Bisnis Telur Asin Bakar

 Bisnis Makanan, bisnis rumahan




YOGYAKARTA (Berita SuaraMedia) – Manusia memerlukan makan dan minum untuk bertahan hidup. Pada umumnya, menu makanan masyarakat Indonesia terdiri atas nasi sebagai makanan pokok, sayuran, lauk pauk, dan buah-buahan serta dilengkapi dengan minuman. Dalam hal tersebut, mereka tidak hanya mencari rasa, tetapi juga gizinya.

Salah satu pilihan bahan pangan adalah telur. Telur merupakan pilihan bahan pangan yang sarat gizi yang diperlukan untuk kehidupan yang sehat. Zat-zat gizi yang ada pada telur, sangat mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh.

Hasil penelitian mendapatkan, sebutir telur mempunyai kegunaan protein 100% dibandingkan daging ayam (80%) dan susu (75%), di mana komposisi asam aminonya sangat lengkap dan berimbang.

Telur itik merupakan telur dengan kandungan gizi yang lebih tinggi dari yang lainnya. Salah satu olahan dari telur itik adalah telur asin. Kandungan kalsium telur asin meningkat 2,5 kali setelah pengasinan. Tingginya nilai gizi dan rasa yang khas menyebabkan telur asin banyak diminati masyarakat.

Hal itu menjadi peluang yang cukup besar bagi mahasiswa, khususnya di daerah Yogyakarta, kota pelajar. Kini, tingginya tingkat kebutuhan mahasiswa, persaingan hidup, menuntut mahasiswa untuk hidup lebih mandiri.

Didukung dengan sumber daya bahan utama, banyaknya permintaan konsumen serta dengan banyak mencari referensi/pustaka, memunculkan gagasan sekelompok mahasiswa jurusan pendidikan matematika FMIPA UNY yaitu Mulyadi, Kareka Ananda, Agus Suratna, Asri Kusumaning M dan Alianingsih untuk mencoba membuka peluang usaha dengan memproduksi telur asin bakar aneka dengan 4 macam aroma yaitu rasa bawang, cabe, jahe dan aroma sup.

Menurut Mulyadi, aroma yang bervariasi itu dapat mengatasi kejenuhan konsumen terhadap aroma telur asin biasa yang amis. Sedangkan dengan dibakar, maka telur asin akan lebih tahan lama. Telur asin merupakan salah satu bahan pangan olahan dari telur itik, yang diawetkan dengan cara pengasinan.

Pembuatan telur asin dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh sangat mudah dan praktis. Sedangkan pembuatan telur asin dengan menggunakan adonan garam prosesnya lebih rumit, tetapi akan menghasilkan telur asin yang jauh lebih bagus mutunya, warna lebih menarik, dan cita rasa lebih enak.

“Proses pembuatan telur asin saat ini sudah mengalami banyak inovasi sehingga menghasilkan variasi-variasi baru telur asin. Telur asin bakar didapat dengan memanggang telur asin rebus dalam oven selama 2 jam,” katanya.

Ditambahkan oleh Kareka, telur asin beraroma diperoleh dengan menambahkan ekstrak aroma alami dalam rendamannya. Agar rasanya lebih nikmat dapat juga ditambahkan kapur atau asap cair dalam adonan garamnya. Dalam proses pembuatannya, garam berfungsi sebagai pencipta aroma asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen, menghambat kerja enzim proteolitik, dan menyerap air dari dalam telur.

Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi lebih awet. Garam akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes ke pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. Garam mula-mula akan diubah menjadi ion natrium dan ion chlor. Ion chlor itulah yang sebenarnya berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur.

Sedangkan menurut Agus, makin lama dibungkus dengan adonan, makin banyak garam yang merembes masuk ke dalamnya, sehingga telur menjadi awet dan asin. Proses pembuatannya pertama kali diracik ekstrak bumbu beraneka rasa sesuai aroma yang dikehendaki yaitu rasa jahe, bawang, cabai dan aroma sup.

Cara membuat ekstrak jahe yaitu 20 gram jahe dikupas bersih dan dicampur 20 mililiter air, diblender sampai halus, lalu disaring hingga diperoleh larutan/ekstrak jahe. Membuat ekstrak bawang yaitu 20 gram bawang dikupas bersih, dicampur air 20 mililiter, diblender sampai halus, lalu disaring hingga diperoleh larutan/ekstrak bawang.

Sedangkan membuat ekstrak cabai yaitu 20 gram cabai dicuci bersih, dicampur 20 mililiter air, diblender sampai halus, lalu disaring, hingga diperoleh larutan/ekstrak cabai. Kemudian untuk ekstrak aroma sup yaitu 20 gram bawang merah dan 20 gram bawang putih dikupas, cuci bersih, ditumbuk dengan merica, ditambahkan sedikit air, lalu disaring.

Dikatakan oleh Humas FMIPA UNY Dedy Herdito MM, memilih telur asin berkualitas harus dengan kriteria tidak retak, besar, masih segar, warna cangkang hijau muda, sebaiknya berasal dari itik umbaran yang dipelihara di alam terbuka. Telur itik diamplas, agar pori-pori cangkang terbuka lalu diolesi dengan adonan garam yang terdiri atas campuran garam, batu bata halus, abu, sendawa, serta air secukupnya.

Adonan dibagi menjadi 4 macam dan dimasukkan di ember bertutup yang diberi ekstrak aroma. Telurnya direndam dalam tiap ember masing-masing. Diamkan selama 7-10 hari hingga rasa dan aroma meresap sempurna ke dalam telur itik tadi. Setelah 10 hari dibilas bersih dan ditata dalam dandang untuk direbus selama 6 jam di atas api sedang. Setelah didinginkan panggang dengan oven selama 2 jam dan telur asin beraroma siap dikonsumsi.

Diakuinya untuk membuat telur asin bakar berbagai macam aroma ini membutuhkan waktu kurang lebih 6 bulan. Dirinya pun mengaku, mendapatkan dana dari Dikti sebesar Rp2 juta untuk penggarapannya.

Lebih lanjut, Mulyadi mengatakan, telur asin beraroma ini dijualnya dengan harga Rp2.000. Dari hasil produksi, besar laba setiap penjualan di antaranya adalah untuk telur asin bakar biasa menghasilkan laba Rp64 setiap butirnya, sedangkan untuk telur asin bakar beraroma menghasilkan laba Rp269 setiap butirnya.

“Untuk yang paling diminati adalah telur asin rasa bawang karena aroma dan rasanya benar-benar terasa,” tambahnya.

Ada pula di Bandung, Heno Taryana adalah orang yang sangat beruntung. Niatnya untuk menekuni usaha hanya coba-coba, tapi pada akhirnya ia menuai sukses. Ia mampu menjadi pengusaha telur asin yang berhasil di Bandung, yang notabene bukan sentra produsen telur asin.

Bakat wirausaha yang diwarisi dari orang tuanya begitu kuat. Pekerjaannya sebagai staf produksi di pabrik tekstil di Bandung ditinggalkannya demi melanjutkan usaha telur asin yang dirintis orang tuanya. Tekadnya terutama ingin memajukan usaha keluarga, di samping ia merasa tidak cukup bila hanya mengandalkan ijazah SMA-nya saja untuk membangun masa depan keluarganya.

Tepatnya, pada tahun 1997 ia mulai menghidupkan kembali usaha telur asin milik orang tuanya. Usaha itu konon nyaris tidak beroperasi karena sulitnya mendapatkan pinjaman, juga sulitnya mendapat telur bebek dari peternak serta bahan dasar lainnya.

Heno memulai usahanya dengan modal pesangon dari perusahaan sebesar Rp 200.000. Awalnya, dengan kemampuan yang ada, Heno hanya sanggup memproduksi telur asin sebanyak 30 butir. Namun, berkat keuletan dan ketabahannya untuk mengembangkan usaha, akhirnya per hari Heno mampu memproduksi telur asin sebanyak 1.000 hingga 1.500 butir, tergantung ketersediaan telur bebek di pihak para peternak.

Dari lima bersaudara, hanya Heno yang meneruskan usaha keluarganya. Ini karena sejak kecil, dialah yang selalu mendampingi dan membantu kedua orang tuanya dalam proses pembuatan dan pemasaran telur asin ke berbagai pasar yang ada di Bandung. Heno kini memiliki seorang anak laki-laki, Muiz Ilma Tarmizi (4,5) dari hasil pernikahannya dengan Yanti Hanifah (25).

Saat dijumpai di kediamannya yang setengah bangunannya dijadikan tempat untuk memproduksi telur asin di Jalan Sekar Wangi RT 01/01 Kp Sekar Wangi Desa Sekarwangi, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Heno memaparkan awal upayanya merintis kembali usaha telur asin.

Upayanya merintis kembali usaha yang berlabel Telor Asin Lancar, yang telah ditinggalkan kedua orang tuanya itu, antara lain juga karena orang tuanya telah berusia lanjut. Produksi awalnya hanya 10 hingga 30 butir telur saja per hari. Ia menjualnya hanya kepada warung-warung terdekat di rumahnya. Kemudian, karena jumlah permintaan setiap harinya semakin besar, produksi terus ditingkatkan hingga akhirnya kini mencapai 1.000 hingga 1.500 butir per hari.

Telur asin yang diproduksinya kini untuk memenuhi permintaan dari pasar-pasar besar di Kota Bandung dan sekitarnya, seperti Pasar Dulatif, Andr, Ciroyom, serta beberapa pasar yang ada di kabupaten. Malahan, ada pula beberapa langganan yang memesan khusus untuk dibawa ke luar negeri seperti ke Australia. Mereka rutin membawa telur asin produksinya, sebab selain pulen karena berminyak di bagian kuningnya, juga tidak terlalu asin. Telur asin yang diproduksinya bisa bertahan hingga 15 hari. Hal ini karena cara pengelolaannya harus apik.

“Telur asin kami bisa bertahan lama hingga 15 hari, karena kami mencari kualitas telur bebek yang bagus dari para pengangon yang selalu mencari tempat di mana ada sawah yang sedang dipanen, di situlah bebek-bebek mereka disebar. Selain itu, kualitas garam dan abu juga harus baik, agar hasilnya menjadi telur asin yang super,” kata Heno.

Heno kini telah mampu mempekerjakan enam karyawan, yang berasal dari lingkungan keluarganya serta dua tenaga lepas yang diambil dari tetangga terdekatnya. Sedangkan label yang ditempelkan di telur asin produksinya, namanya pemberian dari almarhumah ibunya. Menurut Heno, ibunya memberikan label “Telor Asin Lancar” pada telurnya dengan harapan produksi telur asin anaknya bisa terus lancar hingga turun-temurun.

Heno menjelaskan keuntungan dari memproduksi telur asin tidak terlalu besar, karena dari telur bebek mentah yang dibelinya per butir seharga Rp 650 untuk ukuran kecil dan Rp 700 untuk ukuran besar per butirnya. Rata-rata per butirnya hanya mendapatkan keuntungan sekitar Rp 300, keuntungan tersebut belum dipotong biaya produksi dan gaji karyawan.

Heno mengakui, untuk ukuran telur asin berukuran besar per butirnya dijual ke pelanggan Rp 1.000, untuk ukuran kecil Rp 900. Saat ini usahanya sudah mulai keteteran untuk mendapatkan telur bebek mentah, abu dan garam, karena harganya kian hari kian melonjak. Selain itu, untuk mengukus telur asin yang sudah di-peuyeum (diperam) selama 9-12 hari dengan dibalut adonan abu mengandung garam, sudah tidak lagi menggunakan minyak tanah, tapi menggunakan kayu bakar. “Jika masih menggunakan minyak tanah, biaya operasional kami habis tersedot. Sedangkan harga telur asin di pasaran sulit dinaikkan karena persaingannya sangat ketat,” tutur dia.

Untuk membuat telur asin berkualitas super, diawali dengan melakukan ketrek atau memilih telur yang bagus. Untuk produksinya, dengan cara mendapatkan telur bebek, ia mengejar di mana terdapat pengangon bebek biasanya, mencari tempat-tempat di mana ada daearah yang sedang panen. Terkadang, untuk mendapatkan telor tersebut kami sudah mengontrak pengangon dengan membayar uang terlebih dahulu. Misanya untuk 1.000 telur kami membayar uang dimuka, sehari kemudian dan selanjutnya kami mengejar penganggon tersebut. Karena telur bebek hasil anggon lebih baik kualitasnya daripada telur bebek ternak.

Untuk membuat telur asin sebanyak 1.500 butir dibutuhkan bahan dasarnya 30 kg abu dari pembakaran kulit padi, serta 10 kg garam kasar. Abu dan garam ditambah air diaduk hingga menjadi seperti adonan tanah liat. Setelah itu satu per satu telur dibungkus adonan, kemudian disimpan atau diperam selama 9 hingga 12 hari. Satelah selesai di-peuyeum kemudian dicuci hingga bersih, dan direbus hingga empat jam. Proses pembuatan tersebut rata-rata sekitar 10 persen hasilnya tidak sempurna karena mengalami pecah dan retak-retak. Tapi, telur asin yang retak masih saja bisa dijual dengan harga yang mutah atau ditukar dengan telur bebek yang mentah atau barter dengan bahan dasar pembuatan telur asin seperti garam di pasar.

Dari hasil wirausaha yang digelutinya selama 10 tahun ini, selain telah mampu membeli tanah dan bangunan yang luasnya tujuh tumbak dan sekarang ini ditempati untuk rumah tinggal dan perusahannya. Selain itu, kini juga telah mampu membeli beberapa unit kendaran roda dua untuk membawa telur asin produksinya ke pasar. Dia juga telah memeliki sebanyak 170 ekor bebek yang pemeliharaannya dipercayakan kepada pengangon bebek. “Saya beli bebek agar sewaktu-waktu bila telor dari pengangon sulit didapat, masih ada cadangan telor dara bebek peliharaan saya,” cetus dia.

Kini yang dibutuhkan oleh Heno agar usahanya tetap berjalan adalah suntikan dana, baik dari pemerintah maupun dari perbankan. Sebab, jika tidak ada suntikan modal maka usahanya berjalan apa adanya. Modal yang dimiliknya terkadang tidak berputar karena mengendap di para pengangon. Jika bebek-bebeknya tidak bertelur akibat tidak ada sawah yang panen, uang tersebut mengendap di mereka.

Pernah, tiga tahun yang lalu ia mendapatkan suntikan dana Rp 2 juta dari salah satu perusahaan obat-obatan, namun semakin berkembangnya zaman, modal pun harus ditambah. Selain itu, ia juga pernah mendapatkan bantuan berbentuk peralatan dari Pemkab Bandung berupa teknologi tepat guna (TTG), tempat untuk pengasinan dari bahan dasar stainlessteel yang menampung 1.000 butir telur.

Namun hasilnya tidak bagus. Sebab, alat itu membuat telur-telur retak dan daya serap garamnya tidak maksimal. Karena, sistemnya telur direbus dengan air garam, sedangkan cara yang baik untuk membuat telur asin adalah dengan cara konvensional, bukan dengan cara modern. “Hingga kini alatnya tidak kami pakai dan masih tersimpan di gudang,” jelas Heno. Telur asin bakar dengan rasa. (fn/sm/sh/bm)

Sumber: http://www.suaramedia.com/ekonomi-bisnis/usaha-kecil-dan-menengah/26860-peluang-usaha-baru-nan-menggoda-bisnis-telur-asin-bakar.html




Bagikan ke teman: