide (Damu et al., 2005). Daun dan akar mengandung stigmasterol dan β-sitosterol. Daun dan batang mengandung alkaloid isotylocrebin dan tylocrebin (Wu et al., 2002 cit Lansky et al., 2008).

Daun digunakan untuk obat penyakit kulit, radang usus buntu, mengatasi bisul, gigitan ular berbisa dan sesak napas. Akar digunakan untuk penawar racun ikan dan penanggulangan asma. Perasan air dari tumbukan akar awar awar dan adas pulowaras dapat digunakan untuk mengobati keracunan ikan, gadung (Dioscorea hispida dennst) dan kepiting. Jika ditumbuk dengan segenggam akar alang-alang dan airnya diperas merupakan obat penyebab muntah yang sangat manjur. Untuk obat bisul dipakai ± 5 gram daun segar Ficus septica, ditumbuk sampai lumat, kemudian ditempelkan pada bisul. Getah dimanfaatkan untuk mengatasi bengkak-bengkak dan kepala pusing. Buah untuk pencahar.