Budidaya Kerapu di KJA | Keramba Jaring Apung

BUDIDAYA KERAPU DALAM KERAMBA JARING APUNG

PENDAHULUAN

Ikan Kerapu adalah komoditas penting untuk budidaya laut di Asia Tenggara karena memiliki pangsa pasar yang besar dan nilai ekonomi tinggi. Pada mulanya, lebih dari 10 jenis kerapu sudah dibudidayakan namun menggunakan benih dan gelondongan ikan yang ditangkap dari alam di daerah yang bersangkutan.
Pada tahun 1999, penelitian dan pengembangan untuk multi spesies hatchery yang dilakukan bersama oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut-Gondol dengan JICA pertama kali sukses memproduksi masal benih kerapu bebek, Cromileptes altivelis dan benih kerapu macan (Kawahara, et.al., 2000; Sugama et.al.,2001). Sedangkan untuk memproduksi masal benih kerapu sunu pada tahun 2005. Pengembangan teknologi telah didesiminasikan kepada hatchery pemerintah maupun swasta, sehingga produksi benih kerapu bebek meningkat secara drastis dan lebih dari 1 juta benih pada tahun 2001 (Kawahara dan Ismi, 2003). Teknologi ini juga diterapkan untuk produksi benih kerapu macan, Ephinephelus fuscoguttatus oleh hatchery-hatchery swasta. Pada tahun 2002, produksi benih kerapu macan lebih dari 2,6 juta (Kawahara dan 2003). Untuk kerapu sunu sampai saat ini tahun 2006 lebih dari 0,5 juta (Kominikasi  Suko Ismi, 2006)
Sebagai hasil suplai benih secara kontinyu dari perbenihan, beberapa penduduk mulai budidaya kerapu, utamanya menggunakan system budidaya keramba jaring apung diberbagai lokasi di Indonesia. Terutama di propinsi Lampung, Batam telah berhasil dalam mengembangkan budidaya laut di keramba jaring apung dengan menggunakan benih dari hatchery. Pada tahun 2002, sejumlah 42 pembudidaya dengan menyerap tenaga sebanyak 250 orang dan beberapa diantaranya panen 4,8 ton untuk kerapu bebek dan 30,2 ton untuk kerapu macan (Kawahara dan Ismi, 2003). Meskipun produksi ini relatif kecil, namun kenyataan ini menunjukkan bahwa budidaya kerapu berkembang menjadi industri perikanan yang menjanjikan di propinsi tersebut.
Selama melakukan kegiatan budidaya ternyata terjadi beberapa masalah. Antara lain sintasan kerapu yang dibudidayakan terutama kerapu bebek, pada saat ini masih jauh lebih rendah daripada ikan laut lainnya seperti seabream dan kakap putih. Untuk kerapu bebek sintasan hanya 10-30% pada umumnya terjadi di lapangan, bahkan kadang-kadang gagal total/ sintasan 0% (hasil wawancara dengan petani). Pembudidaya umumnya menyatakan bahwa kendala terbesar adalah wabah penyakit. Hal ini disadari pada saat survei di Riau, Lampung, Jawa Timur dan Lombok, akan tetapi kebanyakan penyakit memungkinkan untuk dikontrol jika pembudidaya memiliki pengetahuan cukup dan teknologi yang sesuai. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menyediakan petunjuk budidaya kerapu bagi petani pembudidaya. Tulisan ini dipersiapkan berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman budidaya kerapu di keramba jaring apung dan Pegametan selama survei lapang.
PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA
            Pemilihan lokasi budidaya laut yang dilakukan dengan benar, merupakan langkah awal keberhasilan budidaya.        Dalam pemilihan lokasi dua aspek teknis penting yaitu penilaian kelayakan lahan budidaya dan aspek daya dukung lahan budidaya. Meskipun kita memiliki potensi lahan budidaya yang sangat besar, namun menjadi pertanyaan yang umum, berapa sebenarnya lahan budidaya yang layak untuk pengembangan. Kelayakan budidaya secara fisik tidak berarti layak untuk pengembangan secara keseluruhan, karena manakala lahan budidaya yang memiliki kelayakan fisik ini akan dikembangkan, harus dipertimbangkan aspek sosial-ekonomi masyarakat. Oleh karena itu areal lahan pengembangan akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan potensi lahan yang ada. Belum lagi harus mempertimbangkan buffer area. Kelayakan fisik diperoleh dengan mempertimbangkan faktor-faktor kunci seperti pasang surut, kedalaman (batimetri), keterlidungan, arus, gelombang, mutu air memberikan informasi karakteristik lahan terhadap kebutuhan biologis ikan yang akan dipelihara.
            Daya dukung lahan budidaya bisa diartikan sebagai kemampuan suatu habitat atau kawasan budidaya yang dinyatakan dalam jumlah individu ikan yang mampu hidup normal dan berkelanjutan. Dengan demikian dalam evaluasi daya dukung kita harus mampu memprediksi secara ilmiah jumlah ikan, jumlah keramba yang diijinkan untuk keberlanjutan usaha budidaya (sustainable aquaculture). Dalam hal ini dipertimbangkan juga tata letak dan konstruksi. Pekerjaan ini merupakan tugas bagi tim yang memiliki kemampuan penentuan faktor oceanografis, GIS, dan beberapa pendekatan penilaian daya dukung seperti kapasitas DO dan pendugaan kuantitatif limbah organik serta loading nutrient.

TATA LETAK DAN KONTRUKSI.

Tata Letak

Jumlah unit KJA dan tata letak KJA berhubungan erat antara lain dengan: (a) Kelayakan dan daya dukung lahan; (b) Target produksi dalam rencana pengembangan budidaya; (c) Arah arus, gelombang dan pemecahan gelombang; (d) kedalaman lokasi.
Tata letak keramba terhadap keramba lainnya merupakan hal yang penting untuk menjaga kualitas air yang baik di dalam keramba. Dua prinsif yang perlu diperhatikan meliputi : 1) meningkatknya kepadatan keramba akan meningkatkan biomas ikan, yamg mengakibatkan penurunan kualitas air didalam dan disekitar keramba. 2) Meningkatnya keramba akan menurunkan pertukaran air didalam keramba.  Keseluruh pertimbangan tersebut adalah untuk perolehan sirkulasi air yang baik, kemudahan operasional dan keberlanjutan usaha. Misalnya dalam satu kawasan akan ditarget produksi satu ton per siklus produksi 1 tahun, maka pertimbangannya adalah (a) ukuran tebar awal agar setelah satu tahun mencapai ukuran pasar; (b) Jumlah unit keramba agar target produksi satu ton per bulan bisa tercapai; (c) Suplai benih secara kontinue; (d) jumlah jaring dan ukuran jaring untuk pendederan, penjarangan dan penggantian jaring.
Konstruksi Rakit
            Sebuah rakit terdiri dari rangka untuk menggantung jaring dan pelampung untuk mengapungkan kerangka. Model dan ukuran rakit tergantung dari kondisi alam tempat budidaya, seperti arus air dan petani pemilik. Rakit satu bisa dihubungkan dengan yang lain akan tetapi masing-masing bagian jangan terlalu besar, untuk menghindari berhentinya sirkulasi air pada rakit bagian tengah. Hal ini harus diingat karena susunan rakit juga sangat mempengaruhi mudahnya penyebaran penyakit.
            Kerangka rakit bisa dibuat dari bambu, kayu balok, pipa galvanis, plastik spesial dan lain-lain tergantung dari kesenanngannya. Bahan bambu lebih murah akan tetapi tidak bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama.
            Bentuk keramba bukan factor utama dalam menentukan potensi pertukaran air, tetapi hubungan antara bentuk keramba  dan pettkaran air diatur oleh seperangkap prinsif-prinsif  dsar yang harus dipahami. Kebanyakan keramba berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar, tetapi keramba berbentih selindris kadang-kadang digunakan pula. Bentuk kerangka rakit segi empat/empat persegi panjang dan lingkaran bisa dipakai untuk pemeliharaan kerapu. Bentuk rangka segi empat/empat persegi panjang mudah dibagi untuk jaring yang mempunyai ukuran lebih kecil dengan hanya memakai balok sebagai penyekat.
            Untuk kerangka rakit persegi empat/persegi panjang biasanya mempunyai ukuran jaring 3-5 x 3-5 m. Sebaiknya antara rakit satu dengan yang lainnya dibuat lebar dan mudah untuk jalan antar rakit sehingga memudahkan dan aman untuk bekerja sehari-hari misalnya: memberi pakan, pergantian jaring, seleksi ikan dan treatmen untuk penyakit.
            Pada umumnya ada dua macam pelampung untuk rakit sterofoam dan drum plastik. Steroform mempunyai daya apung lebih tinggi dan tahan lama dari pada drum plastik akan tetapi harganya lebih mahal. Untuk menjaga dari penempelan organisme sterofoam harus diberi lapisan plastik, biasanya pelampung dari drum plastik memerlukan perawaaatan yang lebih intensif.
            Untuk menambatkan rangkaian rakit pada tempat tertentu bisa menggunakan blok semen, jangkar besi, pipa galvanise dan sebagainya. Pipa galvanise ditancapkan/dipatok di dasar laut khususnya dasaar perairan berlumpur, dibentang dengan tali sebagai jangkar. Panjang dari tali jangkar adalah sangat menentukan untuk menambatkan rakit agar tidak bergoyang. Untuk tali jangkar disarankan dari bahan polyethylene (PE).
            Disamping atau di atas rakit disarankan ditempatkan pondok untuk ruang jaga, ruang kerja, gudang dan sebagainya. Jika di atas rakit mempunyai tempat tinggal yang layak, pekerja akan merasa kerasan untuk tinggal. Kondisi bekerja akan membaik dan akan mendatangkan keuntungan dari ikan yang dipelihara.

Persiapan Jaring

            Beberapa ukuran mata jaring yang berbeda harus disiapkan selama pemeliharaan ikan. Polyethylene (PE) adalah bahan yang baik untuk jaring. Pemakaian jaring tanpa simpul dianjurkan untuk menghindari luka pada ikan terutama benih yang baru masuk. Pemakaian jaring dengan simpul tidak masalah jika penanganan ikan dengan cara hati-hati. Stok jaring cadangan sebagai pengganti secara rutin harus dipersiapkan untuk memudahkan operasional.
            Ukuran jaring mempengaruhi pertumbuhan ikan. Menurut penelitian di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, pemeliharaan pada ukuran jaring 2 x 2 meter mempunyai pertumbuhan lebih cepat bila dibanding pada jaring dengan ukuran 1×1 meter (untuk ikan ukuran 10-50 g), dan kerapu yang dipelihara pada ukuran jaring 4 x 4 meter mempunyai pertumbuhan lebih cepat bila dibandingkan 2 x 2 meter (untuk ikan ukuran 150-300 g). Untuk mengantisipasi pertumbuhan ikan dan memudahkan pengelolaan seperti pengamatan ikan dan pergantian jaring, ukuran mata jaring menurut ukuran ikan dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.
Ukuran Jaring sesuai ukuran ikan
Berat ikan
(g)
Ukuran jaring
(m)
Ukuran mata jaring
(inc)
Jumlah benang
Periode
(bulan)
4-10
2 x 2 x 2
0.5
8-10
1
10-50
3 x 3 x 2.5
0.75
10-12
3
50-150
4 x 4 x 3
1
12-14
3-4
150-500
4 x 4 x 3
1.5
16-20
9-10
> 500
4 x 4 x 3
2
20-24
                                    Sebaiknya kedalaman jaring disesuaikan dengan kecerahan perairan lokasi budidaya, sehingga ikan yang berada di dasar jaring masih bisa dilihat. Karena pengamatan ikan adalah sangat penting untuk melihat kondisi kesehatan ikan. Apabila kecerahan air rendah kedalaman jaring harus disesuaikan dengan kondisi perairan.                                      Penentuan ukuran mata jaring yang tepat adalah sangat penting. Ukuran mata jaring yang benar memudahkan sirkulasi air di dalam jaring pada rakit, tidak mudah kotor sehingga dapat mencegah serangan penyakit khususnya yang disebabkan oleh parasit, kerapu dengan kepala yang kecil mudah masuk dan terjerat jika ukuran jaring tidak sesuai.       Disamping itu juga jika ukuran jaring tidak sesuai, ikan akan mudah terjerat oleh jaring terutama saat ikan panik akibat gangguan ikan besar yang ada di luar jaring.
             Pemberat untuk jaring harus tersedia, biasanya dibuat dari blok semen cor, pemberat diletakkan pada tiap sudut jaring dibentang sampai dasar.
Persiapan Perlengkapan
            Selain rakit terdapat beberapa perlengkapan yang harus disiapkan untuk memudahkan mengoperasikan selama pemeliharaan. Di bawah ini beberapa perlengkapan penting yang diperlukan:
a.                  Perahu : sebuah perahu yang agak besar yang dipergunakan untuk mengangkut juvenile/ benih, pakan, jaring, hasil panen dan sebagainya.
b.                   Freezer dan kulkas : untuk menyimpan pakan, obat-obatan, bahan aditif seperti vitamin, perlengkapan tersebut bisa disimpan di daratan unuk tempat mensupport kegiatan di KJA. Jika menggunakan pakan pelet kering freezer tidak begitu diperlukan.
c.                   Generator: beberapa peralatan di KJA memerlukan listrik, sehingga keberadaan generator harus ada di KJA.
d.                    Aerator : Diperlukan selama treatment ikan dengan perendaman air tawar atau obat-obatan untuk menanggulangi penyakit.
e.                     Mesin penyemprot jaring untuk mempercepat pembersihan jaring sehingga pengantian jaring yang kotor selama pemeliharaan bisa cepat diganti.
f.                    Para net penutup jaring : Untuk mengurangi sinar matahari masuk dalam jaring. Untuk penutup ini bisa dipakai material yang lain.
g.                   Peralatan yang lain: Beberapa perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan sehari-hari diantaranya serok dengan berbagai ukuran (tanpa simpul), timbangan untuk menimbang ikan, sprayer untuk mencampur obat dan vitamin dengan pakan, tangki untuk perendaman ikan, sikat untuk mencuci jaring, ember dan lain-lain.
BENIH
Ketersediaan Benih.
            Benih kerapu di alam susah didapat. Akan tetapi benih kerapu yang diproduksi dari hatchery dapat memenuhi kebutuhan untuk budidaya ikan di Indonesia. Teknik produksi benih telah dijelaskan dalam buku “Petunjuk Teknis Produksi Benih Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis)”  (Sugama et al 2001). Sepanjang induk kerapu dapat bertelur setiap bulan maka benih ikan kerapu akan tersedia sepanjang tahun. Berturut- turut produksi benih dari hatchery tahun 2001 dan 2002 adalah masing-masing 1,1 dan 0,7 juta benih.

Pemilihan benih

Pertama yang perlu diperhatikan selain ketersediaan dana, fasilitas pemeliharaan, sistem transportasi, kondisi lingkungan budidaya juga ukuran benih sangat menentukan, semakin kecil ukuran benih selain susah menanganinya juga sangat rentan terhadap serangan penyakit terutama penyakit virus VNN. Pada ukuran benih kecil susah untuk melihat cacat pada tubuhnya.
Yang terpenting dalam pemilihan benih adalah (1) tidak sakit atau membawa penyakit khususnya virus VNN. (2) bentuk badan normal (3) tidak mengkonsumsi pakan hidup, (4) pakan benih selalu dalam kondisi baik dengan kandungan nutrisi bagus. Berdasarkan tes dengan membiarkan ikan tanpa air yang telah dicoba  benih yang baik pada ukuran 5-6 cm  dapat bertahan hidup tanpa air antara 3- 3,5 menit. Ikan yang terserang virus, cacat dan kekurangan nutrisi mati saat dicoba, karena itu dianjurkan sebaiknya melihat langsung kondisi ikan di hatchery sebelum membeli.
Biasanya jika pada suatu hatchery ikan banyak yang mati besar kemungkinan terserang VNN. Pada kondisi yang normal benih di hatchery tidak banyak kematian akibat penyakit atau kanibalisme. Benih terserang VNN biasanya badan kehitaman dan selalu tiduran di dasar tangki.
            Pada budidaya ikan selama pemeliharaan biasanya ikan yang cacat kondisi-nya lemah dan mudah terserang penyakit. Serangan penyakit biasanya terjadi pada ikan yang cacat, kemudian berkembang secara intensif dan kemudian penyakit menular pada ikan yang sehat. Ikan yang cacat nampaknya juga mempunyai pertumbuhan yang lambat. Selain itu pada berat tubuh yang sama ikan tersebut mempunyai harga yang lebih murah bila dibanding dengan ikan yang normal.
Kebanyakan cacat tubuh yang dialami dari benih yang berasal dari hatchery  diantaranya cacat pada mulut, mulut  tidak simetris dan cacat lain  seperti gambar. 3 :
Mengetahui jenis pakan yang dipergunakan juvenil selama berada di hatchery adalah sangat penting. Untuk pemeliharaan ikan di KJA menggunakan pakan yang tidak hidup seperti, ikan rucah dan pellet kering. Jika di hatchery pemeliharaan benih menggunakan pakan hidup seperti rebon (mysis) yang diambil dari tambak selain pakan yang tidak hidup, banih yang demikian tidak direkomendasikan  untuk dipakai pada pembesaran ikan. Meskipun nampaknya ikan makan pakan yang tidak hidup yang diberikan, tetapi besar kemungkinannya beberapa ikan hanya bisa makan pakan yang hidup. Ikan yang demikian nantinya akan mempunyai masalah yang serius di KJA.
Yang perlu diketahui bahwa benih yang dipelihara dengan pakan ikan rucah biasanya tidak bisa makan pelet kering. Jika pada pembesaran ikan budidaya menggunakan pelet sebagai pakan maka harus memilih benih yang telah terbiasa dengan pakan pellet, tetapi benih yang terbiasa makan pellet akan dengan mudah makan ikan rucah.
Benih dari hatchery yang diberi pakan rucah tanpa tambahan seperti vitamin mix atau pellet untuk pakan udang akan menghasilkan benih dengan kualitas yang kurang bagus. Benih yang demikian besar kemungkinannya akan mengalami masalah nutrisi dan banyak mengalami kematian selama transportasi.
Penebaran
                 
Kondisi benih waktu datang dari transportasi adalah sangat menentukan kualitas benih. Jika benih lemah selama transportasi maka akan mudah terserang penyakit. Selama transportasi benih mendapatkan banyak stres maka harus menanganinya secara hati-hati. Dari penanganan baru datang ke dalam rakit dan aklimatisasi/ penyesuaian suhu waktu penebaran harus disesuaikan dengan lingkungan perairan.
            Karamba jaring apung yang telah ada adalah sumber penularan bibit penyakit terutama untuk ikan yang baru ditebar, karena itu harus dibuat satu sistem penebaran. Biasanya pada KJA skala usaha yang besar dipelihara ikan dengan berbagai umur/ generasi dengan beberapa jenis ikan itu adalah merupakan sumber penularan penyakit. Maka sebaiknya dibuat satu tempat pemeliharaan dengan umur dan jenis ikan yang sama. Untuk penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena pada sore ikan bisa mulai makan dan juga mempunyai waktu yang cukup untuk beradaptasi pada tempat yang baru sebelum malam.
            Untuk menambah kekebalan dan mengurangi stress benih ke dalam rakit (Ikeda, 1985) menyarankan untuk mencampur/ memperkaya makanan dengan vitamin C selama 5 – 7 hari, saat ikan baru disebar. Jika terdapat luka-luka dibadan pada benih harus dicegah dengan antibiotik dengan cara melalui makanan.
Manajement Pemeliharaan.
Perkiraan Padat Penebaran
Padat tebar pada pemeliharaan ikan akan mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup dan konversi pakan (FCR), jika padat penebaran tinggi, produksi tinggi per unit bisa dicapai dari biasanya, akan tetapi kemungkinan ikan akan lambat tumbuh, kelangsungan hidup rendah dan FCR menjadi tinggi. Kemungkinan terserang penyakit lebih besar.
Menurut penelitian padat tebar yang dilakukan oleh BBRPBL-Gondol, pada ikan dengan berat tubuh 50-150 g yang ditebar dengan kepadatan 40; 60 dan 80 ekor/m3 mempunyai pertumbuhan, kelangsungan hidup dan FCR yang tidak berbeda nyata. Akan tetapi mempunyai perbedaan yang nyata dengan padat tebar yang lebih rendah yaitu 20 ekor/m3. dimana pada padat tebar ini mempunyai pertumbuhan yang lebih kecil dan FCR yang lebih tinggi (Sutarmat, T 2004). Hal ini sesuai dengan sifat alami kerapu yang selalu bersembunyi di suatu tempat. Pada saat diberi makan kerapu menghampiri pakan, bergerombol dan bersembunyi diantara yang lain. Karena itu jika kepadatannya rendah biasanya ikan kerapu ketakutan untuk menghampiri pakan sehingga tidak bisa makan dengan baik. Karena itu pada kepadatan sangat rendah juga bermasalah.
Kepadatan tebar yang disarankan untuk kerapu bebek.
Berat ikan (g)
Kepadatan ikan (ekor/m3)
5 – 10
150 – 200
10 – 50
80 – 100
50 – 150
30 – 40
150 – 500
15 – 20
Pakan
1.      Pemilihan Jenis Pakan
Untuk pemeliharaan kerapu secara tradisional menggunakan pakan ikan rucah. Akan tetapi penggunaan ikan rucah mempunyai beberapa masalah yaitu: keberadaan/ketersediaannya tidak kontinyu, memerlukan waktu dan tenaga untuk penyiapan, mutu pakan tidak terjamin, mempunyai resiko tinggi terhadap penularan penyakit dan mudah menimbulkan pencemaran pada lingkungan
            Saat ini pelet kering untuk kerapu telah dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut -Gondol bekerja sama dengan perusahaan pakan dan sekarang secara komersial telah tersedia di Indonesia. Percobaan yang dilakukan di keramba jaring apung di Teluk Pegametan membuktikan bahwa perkembangan kerapu dengan pakan pelet kering lebih bagus dibanding dengan pakan rucah. Untuk pemeliharaan kerapu dengan pakan pelet kering harus menggunakan benih yang telah terlatih dengan pakan pellet, untuk benih yang terbiasa dengan pakan ikan rucah tidak bisa berubah atau susah memakan  pelet.
            Pemberian pakan pelet pada ikan memiliki beberapa kelebihan antara lain: (a) mudah diperoleh dalam jumlah banyak dan kontinyu; (b) mudah penyimpanan, tidak memakan banyak tempat; (c) mudah memperbaiki mutu melalui produsen pakan (pabrik). Dalam hal cara pemberiannya, faktor yang sangat penting untuk diperhatikan adalah takaran, waktu dan respon ikan terhadap pakan.
Pertumbuhan, biaya produksi ikan kerapu bebek dengan pakan pelet dan ikan segar

 

 

Pertumbuhan, biaya produksi ikan kerapu macan dengan pakan pelet dan ikan segar.

 

 

2. Pemilihan Pakan ikan rucah
Jika menggunakan ikan rucah sebagai pakan agar tidak kesulitan untuk mendapatkan pakan secara kontinyu  pemilihan lokasi untuk budidaya adalah sangat penting. Kualitas ikan rucah yang jelek ditandai dengan ikan yang membusuk, bau yang tidak sedap dan ikan yang telah teroksidasi sebaiknya tidak digunakan sebagai pakan.
Untuk mencegah masalah kekurangan nutrisi dan kematian secara mendadak dikarenakan kualitas pakan rucah yang tidak bagus, dianjurkan untuk menambah/ memberi vitamin mix pada ikan rucah secara terus menerus sebelum pemberian pakan.
Hal penting yang harus dilakukan adalah memilih ikan rucah beberapa  ikan seperti lemuru dan teri yang mempunyai enzim theamimase yang dapat merusak theamine (vitamin B1). Jika secara terus menerus pada pemeliharaan kerapu hanya memakai jenis ikan  tersebut kerapu akan menderita kekurangan  vitamin B1
Ikan rucah segar mempunyai kualitas nutrisi yang lebih baik dari ikan rucah yang telah dibekukan, akan tetapi harus diingat ikan rucah segar yang langsung diberikan sebagai pakan mempunyai resiko yang tinggi sebagai sumber penularan bibit penyakit pada ikan budidaya FCR untuk ikan rucah adalah 5-6: yang berarti untuk memproduksi 1 kg kerapu bebek memerlukan 5-6 kg pakan ikan rucah.
Metode pemberian pakan ikan rucah pada ikan kerapu
Ukuran ikan
(g)
Rata-rata pakan per hari*
(%)
Frekwensi pemberian pakan
(kali)
5 – 10
15 – 20
3 – 4
10 – 50
10 – 15
2 – 3
50 – 150
8 – 10
1 – 2
150 – 300
6 – 8
1
300 – 600
4 – 6
1
* Pemberian pakan : pemberian pakan sesuai dengan prosentasi berat ikan.
3. Pakan Pelet kering
            Pakan pelet kering memungkinkan untuk dipakai sebagai pakan untuk mengembangkan budidaya ikan kerapu yang mantap dan berkesinambungan.
Secara alami ikan kerapu mempunyai sifat penakut jika pakan pelet kerapu mempunyai sifat mengapung dipermukaan air maka kerapu akan sulit untuk mengkonsumsinya sehingga banyak pelet yang terbuang keluar jaring terbawa oleh angin, ombak dan arus yang akhirnya pertumbuhan ikan akan lambat dan FCR akan menjadi tinggi. Karena itu untuk budidaya kerapu dipilih pelet dengan sifat tenggelam secara pelan-pelan.
            Selama pemeliharaan kerapu jika terjadi stress setelah sampling dan selama cuaca/ musim kurang bagus, pemberian pakan dengan pelet dapat ditambah vitamin C dengan dosis 0,5 – 2,0 gr/ kg pakan. Penambahan dilakukan sesaat sebelum pemberian pakan dan kelebihan sisa pellet tersebut jangan disimpan terlalu lama.
Nilai   FCR   pelet    tergantung    ukuran   ikan     seperti    berturut-turut    adalah berat ikan 10-50 g=1,2-1,3; 50-150 g =1,3-1,4; 150-600 g =1,6-1,7.
Metode pemberian pakan kerapu dengan pelet kering
Bentuk
Ukuran
 (mm)
Ukuran ikan (g)
Jumlah pakan per hari  (%)
Frekuensi pemberian pakan (hari)
Crumble
1.6
1-5
4.0-10.0
3-5
Pellet
3.0
5-20
2.0-4.0
2-3
Pellet
5.0
20-100
1.5-2.0
2
Pellet
7.0
100-200
1.2-1.5
1-2
Pellet
10.0
200-300
1.0-1.2
1
Pellet
12.0
> 300
0.8-1.0
1
Manajemen Pemeliharaan yang Lain
1.      Pengelolaan Jaring
            Di dalam air laut jaring cepat tersumbat dengan lumpur  dan penempelan organisme lain seperti alga dan kepiting. Untuk menjaga agar sirkulasi air berjalan lancar di dalam jaring maka harus sering diadakan pergantian jaring dan dicuci. Ini adalah salah satu cara pengelolaan untuk menjaga kesehatan ikan khususnya mencegah penyakit yang disebabkan parasit
            Jarak waktu penggantian jaring tergantung dari kondisi perairan tempat pemeliharaan, seperti jaring pada fasilitas Balai-Gondol diganti setiap 2-3 minggu, tergantung dari kondisi tempat pemeliharaan dan organisme. Pada jaring dengan mata yang kecil lebih cepat terjadi penyumbatan.
            Jika jaring kotor harus dicuci di tempat pencucian jaring yang telah tersedia. Setelah dicuci jaring dikeringkan dengan dijemur sempurna di bawah sinar matahari untuk membunuh penyakit khususnya telur-telur parasit yang menempel pada jaring.
Yang harus diingat saat pergantian jaring adalah pada waktu kondisi ikan dalam keadaan sehat. Biasanya saat perendaman dengan air tawar untuk menghilangkan parasit pada saat itu juga dipakai untuk memisahkan ikan yang kecil dan lemah untuk disimpan pada jaring yang lain pada waktu yang sama dilakukan monitoring pertumbuhan ikan dengan cara menimbang berat badan ikan.
2. Seleksi Ikan
            Kerapu bebek tidak memiliki sifat kanibalisme seperti ikan kerapu yang lain. Akan tetapi memiliki variasi ukuran yang besar selama pemeliharaan, pertumbuhan ikan yang kecil ukurannya akan terlambat dari ikan seumurannya. Setelah dua minggu ikan ditebar harus diadakan penyeleksian untuk dipilih. Seleksi ikan perlu dilakukan paling sedikit satu bulan sekali bersamaan setelah dilakukan pergantian jaring.
3. Pengamatan Pertumbuhan Ikan
            Pengamatan pertumbuhan ikan adalah salah satu aktivitas pengelolaan untuk kesehatan, karena ikan dengan kondisi kurang sehat mempunyai pertumbuhan yang kurang. Selain itu dengan mengetahui berat ikan memudahkan pemberian obat melalui pakan. Karena itu berat ikan harus diketahui untuk menghitung jumlah obat yang diberikan.
            Untuk mengetahui berat rata-rata ikan dengan cara menimbang 10-30 ekor ikan secara bersamaan kemudian dirata-rata.
4. Pengendalian Penyakit dan penanggulangannya.
            Prinsip yang dilakukan di  KJA BBRPBL  Gondol dalam pengendalian penyakit adalah “deteksi secara dini dan ambil tindakan secara cepat”. Teknisi yang sudah terlatih dan berpengalaman sangat membantu dalam penerapan prinsip ini. Sebagai tambahan, pengelolaan usaha budidaya yang baik, terutama persiapan secara baik, mendukung terwujudnya prinsip ini. Di KJA BBRPBL Gondol, seluruh obat-obatan dan bahan-bahan yang diperlukan untuk treatmen selalu disimpan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi setiap saat.

Untuk ikan dengan berat tubuh kurang dari 50 g

            Sampai ikan kerapu bebek yang ditebar tumbuh mencapai berat 50 g (3-4 bulan), VNN merupakan penyakit yang paling sering terjadi dan sangat berbahaya. Cara yang terbaik untuk mengendalikan penyakit ini adalah mencegah masuknya penyakit tersebut ke lokasi budidaya, akan tetapi dengan teknologi yang ada sekarang, adalah hampir tidak mungkin memproduksi atau memilih benih yang bebas virus. Karena itu, benih harus dipertimbangkan sebagai pembawa virus dan harus ditangani dengan baik. Sebagai tambahan, usaha yang terus menerus untuk mengurangi stress pada ikan adalah sangat penting.
            Di Balai Gondol, setiap kali benih baru akan ditebar di KJA (sampai sekarang sudah 5 kali), VNN paling tidak sudah terdeteksi sekali dari benih (hasil positif dengan uji polymerase chain reaction, PCR) dalam bulan pertama: akan tetapi, penyakit ini sekarang sudah dapat diatasi. Kunci dalam pengendalian penyakit ini adalah pemberian ampicillin dan vitamin C melalui oral secara dini. Bila beberapa ikan lemah dan mati terjadi tanpa tanda-tanda luar, pemberian obat secara oral harus segera dilakukan; dengan cara ini kematian dapat ditekan atau berhenti sama sekali pada besok harinya ketika hasil uji PCR keluar. Dari pengalaman dilapangan, jika pemberian terlambat walaupun hanya setengah hari, kematian ikan akan meningkat dan akan terus berlanjut walaupun pemberian obat dilakukan. Karena itu, waktu merupakan factor yang penting. Pemberian dengan hanya vitamin C tidak dapat menghentikan kematian.
         Sudah diketahui secara luas bahwa antibiotik seperti ampicillin tidak dapat berpengaruh terhadap virus. SEAFDEC (2000) menerangkan bahwa kematian akibat infeksi virus dapat ditekan dengan mencegah infeksi sekunder oleh bakteri. Akan tetapi, bakteri yang spesifik tidak pernah terdeteksi pada ikan yang terinfeksi virus di Balai Gondol. Dalam kenyataannya, pengendalian VNN dengan metode di atas ditemukan secara kebetulan. Penelitian selanjutnya dibutuhkan untuk menjelaskan bagaimana pengaruh treatmen antibiotik dalam mengatasi penyakit VNN.
         Sekali penyakit VNN jadi masalah serius akibat keterlambatan penanganan maka akan sangat sulit untuk menghentikan kematian ikan. Cara yang dapat dilakukan dalam hal ini hanyalah membuang ikan sakit dan mati secepat mungkin guna mengurangi kepadatan virus dalam lokasi budidaya dan menurunkan tingkat kepadatan ikan untuk mengurangi stress kronis. Penanganan ikan yang sering seperti perlakuan pemindahan dan perendaman dengan bahan kimia harus dihindari untuk mengurangi stress. Ikan yang mati karena sakit sebaiknya dikubur atau dibakar didarat dan jangan dibuang keperairan.
         Kecuali untuk VNN, ikan dengan berat tubuh kurang dari 50 g jarang mengalami masalah di KJA Balai Gondol., Luka ringan pada kulit dan busuk ekor sangat jarang ditemukan, tetapi pemberian ampicillin secara oral (dengan dosis yang sama sebagaimana pada kasus VNN), dapat mengatasi masalah ini dalam beberapa hari. Infeksi parasit yang memerlukan perlakuan tidak pernah terjadi selama periode ini. Belakangan, infeksi iridovirus terjadi di Lampung dan menyebabkan kerugian serius. Pengembangan teknologi untuk mengatasi masalah ini baru saja dimulai.

Untuk ikan berukuran di atas 50 g

         Setelah ikan tumbuh mencapai 50 g, infeksi cacing kulit secara kronis terjadi di KJA Balai Gondol. Walaupun jumlah cacing kulit dapat diturunkan melalui perendaman dalam air tawar, adalah tidak mungkin untuk memusnahkan semua parasit tersebut dari lingkungan budidaya. Karena itu treatmen secara berkala setiap 2 – 4 minggu sekali harus dilakukan.
         Penyakit bakterial di KJA selalu terjadi dihubungkan dengan terjadinya infeksi cacing insang. Cacing insang biasanya terjadi pertama akan tetapi pada ikan yang terinfeksi bakteri akan dengan mudah berkembang cacing kulit. Jika tidak parah, semua infeksi bakteri yang terjadi di KJA dapat diatasi dengan pemberian antibiotik secara oral; akan tetapi, ikan yang terserang cacing kulit secara serius dimana nafsu makannya berkurang maka metode ini tidak dapat diterapkan.
         Untuk mengobati penyakit bacterial, adalah sangat penting untuk menyeimbangkan kombinasi perendaman dalam air tawar dan pemberian antibiotik. Di KJA Balai Gondol, sekali ikan kehilangan nafsu makannya, maka tindakan pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa adanya infestasi cacing kulit. Jika tingkat serangannya tinggi maka perendaman dalam air tawar dilakukan sebelum pemberian antibiotik secara oral. Jika tingkat serangan cacing kulit rendah berarti penyakit bakterial pada ikan tersebut sudah parah, maka penyuntikan antibiotik secara intra-muskular atau perendaman dalam suspensi antibiotik harus dilakukan. Akan tetapi, metode pengobatan ini memerlukan banyak penanganan sehingga menyebabkan stress bagi ikan dan pada akhirnya infeksi virus, seperti iridovirus misalnya, tidak dapat lagi ditanggulangi. Karena itu disarankan untuk tidak melaksanakan metode ini secara kaku. Apa yang harus dilakukan untuk pengendalian penyakit bacterial adalah mendeteksi penyakit tersebut sebelum nafsu makan terganggu.
            Sekali masalah terjadi, teknisi di KJA harus melakukan pengamatan di lapangan berdasarkan diagram tersebut dan segera mengambil tindakan setelah mengambil contoh untuk diagnosis yang lebih akurat di laboratorium.
Metode Penentuan Jenis-Jenis Penyakit atau Abnormalitas untuk Pencegahan / Pengobatan yang dilakukan di KJA BBRPBL
Antibiotik yang digunakan pada budidaya kerapu di KJA
Antibiotik
Kegunaan
Ampicillin
Pengendalian berbagai bakteri secara oral, VNN
Oxolinic acid
Pengendalian bakteri gram-negatif
Erythromycin
Pengendalian bakteri gram-positif
Prefuran (nifurpirinol)
Pengendalian bakteri eksternal melalui perendaman

PANEN

Kerapu bebek mulai siap dipanen setelah mencapai ukuran berat 500 g. jika ukuran berat kurang adari 500 g mempunyai harga yang sangat rendah. Sebelum panen pemilihan harus dilakukan untuk memilih kualitas ikan. Jika terjadi kematian selama transportasi setelah panen itu berarti selama pemeliharaan ikan kekurangan nutrisi. Sebelum panen ikan harus dipuasakan selama 1-2 hari untuk mencegah terjadinya rusak kerusakan kualitas air akibat muntah dan excresi yang dikeluarkan.
Waktu penghentian antibiotik sebelum panen
Nama antibiotik
Selama periode (hari)
Ampicillin
5
Oxolinic acid
16
Erythromycin
30
Sodium niturstyrenate
2
Oxytetracyclin
20
Sumber Dep. Pertanian Kehutanan dan Perikanan di Jepang (1994)

ANALISIS USAHA

Komponen penting dalam analisis usaha adalah biaya investasi, biaya tetap dan biaya variable atau tidak tetap. Analisis usaha akan sangat dipengaruhi oleh harga pasar pada saat itu dan di lokasi tertentu Sedangkan harga pasar sendiri akan berbeda di satu lokasi dengan lokasi yang lain. Oleh karena itu analisis usaha yang dilakukan dengan kondisi di Gondol, sebagai acuan karena nilainya bisa berubah.
            Contoh analisis usaha budidaya pembesaran kerapu bebek dan kerapu macan di KJA-laut. Analisis usaha dengan target produksi 4 ton per lokasi yang terdiri dari 4 unit KJA ukuran 10×10, dengan jumlah cage per unit 4 buah ukuran masing-masing ukuran 4x4m.
Kita ketahui bahwa produksi kerapu hidup melaui budidaya memerlukan waktu lama 1 hingga 1.5 tahun. Sementara produksi benih bisa dilakukan setiap 2-3 bulan saja. Oleh karena itu pola pengembangan perlu mempertimbangkan target produksi (skala usaha), waktu pemasaran (tiap bulan, dua bulan dst) sehingga pola dan jadwal tanam perlu diatur dengan mempersiapkan jumlah unit KJA yang memadai. Sebagai contoh target produksi setiap bulan 1 ton, maka diperlukan sedikitnya 24 unit ukuran 10x10m bila siklus produksi setiap tahun.
Analisis ekonomi pada pembesaran kerapu bebek.
Uraian
Kerapu bebek
Kerapu macan
a. Biaya investasi
Rp.   200.000.000
Rp. 200.000.000
b. Biaya tetap
Rp.   105.000.000
Rp.   56.000.000
c. Biaya operasional
Rp.   308.000.000
Rp.186.000.000
A. Total (a + b + c)
Rp.   613.000.000
Rp. 442.000.000
B. Pendapatan kotor
*Rp.1.000.000.000
**Rp.320.000.000
C. Pendapatan bersih  = B – (A – a)
Rp.   587.000.000
Rp.   78.000.000
*(Kerapu bebek Rp. 0,25 jt/kg ikan hidup x 4.000kg)
**(Kerapu macan Rp. 0,08jt/kg ikan hidup x 4.000kg)
References
Ikeda, S 1985. Vitamins. In: Fish Nutrition and Diets. Suisangaku series No. 54 Kouseisha-kouseikaku, Tokyo. Pp. 43-53. (In Japanese).
Kawahara, S., S. Ismi. 2003. Grouper seed production statistics in Indonesia. Japan International Cooperation Agency and Ministry of Marine Affairs and Fisheries of Indonesia. 10 pp.
Kawahara, S., E. Setiadi, S. Ismi., Tridjoko and K. Sugama. 2000. Successful mass fry production of humpback grouper, Cromileptes altivelis. LOLITKANTA-JICA Bookl;et No. 10. 15 pp.
Sugama, K., Tridjoko, B. Slamet, E. Setiadi, K. Kawahara. 2001 Manual for the seed production for humpback grouper, Cromileptes altivelis. Gondol Reasearch Institutes for Mariculture and Japan International Cooperation Agency, Bali, Indonesia. 37 pp.
Sutarmat. T, Suko Ismi. A. Hanafi dan Kawahara (2003). Manual for Humpback Grouper Culture (Chromileptes altivelis) in Floating Net Cages. Gondol Reasearch Institutes for Mariculture and Japan International Cooperation Agency, Bali, Indonesia. 51 pp.
 Sutarmat. T, A. Hanafi, Wawan Adriyanto dan Kawahara (2003). Study pendahuluan pengaruh pakan buatan terhadap performansi ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscogutataus) di keramba jaring apung. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol
Sutarmat. T, Suko Ismi. A. Hanafi dan Kawahara (2002). Study frekuensi pemeberian pakan ikan Kerapu bebek (Chromileptes altivelis) dengan ukuran yang berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Vol 10, No. 3. Tahun 2004.
Sutarmat. T, A. Hanafi K. Suwirya, Suko Ismi, Wardoyo dan Kawahara (2002). Pengaruh beberapa jenis pakan terhadap performansi ikan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) Di keramba jaring apung. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Vol 9, No. 4. Tahun 2003.
Sutarmat, T, A. Hanafi, and S. Kawahara 2003. Growt-out of hampback grouper (Cromileptes altivelis) cultured in floating net cage with commercial pellet. International Seminar on Marine and Fisheries. 15-16 December 2003. Jakarta Convention Center.p. 101-104.
Sutarmat, T, N. Adiasmara Giri, Wawan Andriyanto and Adi Hanafi. 2005. Study on the Effect of Artificial Diet on Growth of Tiger Grouper (Ephinephelus fuscogutataus) Cultured in Floating Net Cage. Gondol Reasearch Institutes for Mariculture, Bali, Indonesia. 3 pp.
Sutarmat, T. W. Andriyanto, Suko Ismi, Adi Hanafi, dan Wardoyo, S. 2004. Studi Kepadatan pada pembesaran ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) di keramba jaring apung dengan ukuran ikan yang berbeda. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol.
Sutarmat, T. dan Adi Hanafi. 2003. Usaha Pendederan Benih Kerapu Bebek di Keramba Jaring Apung sebagai salah satu Alternatif Peningkatan Pendapatan pembudidaya. Warta Penelitian Perikanan Penerbit Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol. 9. No. 3. 5 pp.
Sutarmat, T. 2004. Beberapa Kunci Sukses pada Budidaya Kerapu di Keramba Jaring Apung. Warta Penelitian Perikanan Penerbit Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol.10. No. 4. Hal. 4-10.
Sutarmat, T. W. Andriyanto, dan Zafran. 2004. Studi Kasus Penanggulangan Penyakit Pada Pembesaran Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Keramba Jaring Apung di Teluk Pegametan Bali. Disampaikan Pada Seminar Nasional Penyakit pada Ikan dan Udang Berbasis Immunisasi dan Biosecurity. Purwekerto, 18-19 Mei . 7 pp.
Sutarmat, T 2005. Analisis Finansial Produksi Yuwana Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogutataus) dengan Pakan Pelet Komersial dan Ikan Rucah dalam Keramba Jaring Apung. Journal of Fisheries Sciences, Vol.VII No. 2. Hal.144.
 Sutarmat. T, A. Hanafi dan Wawan Adriyanto (2005). Pengaruh Pemberian Pelet Kering yang Berbeda terhadap Respon Biologi Pada Pembesaran ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Hal. 173.